Dedi Mulyadi Pimpin Jabar
Dedi Mulyadi Dikritik Tito Karnavian dan Ono Surono gegara APBD Jabar, Gubernur Beri Penjelasan
Berikut pembelaan Gubernur Dedi Mulyadi usai disentil Mendagri Tito Karnavian dan Politikus PDIP Ono Surono terkait APBD Jawa Barat, Rabu (9/7/2025).
Selain itu, Dedi Mulyadi dinilai juga perlu membangun sistem perencanaan dan pengawasan yang lebih kuat, membuka ruang masukan dari bawah, dan mengaktifkan peran teknokratik birokrasi daerah, bukan hanya mengandalkan pendekatan populistik semata.
Ono menjelaskan bahwa kritik ini bukan dalam konteks oposisi politik, melainkan guna menjalankan fungsi pengawasan yang bertujuan membangun sinergi antar lembaga dan memastikan pemerintahan berjalan dalam rel konstitusional dan profesional.
“Kami siap mendukung jika ada langkah korektif. DPRD bukan lawan, tapi mitra konstitusional Gubernur. Namun kami juga tidak bisa tinggal diam bila tren ini dibiarkan tanpa koreksi,” terangnya.
Ono pun berharap sang gubernur segera merumuskan langkah strategis dalam Refocusing Anggaran Semester Kedua, meningkatkan kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta memperbaiki hubungan kerja dengan DPRD.
“Rakyat Jawa Barat menaruh harapan besar. Kita semua bertanggung jawab menjawabnya dengan kerja, data, dan kebijakan yang berdampak langsung bagi kesejahteraan,” ujarnya.
Baca juga: Usai Teras Cihampelas, Kini Dedi Mulyadi Minta Walkot Urus Bandung Zoo, Farhan: Mau Apa Lagi?
Pembelaan Dedi Mulyadi
Di sisi lain, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa APBD 2025 banyak dialokasikan untuk membayar utang dan sejumlah kewajiban.
Adapun APBD 2025 yang ditetapkan mencapai Rp 37 triliun.
Dari jumlah tersebut, diambil anggaran sebesar Rp 6 triliun untuk dibagi ke kabupaten/kota sebagai dana bagi hasil kendaraan bermotor.
Sisanya yang sebesar Rp31 triliun, tidak sepenuhnya bisa digunakan untuk program-program publik.
Pasalnya, pemerintah harus membayar sejumlah utang dan kewajiban seperti utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp600 miliar, Tunggakan BPJS Rp334 miliar, biaya operasional Bandara Kertajati, Rp60 miliar, Operasional Masjid Al-Jabbar, sekitar Rp40 miliar dan tunggakan ijazah siswa Rp1,2 triliun, yang dibayarkan melalui dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU).
"Banyak yang tanya, berapa anggaran Jabar tahun ini? Rp31 triliun. Tapi jangan dikira semuanya bisa dipakai. Kami harus bayar dulu utang PEN, BPJS, operasional Kertajati, sampai Masjid Al Jabbar," jelas Dedi Mulyadi, Rabu.
Menurut pria yang akrab disapa sebagai Kang Dedi Mulyadi (KDM) itu, meski kebutuhannya banyak Pemprov Jabar tetap berupaya mengelola anggaran dengan ketat agar dampak dari pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat.
"Uangnya terbatas, tapi kebutuhan rakyat tetap harus dilayani. Jalan harus bagus, bencana harus ditangani, anak sekolah harus bisa lanjut, santri tetap dapat beasiswa. Itu komitmen saya," ungkap KDM.
KDM juga mengakui bahwa situasi ini tidak mudah.
Tetapi, KDM menjamin tak akan lari dari tanggung jawab.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.