Biar dapat Sinyal Internet, Sejumlah Mahasiswi di Luwu Harus Belajar di Atas Pohon
Selain masalah signal internet, terkadang mereka harus mencari tempat berteduh ketika hujan deras
TRIBUNNEWS.COM, LUWU – Wabah virus corona di Tanah Air membuat aktifitas sekolah dan perkuliahan secara tatap muka dihentikan sementara waktu.
Sebagai penggantinya, sekolah maupun kampus melaksanakan kegiatan belajar mengajar maupun perkuliahan dengan sistem online.
Kondisi ini membuat mahasiswi di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan harus rela menempuh perjalanan dua jam.
Bahkan, harus memanjat pohon hanya demi mendapatkan sinyal untuk kuliah online.
“Kami sengaja mengunggah di Instagram curhatan kami mahasiswa di kampung ini yang harus bertaruh mencari signal demi menyelesaikan tugas kuliah,” kata Sartika saat ditumui di lokasi, Rabu (13/5/2020).
Mahasiswi Universitas Cokroaminoto Palopo bersama rekannya yang lain menjadikan tempat itu sebagai kampus alam.
Sebelum naik ke gunung, mereka patungan dulu untuk membeli pulsa data sebelum kami bersama kawan mahasiswa lain di desa ini," ucap Sartika.
Baca: KPK Sudah Tangani 27 Kasus Korupsi di Sektor Sumber Daya Alam
Selain masalah signal internet, terkadang mereka harus mencari tempat berteduh ketika hujan deras.
“Kendala yang kami alami jaringan yang lambat loading, kuota internet tidak memadai.
Belum lagi kami harus menanjak saat bulan puasa ini, jadi kami kadang kurang fit,” ujar Sartika.
Demi menyelesaikan tugas kuliah, mereka terkadang bertahan di tempat tersebut hingga larut malam.
“Ada mata kuliah pagi ada juga sore, jadi kami di sini smapai sore online, kadang juga sampai tengah malam karena ada tugas yang harus diselesaikan, jadi kadang sampai pukul 23.00 Wita baru kembali ke rumah bersama teman-teman, termasuk saat buka puasa,” tutur Sartika.
Baca: Pria Pembunuh Ibu Kandung di Luwu Utara Diringkus Polisi Setelah Sebulan Buron
Sementara itu, Kepala Desa Rante Alang Rosmawati mengakui, jaringan komunikasi di desanya kurang memadai.
“Kami sendiri dalam membuat laporan selalu terlambat, karena sekarang apa-apa sistem online, jadi kami kadang ke gunung kerjakan laporan, kadang juga terpaksa harus ke kota,” tambah Rosmawati.
Kejadian Serupa di Gunungkidul
Sudah sebulan lebih para pelajar di Gunungkidul harus menerapkan proses belajar di rumah alias BDR.
Mereka pun harus memiliki kuota internet untuk bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh dengan guru mereka.
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul sudah mengeluarkan kebijakan untuk meringankan biaya kuota internet pelajar dan guru dengan dana BOS.
Meskipun demikian, pelajar juga harus menghadapi kendala lain.
Seperti yang diungkapkan oleh Sarju, Kepala Desa Petir di Kecamatan Rongkop.
Baca: Pantai di Gunungkidul Ditutup Selama Pandemi Corona, Wisatawan Tetap Nekat Liburan
Satu di antara wilayah pelosok di Gunungkidul ini tergolong sulit untuk menerima sinyal seluler, apalagi jaringan internet.
"Beberapa titik di sini memang belum ada sinyal. Kalau ada itu pun hanya untuk provider tertentu," tutur Sarju dihubungi pada Jumat (08/05/2020).
Selain sedikitnya provider seluler, kondisi geografis wilayah tersebut yang berupa perbukitan kapur atau karst juga menyulitkan warga untuk mendapatkan sinyal.
Alhasil, Sarju mengatakan warga hingga pelajar saat ini sampai harus keluar dusun untuk bisa mendapatkan sinyal.
Tak jarang mereka juga harus menyusuri setapak dan mendaki bukit, agar bisa mendapatkan jaringan internet yang sesuai.
"Para pelajar akan berada di bukit selama beberapa waktu, agar bisa mengikuti pembelajaran secara online," katanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Dusun Petir B, Warisna.
Dusun inilah yang disebut-sebut oleh Sarju, yang turut mengalami sulitnya mendapat sinyal seluler dan jaringan internet.
Warisna menyebut ada sebanyak 21 pelajar jenjang SD hingga SMA di dusun tersebut.
Setiap hari mereka bersama-sama akan menaiki Gunung Temulawak, salah satu bukit yang berada di sisi selatan dusun.
Anak Warisna pun menjadi satu dari beberapa pelajar yang mesti ikut mendaki bukit demi bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan.
Bersama anak-anak lain, ia harus berjalan sejauh 250 meter untuk sampai ke kaki bukit.
"Itu belum termasuk menaiki bukitnya, sambil membawa buku-buku. Tentu melelahkan bagi mereka, terutama di bulan puasa seperti ini," ujar Warisna.
Meskipun demikian, Warisna tidak terlalu mengeluhkan situasi tersebut.
Ia bersama para orang tua lain pun berusaha memaklumi situasi yang ada.
Apalagi ini demi mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan sekolah.
Kepala Disdikpora Gunungkidul Bahron Rasyid sendiri sebelumnya menyampaikan bahwa masa BDR diperpanjang dari 29 April hingga 15 Mei mendatang.
Selanjutnya pelajar akan diliburkan mulai 18 Mei, menyambut Idul Fitri serta hari besar lainnya.
Disdikpora Gunungkidul pun membuka kemungkinan aktivitas pelajar di sekolah akan kembali normal pada 2 Juni mendatang.
"Namun demikian kami masih tetap melihat situasi dan terus melakukan evaluasi nantinya," kata Bahron.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Kisah Mahasiswi Asal Luwu Panjat Pohon di Atas Bukit Demi Cari Sinyal untuk Kuliah Online