Minggu, 5 Oktober 2025

Berdayakan Difabel dan IRT, Nena Collection Produksi Kerajinan Kain, Sukses Naik Kelas Bersama YDBA

Kisah UMKM Nena Collection yang memberdayakan difabel dan IRT, sukses naik kelas berkat pendampingan YDBA. Produknya sudah diekspor hingga Jepang.

|
Tribunnews.com/Sri Juliati
Pemilik UMKM Nena Collection, Erna Zurnimawati. Kisah UMKM Nena Collection yang memberdayakan difabel dan IRT, sukses naik kelas berkait pendampingan dari Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA). Produknya sudah diekspor hingga Jepang. 

Mereka hanya perlu mengambil bahan, mendengarkan briefing dari Erna, lalu pulang, dan mengerjakan apa yang diminta di rumah.

"Jadi bisa dikerjakan setelah anak tidur atau pas anak sekolah. Nanti kalau sudah selesai, tinggal diantar ke sini lagi, ambil bahan lagi, begitu seterusnya," ucap Erna.

Apa yang dilakukan Erna tersebut sejalan dengan misinya yang ingin memberdayakan para wanita, terkhusus IRT serta penyandang disabilitas.

Erna juga memiliki keinginan untuk merangkul lebih banyak lagi IRT agar menjadi lebih produktif.

Rusna, salah satu penjahit difabel di Nena Collection
Rusna, salah satu penjahit difabel di UMKM Nena Collection di Bantul, Yogyakarta. Nena Collection memberdayakan difabel dan IRT sebagai penjahit untuk memproduksi kerajinan kain. (Tribunnews.com/Sri Juliati)

"Dalam lingkup yang lebih luas, saya ingin memunculkan kelompok-kelompok menjahit yang bisa dikerjakan di rumah, tanpa mengganggu aktivitas di rumah tangga," kata Erna yang pernah mengajar di Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas Yogyakarta.

Siapa sangka, berbagai produk kerajinan dari kain yang dijahit Parjilah, Rusna, Suryani, dan lainnya, telah sampai ke tangan para pembeli di sejumlah daerah di Indonesia dan diekspor hingga Jepang.

Modal Rp 500 Ribu

Sudah 24 tahun lamanya, Erna bergelut di dunia usaha kerajinan kain. Jika ditarik ke belakang, perkenalan Erna dengan berbagai hasil kerajinan kain telah terjalin saat ia duduk di bangku SMA.

Karya pertamanya, menggunakan mesin jahit milik keluarga, adalah ikat rambut. Hobi tersebut terus ditekuni Erna hingga berkuliah di Universitas Islam Indonesia (UII).

Saat itu, ia menjahit sejumlah kerajinan kain berupa gorden, cover galon, hingga sprei dengan motif dan model yang tak biasa. Namun masih sebatas untuk dipakai sendiri.

Sempat vakum selama beberapa tahun karena sibuk bekerja, Erna memutuskan kembali menggeluti kerajinan kain saat hendak membuat suvenir untuk pernikahannya sendiri pada 2020.

Kala itu, Erna bertugas memotong kain. Urusan menjahit diserahkan kepada saudaranya dengan melibatkan beberapa tetangga.

"Dari suvenir pernikahan, tetangga bilang jangan berhenti dan minta untuk dilanjutkan," ungkap wanita kelahiran Bantul, 30 Oktober 1973 tersebut.

Inilah titik mula Erna terjun ke dunia usaha kerajinan kain. Bekerjasama dengan tetangga sebagai penjahit, Erna merintis usahanya bermodal sekira Rp 500 ribu. 

Produk pertamanya adalah sarung bantal.

"Setelah selesai bikin produk, saya bingung dengan pemasarannya karena masih bekerja. Akhirnya, saya titipkan ke toko suvenir yang sudah terkenal di Yogyakarta," lanjutnya.

nena collection  3
Parjilah, salah satu penjahit difabel di UMKM Nena Collection di Bantul, Yogyakarta. Nena Collection memberdayakan difabel dan IRT sebagai penjahit untuk memproduksi kerajinan kain. (Tribunnews.com/Sri Juliati)
Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved