Respons Gubernur NTB soal Kasus Pencabulan 'Walid Lombok', 22 Santriwati Jadi Korban Pimpinan Ponpes
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal tanggapi kasus kekerasan seksual oleh pimpinan ponpes di Lombok Barat terhadap 22 santriwati, modusnya mirip Walid.
Joko mengungkapkan bahwa peristiwa kekerasan seksual yang dialami para santriwati terjadi sejak tahun 2016 sampai 2023.
"Korban (kini) sudah menjadi alumni," sebut Joko.
Baca juga: Berani Speak Up Usai Nonton Walid, 7 Santriwati Laporkan Pimpinan Ponpes di Lombok soal Pencabulan
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram itu juga menyebutkan bahwa sejauh ini, sudah ada 22 santriwati yang mengaku sebagai korban.
Sebanyak 8 korban pun telah diperiksa keterangannya oleh pihak kepolisian. Sebelumnya, terdapat 7 korban yang telah melapor ke polisi.
Adapun dari puluhan korban, sebagian diantaranya mengaku disetubuhi oleh AF, sedangkan sebagian lainnya dicabuli.
"Artinya yang dicabuli ini tidak mau untuk disetubuhi," ungkap Joko.
Setelah mendapatkan kabar tersebut, Joko mengaku bahwa pihaknya melakukan klarifikasi kepada para santriwati.
Baca juga: Kata Kemenag soal Kasus Kekerasan Seksual Pimpinan Ponpes di Lombok Mirip Serial Walid
Hasilnya, sejumlah santriwati mengaku menjadi korban kekerasan seksual oleh pelaku.
Lebih lanjut Joko menjelaskan bahwa para korban berani membuka kasus ini setelah menonton serial viral 'Bidaah'.
"Karena film Walid ini mereka berani untuk speak up (berbicara)," ujar
Untuk diketahui, karakter tokoh Walid dalam drama tersebut digambarkan sebagai sosok pemimpin kelompok sekte sesat dengan mengaku sebagai Imam Mahdi, pemimpin umat muslim jelang kiamat.
Selain itu, Walid juga memperdaya dan menyetubuhi para pengikutnya dengan dalih agama.
Karakter Walid dan alur cerita serial drama tersebut memiliki banyak kesamaan dengan pengalaman yang dialami para santriwati saat menimba ilmu di ponpes di Lombok Barat yang dipimpin oleh AF ini.
Baca juga: Awal Mula Terungkapnya Kasus Ustaz Cabuli 12 Santri di Tulungagung, Korban Kena Mental
Dari situlah, para santriwati akhirnya beranis untuk melaporkan aksi bejat AF ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.
Pihak kepolisian kemudian memeriksa beberapa orang saksi korban dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.