Minggu, 5 Oktober 2025

2.500 KK harus Direlokasi Hingga 10 Orang Tewas, Banjir Sukabumi Diduga Akibat Kerusakan Lingkungan

BNPB sedang mengidentifikasi beberapa opsi lahan relokasi, baik yang berasal dari lahan milik pemerintah provinsi dan daerah

Penulis: Gita Irawan
Editor: Eko Sutriyanto
BNPB
Hingga Kamis (5/12/2024) pukul 19.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia akibat bencana banjir dan tanah longsor di sejumlah wilayah Sukabumi, Jawa Barat bertambah menjadi total dua orang. Sebanyak 10 jembatan terputus. 

Salah satu kawasan yang terpengaruh adalah Kecamatan Waluran Jampang, di mana degradasi hutan diduga terkait dengan pembukaan lahan untuk proyek Hutan Tanaman Energi (HTE), yang bertujuan menyediakan serbuk kayu untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhanratu. 

"Dalam proyek ini, PT Perhutani selaku pengelola kawasan merencanakan pemanfaatan lahan seluas 1.307,69 hektare," kata Wahyudin dalam keterangannya kepada awak media pada Jumat (13/12/2024).

Ia menyebut aktor perusahaan yang diduga terlibat dalam kegiatan tersebut antara lain Perum Perhutani, PT PLN, dan PT BA, dengan kemungkinan keterlibatan perusahaan seperti Sinar Mas dan beberapa perusahaan asal China. 

Wahyudin juga mengungkapkan dugaan keterlibatan perusahaan lain yang bergerak di bidang serbuk kayu, seperti PT PLN Persero, PT Sinar Mandiri, dan PT Makmur Jaya Corporindo.  

“Banyaknya perubahan fungsi kawasan hutan menjadi lahan tanaman kaliandra dan gamal, yang sesungguhnya hanya menjadi kedok untuk menutupi aktivitas tambang ilegal. Tanaman-tanaman ini kemudian dipanen untuk pasokan serbuk kayu ke PLTU," kata dia. 

Selain itu, Walhi Jawa Barat juga menemukan kegiatan tambang emas di kawasan hutan yang diduga dilakukan oleh PT Wilton di Ciemas dengan luas konsesi 300 hektare, serta di Kecamatan Simpenan yang diduga dilakukan oleh PT Generasi Muda Bersatu. 

Bahkan, lanjut dia, kawasan perhutanan sosial tidak luput dari aktivitas tambang, seperti yang terjadi di petak 93 Bojong Pari dan Cimaningtin dengan luas 96,11 hektare.  

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi, kawasan tersebut tidak termasuk dalam lokasi pertambangan dan bukan merupakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).  

Bencana ekologis yang melanda wilayah Sukabumi, menurutnya, jelas dipengaruhi oleh kontribusi perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut. 

Oleh karena itu, kata dia, Walhi Jawa Barat mendesak Kepolisian untuk menegakkan hukum terkait tindak pidana lingkungan.  

"Kami juga mendesak pemerintah untuk menuntut perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pemulihan lingkungan, mengganti kerugian yang diderita masyarakat, dan mengevaluasi areal perhutanan sosial yang dijadikan objek tambang," kata Wahyudin.  

Selain itu, kata dia, Walhi juga keberatan bila pemulihan lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat hanya dibebankan kepada negara. 

Setelah masa tanggap darurat bencana berakhir, Walhi juga mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam bencana ekologis di Sukabumi.

“Kami juga berharap pemerintah tidak gegabah dalam memberikan izin kepada perusahaan ekstraktif dengan dalih investasi," ungkapnya.

"Bencana yang terjadi di beberapa tempat menunjukkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan ekstraktif dan seharusnya menjadi pelajaran," pungkas dia.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved