Kamis, 2 Oktober 2025

Yogi Ungkap Fenomena Joki Skripsi: Mahasiswa Kaya Asal Kuliah Saja

Yogi ungkap mahasiswa kaya sering pakai jasa joki skripsi. Praktik ini bisa kena pidana 6 tahun & denda Rp200 juta.

Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
JOKI SKRIPSI - Yogi, joki skripsi asal Banjarmasin, mengungkap maraknya mahasiswa dari keluarga kaya yang menggunakan jasanya demi kelulusan instan tanpa memahami isi skripsi yang mereka ajukan. 

TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN – Fenomena joki skripsi kembali menjadi sorotan tajam dunia pendidikan. 

Yogi, seorang joki skripsi berpengalaman dari Banjarmasin, membeberkan fakta mengejutkan soal praktik ini.

Ia menyebut, banyak mahasiswa dari kalangan berada yang menggunakan jasanya hanya karena tidak memiliki kemampuan dan motivasi belajar yang cukup.

“Memang banyak juga mahasiswa dari kalangan anak-anak orang kaya yang asal kuliah saja. Karena duit bapaknya banyak, akhirnya yah seperti itu, sehingga lulus tak punya kemampuan apa-apa, terlalu sering dimanja,” ujar Yogi, Rabu (16/7/2025).

Yogi telah mengerjakan berbagai tugas dan skripsi dari mahasiswa di kampus-kampus Banjarmasin hingga Banjarbaru.

 Ia menyebut, jasa seperti miliknya terus menjamur karena tekanan akademik yang tinggi, ditambah mental "asal lulus" yang mengakar kuat di kalangan mahasiswa.

“Ada yang merasa ini adalah jalan keluar praktis saat benar-benar tidak punya waktu atau kemampuan. Tapi saya tahu, ini melanggar etika akademik,” ungkapnya.

Baca juga: Cegah Joki Skripsi, Kemendikbudristek Minta Kampus Cari Bentuk Tugas Akhir Lain

Dilema Etika dan Celah Hukum

Praktik joki tugas dan skripsi memang penuh dilema.

Di satu sisi, mahasiswa merasa terbantu. Di sisi lain, tindakan ini mencoreng nilai kejujuran dalam dunia akademik.

Mirisnya, menurut Yogi, belum ada regulasi formal atau pengawasan ketat yang secara langsung menindak praktik joki, terutama jika dilakukan secara tertutup.

“Selama ini belum ada aturan jelas. Tools deteksi plagiarisme pun belum tentu bisa deteksi joki, karena saya nulis orisinal dari awal,” terangnya.

Beberapa kampus memang mulai menggunakan aplikasi anti-plagiarisme, tapi deteksi terhadap jasa joki yang menulis dari nol masih sulit dilakukan.

Meski praktiknya melanggar etika, Yogi mengaku mendapat banyak pengalaman. Ia terbiasa menulis akademik, meriset lintas bidang, dan menghadapi klien dengan beragam karakter.

“Saya jadi terbiasa melakukan riset, membaca literatur akademik, dan melatih kemampuan menulis ilmiah. Pengetahuan saya di berbagai bidang ikut berkembang,” jelasnya.

Yogi menyebut, menjadi joki skripsi juga melatih manajemen waktu dan komunikasi. Meski begitu, ia sadar bahwa praktik ini tetap salah secara moral dan hukum.

Baca juga: KPK Sebut Joki Skripsi Sebagai Bibit Perilaku Tindak Pidana Korupsi

Ancaman Pidana: Bisa Dipenjara 6 Tahun

Menurut hukum di Indonesia, praktik joki skripsi bisa dijerat pasal pidana, baik bagi pelaku maupun pengguna jasa.

Untuk joki:

Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat

Ancaman: penjara maksimal 6 tahun

Untuk pengguna jasa:

Pasal 25 dan 70 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Ancaman: pencabutan gelar, denda Rp200 juta, atau penjara 2 tahun

Pengamat: Ini Cerminan Gagalnya Pendidikan Karakter

Pemerhati pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara, Doni Koesoema, menyebut praktik ini berakar dari budaya pragmatis yang semakin meluas.

“Ini membuat kita bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi di perguruan tinggi kita,” ujar Doni.

Menurutnya, perubahan harus dilakukan dari sistem—termasuk mengganti model ujian menjadi lebih lisan seperti di Eropa agar tidak bisa dikerjakan oleh joki.

Hal senada diungkapkan Ina Liem, pengamat pendidikan dan CEO Jurusanku.com.

Ia menilai praktik joki mencerminkan mental menerobos, bukan hanya di kalangan mahasiswa, tapi juga pendidik.

“Pendidikan karakter gagal. Kalau dosen pun ikut menjoki untuk jabatan, gimana bisa mendidik mahasiswa soal kejujuran?” katanya.

Ina menegaskan, banyak mahasiswa di Indonesia hanya mengejar ijazah, bukan ilmu. Mental “yang penting lulus” menjadi pintu masuk maraknya praktik joki.

“Kalau ada tugas, mahasiswa tidak melihat itu sebagai evaluasi diri, tapi beban. Padahal tugas itu untuk mengukur: saya paham nggak sih?”

Akankah Berubah?

Fenomena joki skripsi mencerminkan persoalan struktural dalam pendidikan Indonesia.

Selama sistem hanya mengejar nilai, selama tekanan akademik tak dibarengi pembinaan karakter, dan selama tidak ada regulasi ketat, praktik joki akan terus tumbuh di bawah permukaan.

Yogi sadar dirinya salah. Tapi ia juga produk dari sistem yang membiarkan hal ini terjadi.

“Kadang saya juga mikir, ini kan salah. Tapi ya, banyak yang butuh, dan sistemnya juga mendukung itu,”tutup Yogi.

Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id dengan judul Kisah Joki Skripsi di Banjarmasin: Patok Tarif Jutaan, Pengguna Jasa Mahasiswa Sibuk Kerja, 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Joki Tugas dan Skripsi Kini Dianggap Wajar?", Klik untuk baca: 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved