Kamis, 2 Oktober 2025

Penerimaan Hasil Tembakau untuk Jawa Timur Tinggi, Pasal Tembakau di PP 28/2024 Dapat Sorotan

Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jatim I, Untung Basuki, menekankan bahwa industri hasil tembakau (IHT) di wilayahnya adalah denyut nadi tenaga

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTRASI PETANI TEMBAKAU - Petani menyortir tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Klaten, Jawa Tengah, Rabu (27/12/2023). Jawa Timur, provinsi dengan kontribusi terbesar terhadap penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau (CHT). 

Dalam konteks Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Jawa Timur juga menjadi penerima terbesar, yakni Rp3,58 triliun dari total nasional Rp6,39 triliun. 

Dari jumlah tersebut, 40% dialokasikan untuk kesehatan, 50% untuk kesejahteraan masyarakat, dan 10% untuk penegakan hukum.

Dengan kontribusi besar dari Jawa Timur terhadap keberlangsungan fiskal nasional, tuntutan pembatalan pasal-pasal terkait tembakau dalam PP 28/2024 bukan tanpa alasan. 

Pemerintah pusat diminta untuk mengkaji kembali regulasi tersebut secara komprehensif agar tidak menimbulkan disrupsi besar terhadap ekosistem industri tembakau nasional.

“Pengendalian hasil tembakau harus tetap berjalan sesuai harapan,” beber Untung.

Dari kalangan industri tembakau, khususnya produsen rokok legal, juga ikut mendesak agar pasal-pasal yang dinilai terlalu represif terhadap keberlangsungan industri ini segera dicabut. 

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar, menyoroti isi pasal tembakau dalam PP 28/2024 yang restriktif dan berpotensi menghantam industri tembakau nasional dari berbagai sisi, mulai dari produksi hingga pemasaran.

Beberapa poin yang dianggap sangat merugikan industri tembakau di antaranya larangan penjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan pemajangan iklan produk tembakau di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

Serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024.

Menurut Sulami, kebijakan ini dapat memperparah maraknya peredaran rokok ilegal yang hingga saat ini masih belum bisa ditangani dengan tuntas oleh pemerintah. 

Dirinya juga menilai regulasi ini menciptakan ketimpangan antara industri legal dan ilegal.

Baca juga: Pemprov Jawa Timur Dorong Deregulasi PP 28/2024, Tegaskan Pentingnya Industri Tembakau

Di tengah tekanan yang datang bertubi-tubi, mulai dari kenaikan tarif cukai, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), hingga harga-harga yang terus naik, industri rokok legal merasa semakin tidak dilindungi oleh negara. 

"Kami akan berjuang supaya regulasi ini tidak diterapkan,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved