Diperas dan Diintimidasi, Junior PPDS Undip Aulia Risma Lestari telah Setor Duit Rp864 Juta
Taufik dan Sri Maryani didakwa melakukan pemerasan berjamaah melalui pungutan liar yang dibungkus sebagai Biaya Operasional Pendidikan (BOP)
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG – Kisah pilu Aulia Risma Lestari, residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), mencuat ke publik usai ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya, 15 Agustus 2024.
Bukan karena tekanan akademik biasa, tetapi diduga karena rangkaian perundungan sistematis, tekanan psikologis, hingga pemerasan terselubung yang dilakukan oleh senior serta pejabat struktural program.
Dalam proses hukum yang kini berjalan di Pengadilan Negeri Semarang, terungkap bahwa Aulia dipaksa mengeluarkan dana hingga mendekati Rp 1 miliar demi memenuhi tugas dan ‘aturan tidak tertulis’ yang diterapkan para seniornya.
Sidang perdana kasus ini digelar pada Senin (26/5/2025). Tiga orang duduk sebagai terdakwa yakni dr. Taufik Eko Nugroho (Kepala Prodi Anestesiologi), dr. Sri Maryani (Kepala Staf Medis), dan dr. Zara Yupita Azra, senior dari Aulia.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandhy Handika menguraikan bahwa Taufik dan Sri Maryani didakwa melakukan pemerasan berjamaah melalui pungutan liar yang dibungkus sebagai Biaya Operasional Pendidikan (BOP).
Tak tanggung-tanggung, dana yang dikumpulkan dari para residen sejak 2018 hingga 2023 mencapai Rp 2,49 miliar.
Baca juga: Babak Baru Kasus Bullying PPDS Undip yang Menewaskan Dokter Aulia Risma, 3 Tersangka Ditahan Jaksa
Dana itu, menurut jaksa, dikumpulkan tanpa dasar hukum yang sah, tidak tercantum dalam peraturan resmi universitas, dan justru disimpan di rekening pribadi terdakwa Sri Maryani.
Adapun Taufik disebut menerima dana langsung sebesar Rp 177 juta, sementara Sri Maryani memperoleh honor rutin senilai total Rp 24 juta.
Pasal Anestesi: Doktrin Intimidasi yang Mematikan
JPU juga memaparkan praktik senioritas ekstrem yang disebut sebagai Pasal Anestesi.
Doktrin ini menempatkan senior sebagai sosok absolut yakni selalu benar dan tidak boleh dibantah.
Ada pula sistem kasta yang membagi para mahasiswa ke dalam tujuh tingkatan hierarki, dengan nama-nama khas seperti "kambing", "middle senior", hingga "dewan suro".
Zara Yupita Azra sebagai senior disebut memanfaatkan sistem ini untuk menekan Aulia secara psikologis.
Ia dituduh memaksa juniornya menyediakan transportasi, logistik ruang bunker, hingga jasa joki tugas akademik senior.
Bahkan, Zara disebut menghukum Aulia dengan berdiri satu jam sambil difoto dan dipermalukan di grup WhatsApp.
Sumber: Tribun Jateng
Babak Baru Kasus Bullying PPDS Undip yang Menewaskan Dokter Aulia Risma, 3 Tersangka Ditahan Jaksa |
![]() |
---|
Ingat Perundungan Berakhir Kematian PDDS Undip? Kini Tersangka ZYA Dinyatakan Lulus Ujian |
![]() |
---|
Menuju Pengadilan, Berkas Kasus Meninggalnya Mahasiswi PPDS Undip Akan Diserahkan ke Kejaksaan |
![]() |
---|
Polda Jateng Cekal 3 Tersangka Pemerasan Mahasiswi PPDS Undip ke Luar Negeri |
![]() |
---|
3 Tersangka Kasus Pemerasan dr Aulia Belum Ditahan, Kuasa Hukum Korban Khawatir |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.