Senin, 6 Oktober 2025

'Aku Hanya Ingin Hidup Normal'

Stigma negatif yang berkembang di masyarakat menjadi satu di antara faktor penghambat pemenuhan hak anak bagi penderita HIV/AIDS

|
Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha
MENONTON KARTUN - Anak-anak penghuni Yayasan Lentera Surakarta tengah asyik menonton kartun di televisi Rumah Lentera Anak, tempat di mana anak penderita HIV/AIDS hidup bersama, difoto pada Rabu (7/5/2025) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Facundo Chrysnha P dan Sri Juliati

"Anak-anak dengan HIV/AIDS lahir tanpa memilih, namun dunia seolah menghukum mereka untuk sesuatu yang bukan dosa. HIV mungkin menyerang sistem imun, tapi hanya kemanusiaan kita yang bisa menyembuhkan atau malah 'membunuh' mereka."

TRIBUNNEWS.COM - Catur (bukan nama sebenarnya) asyik menarik senar layangan yang digulung dengan kaleng bekas susu. Padahal saat itu, jarum jam berada di tengah angka 1 dan 2.

Cuaca terik siang hari itu, seolah tak dihiraukannya. Berkali-kali layangan itu menyentuh tanah, berkali-kali pula ia berusaha untuk menerbangkannya.

Ada sekira 30 menit, bocah berusia 10 tahun berusaha membuat layangan berkelir merah itu terbang. Dari hanya sendirian, kini ia ditemani Darma (bukan nama sebenarnya). 

Kedua bocah berkepala plontos itu bersorak kegirangan saat layangan berhasil mengudara meski hanya sebentar di lingkungan mereka.

Anak-anak itu tahu, mereka ‘spesial’ dan memilih untuk tak keluar kawasan demi mengindari pandangan menyolot alias stigma yang selama ini berkembang di masyarakat.

“Aku tahu aku sakit (HIV/AIDS), tapi seperti teman-teman lainnya di sini, aku hanya ingin hidup normal termasuk di luar (lingkungan) sana,” kata Catur meluapkan emosi yang mungkin terpendam.

Saat Catur dan Darma bermain layangan di lapangan, lain halnya dengan Bakti (bukan nama sebenarnya). Bersama teman sebaya dan anak-anak dengan usia di bawahnya, Bakti menonton serial televisi animasi kartun di teras.

MAIN LAYANG-LAYANG - Anak penghuni Yayasan Lentera Surakarta bermain layang-layang di bawah panas terik matahari pada Rabu (7/5/2025).
MAIN LAYANG-LAYANG - Anak penghuni Yayasan Lentera Surakarta bermain layang-layang di bawah panas terik matahari pada Rabu (7/5/2025). (Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha)

Mereka duduk berjejer di sebuah kursi panjang bekas. Adapula yang duduk beralas keramik. Celoteh dan tawa riang anak-anak ini terdengar saat adegan lucu terpampang di layar TV.

Tak jauh dari lokasi mereka menonton TV, tampak tumpukan kursi tak terpakai. Termasuk mesin cuci hingga sejumlah lemari besi yang baru saja dikeluarkan dari sebuah ruangan.

Ya, beginilah gambaran situasi dan kondisi sebuah bangunan bekas sekolah yang disulap menjadi rumah bagi 36 anak penderita HIV/AIDS (ADHA) pada Rabu (7/5/2025).

Di bawah Yayasan Lentera Surakarta, ke-36 anak ini dirawat di tengah perjuangan melawan penyakit yang ditularkan dalam proses kelahiran mereka ke dunia.

Mereka mendapatkan hak-hak selayaknya sebagai anak pada umumnya. Seperti hak pendidikan dan hak kesehatan. Bahkan dari yang semula bukan siapa-siapa, anak-anak ini telah menjadi sebuah keluarga meski tanpa rangkulan orang tua atau saudara.

Dua belas tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2014, Pendiri Yayasan Lentera Surakarta, Yunus Prasetyo mengaku tak pernah memiliki cita-cita mendirikan rumah bagi anak-anak ini. Namun, keberadaan bayi berusia 18 bulan yang menderita HIV/AIDS mengusik hati nuraninya. 

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved