Jumat, 3 Oktober 2025

Tangis Ibu di Bima Tuntut Keadilan usai Anaknya Jadi Korban Malapraktik, Tangan Sampai Diamputasi

Marliana Warga Desa Tambe, Kabupaten Bima, NTB menuntut keadilan untuk anaknya yang jadi korban malapraktik hingga tangan anaknya harus diamputasi.

care24.co.in
DUGAAN MALAPRAKTIK - Ilustrasi: Tangan Bayi. Marliana Warga Desa Tambe, Kabupaten Bima, NTB menuntut keadilan untuk anaknya yang jadi korban malapraktik hingga tangan anaknya harus diamputasi. 

TRIBUNNEWS.COM - Marliana terus menangis menceritakan kondisi anaknya yang baru berusia 14 bulan harus diamputasi telapak tangan dan jari-jari tangan kanannya karena menjadi korban malapraktik.

Warga Desa Tambe, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu pun mendesak pihak rumah sakit dan seluruh pihak yang terlibat untuk bertanggung jawab.

Terutama bagi oknum perawat atau dokter yang terus meremehkannya saat ia khawatir akan kondisi anaknya.

Atas perlakuan yang ia terima dan kondisi anaknya yang kini harus diamputasi, Marliana dengan tegas meminta keadilan.

"Saya mau mereka bertanggung jawab kepada anak saya, terutama oknum-oknum yang menyepelekan saya, yang bilang kalau saya terlalu overthinking, yang bilang anak saya enggak bakal diamputasi, enggak bakal dioperasi, aman saja."

"Oknum-oknum yang bilang hanya penumpukan cairan, tanpa melihat kondisi tangan anak saya, tanpa memeriksa, hanya memberi instruksi."

"Saya mau mereka bertanggung jawab kepada anak saya, saya ingin keadilan untuk anak saya," kata Marliana dalam Program 'Sapa Indonesia Akhir Pekan' Kompas TV, Sabtu (14/6/2025).

Ingin Pihak Terlibat Akui Kelalaian Mereka

Tak bisa menahan tangis, Marliana terus menyatakan bahwa anaknya masih bayi dan masa depan anaknya masih panjang.

Kini kondisi anaknya cacat, lantas bagaimana kehidupan anaknya nanti.

Untuk itu Marliana ingin semua pihak yang terlibat malapraktik pada anaknya ini bisa bertanggung jawab.

Baca juga: Dugaan Malapraktik di Jambi, Keluarga Pasien Persoalkan Dana Jasa Raharja yang Diterima dari RS

Marliana juga ingin pihak-pihak yang terlibat bisa mengakui kesalahan dan kelalaian mereka.

"Saya pengen mereka bertanggung jawab kepada anak saya, apalagi anak saya masih bayi. Kita tidak tahu kehidupan dia selanjutnya bagaimana. Apalagi dia sudah cacat, perempuan lagi."

"Demi Allah saya pengen mereka bertanggung jawab, demi masa depan anak saya. Saya pengen mereka bertanggung jawab atas kelalaian mereka, saya pengen mereka mengakui kesalahan mereka," ungkap Marliana sembari terus menangis.

Kronologi Malapraktik

Diketahui, kejadian malapraktik ini berawal saat Marliana membawa anaknya pada 10 April 2025 lalu ke IGD Puskesmas Bolo untuk berobat.

Kala itu perawat memasang infus di tangan kiri anaknya, tapi berujung pada munculnya pembengkakan.

Marliana melapor ke petugas, infus dicabut, dan beberapa jam kemudian dipasang kembali di tangan kanan.

Empat hari berselang tanpa perbaikan kondisi, Marliana meminta rujukan ke RSUD Sondosia.

Tapi sebelum berangkat, perawat kembali menyuntikkan obat lewat infus di tangan kanan, meskipun Marliana sempat memperingatkan adanya pembengkakan. 

Suntikan obat itu membuat anak Marliana kesakitan, tangan anaknya pun membengkak hebat hingga akhirnya infus dicabut.

Baca juga: Julita Surbakti Datangi Polda Sumut usai Kakinya Diamputasi, Minta Kasus Malapraktik Diselidiki

Marliana berinisiatif mengompres dengan air hangat seperti anjuran perawat, berharap tangan anaknya bisa membaik.

Lalu sesampainya di RSUD Sondosia, anak Marliana kembali diinfus di tangan kiri. Meski kondisinya tampak membaik, tangan kanannya semakin parah.

Tangan anaknya pun menjadi bengkak, menghitam, keras, hingga jari-jarinya kaku.

Marliana meminta rujukan ke RSUD Bima, namun ditolak. Ia hanya diberi salep dan suntikan.

Akhirnya Marliana memutuskan membawa anaknya ke IGD RSUD Bima pada 15 April 2025.

Di sana Marliana mendapat respons yang mengecewakan, ia juga menyebut dokter terkesan menyepelekan kondisi anaknya.

“Dibilang hanya peradangan biasa, nanti juga kempes sendiri,” ujar Marliana, menirukan jawaban dokter.

Baca juga: 3 Wanita Diduga Jadi Korban Malapraktik Klinik Kecantikan di Jaktim: Hidung Tinggi dan Miring

Ketika ia mengungkapkan kekhawatiran akan risiko amputasi, perawat malah menanggapi dengan meremehkan.

“Tidak usah terlalu tinggi pikirannya, Bu. Anak Ibu baik-baik saja selama tidak menangis histeris,” katanya.

Kondisi anaknya pun memburuk dan mengalami demam tinggi serta muntah-muntah.

Namun tak ada dokter yang memeriksa kondisi anak Marliana tersebut hingga keesokan harinya, 16 April pukul 11.00 WIT. Hal ini pun membuat Marliana menangis histeris.

Barulah dokter spesialis datang, memeriksa, dan segera memutuskan operasi darurat.

Hasilnya jari-jari anak Marliana tidak bisa diselamatkan. Infeksi berat akibat bakteri dari bekas suntikan telah menyebar.

Baca juga: Dugaan Malapraktik di RS Mitra Sejati Disorot Wali Kota Medan, Oknum Dokter Terancam Dicabut Izinnya

Tangan Anak Marliana Harus Diamputasi

Hingga pada 18 April 2025, kondisi tangan anak Marliana makin memburuk. Ia dirujuk ke RSUP Mataram, menempuh perjalanan darat sekitar 13 jam.

Di sana, dokter menyatakan bahwa satu-satunya cara menyelamatkan nyawanya adalah amputasi sebagian tangan.

Pada 12 Mei 2025, anak Marliana menjalani amputasi di bagian telapak dan jari tangan kanan.

Sejak itu, ia harus menjalani rawat jalan intensif, kontrol setiap tiga hari, dan menanti operasi pencangkokan kulit tahap berikutnya.

“Sekarang masih sering demam, muntah, dan trauma pada bau obat. Bahkan untuk makan pun sulit, dia cuma mau susu,” ujar Marliana.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Facundo Chrysnha Pradipha)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved