Minggu, 5 Oktober 2025

Pembunuhan Hakim Jamaluddin

Kesaksian Ibunda Dua Terdakwa Pembunuh Hakim Jamaluddin

Rini Siregar adalah ibu kandung dari Jefri Pratama, yang juga merupakan ibu sambung Reza Fahlevi.

Editor: Hendra Gunawan
Alif Al Qadri Harahap/Tribun Medan
Saksi Rini Siregar, ibunda Jefri Pratama dan Reza Fahlevi, menangis histeris saat memberikan keterangan dalam kasus pembunuhan hakim Jamaluddin, di PN Medan, Jumat (8/5/2020). 

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sidang lanjutan pembunuhan hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jamaluddin, yang dilakukan oleh Zuraida Hanum (41), Muhammad Jefri Pratama (42), dan Muhammad Reza Fahlevi (29), menghadirkan saksi Rini Siregar.

Rini Siregar adalah ibu kandung dari Jefri Pratama, yang juga merupakan ibu sambung Reza Fahlevi.

Dalam penjelasannya, Rini tidak mengetahui bahwa anaknya terlibat dalam pembunuhan hakim Jamaluddin.

Baca: Ilmuwan Sebut Protein Corona Membuat Virus Ini Cerdas dan Minta Masyarakat Tidak Takut

Baca: Ultah ke-38, Gading Marten Dapat Kejutan dari Gempi dan Gisel

Baca: Ganjar Mukti Terkesan Saat Perkuat Persiraja Banda Aceh: Suporternya Sangat Bersahabat

"Saya tidak tahu Pak, saya tahu saat dia diangkat polisi, dan keretanya (sepeda motor) diangkat untuk dijadikan barang bukti," kata Rini Siregar di ruang Cakra VIII Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (8/5/2020) sore.

Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik kemudian menanyakan apakah mengetahui keterlibatan Reza karena ikut campurnya terdakwa Jefri.

Rini mengaku saat itu belum tahu. "Belum tahu, waktu itu masih Reza saja," katanya.

Erintuah pun menanyakan Rini pernah menanyakan kepada anaknya terkait motif pembunuhan tersebut.

"Tidak pak, saya tidak pernah nanya. Karena takut jadi beban sama dia. Jadi stres nanti dia," katanya.

Sementara itu, tim kuasa hukum terdakwa Jefri Pratama menanyakan tentang masa lalu Reza dan Jefri semasa sekolah.

"Apakah pernah waktu sekolah, Reza atau Jefri berkelahi semasa sekolah? Buat keributan atau sebagainya?" tanya penasihat hukum kepada Rini Siregar.

Mendengar pertanyaan itu, Rini tak tahan menahan air matanya.

"Anak saya, anak yang baek. Anak yang patuh," katanya sambil menangis histeris.

Hakim pun langsung mengambil alih sidang dan meminta penasihat hukum untuk tidak memberikan pertanyaan yang bisa membuat saksi histeris.

"Sudah-sudah, ganti pertanyaanmu," kata Hakim.

Usai menangis histeris, terpantau Rini Siregar tampak lebih sering melamun di ruang sidang.

Diketahui pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum, disebutkan perkara ini bermula dari hubungan rumah tangga terdakwa Zuraida Hanum dengan korban yang tidak akur.

Sehingga terdakwa sering memendam perasaan marah dan kecewa kepada korban.

Ketidakharmonisan hubungan rumah tangga tersebut juga diceritakan Zuraida kepada saksi Liber Junianto (sopir) di mana terdakwa mengatakan sudah lama memiliki niat untuk menghabisi korban karena kelakuannya.

Jaksa melanjutkan, pada sekitar tahun 2018 terdakwa berkenalan dengan saksi Jefri Pratama (berkas terpisah).

Karena pertemuan yang rutin dengan saksi Jefri, akhirnya Zuraida dan Jefri saling jatuh cinta.

Sekitar bulan November 2019, Zuraida menghubungi Jefri dan mengajak bertemu di Everyday Cafe di Jalan Ringroad Meda.

Lalu, Zuraida menceritakan masalah rumah tangganya.

Ia menyebut korban sering mengkhianatinya. Selain itu, kepada Jefri, Zuraida mengatakan agar mati saja karena sudah tidak sanggup hidup seperti itu.

"Lalu saksi Jefri menjawab “Ngapain kau yang mati, dia yang bejat, kok kau yang mati, dia lah yang harus mati. kemudian terdakwa Zuraida mengatakan kepada saksi “Iya memang saya sudah tidak sanggup, kalau bukan aku yang mati, dia yang harus mati," ucap Jaksa.

Kemudian setelah percakapan tersebut Jefri Pratama menjumpai Reza Fahlevi untuk melakukan aksi pembunuhan tersebut, dan menceritakan bahwa Zuraida Hanum sudah tidak tahan dan ingin menghabisi suaminya.

Setelah itu mereka bertiga berjanji untuk melakukan pertemuan di sebuah kafe di jalan Ngumban Surbakti Kota Medan untuk melakukan perencanaan pembunuhan.

Reza Fahlevi kemudian menanyakan kepada Zuraida mengenai rencana pembunuhan itu.

“Betul itu kak, nanti kakak cuma manfaati Bang Jefri aja, karena setahu aku Bang Jefri ini orangnya lurus, gak mau neko-neko dari dulu. Kakak serius gak nyuruh gitu?" tanya Reza kepada Zuraida.

"Iya serius. Memang rencana kami mau nikah sama bang Jefri, bukan main-main. Selama ini kakak udah enggak tahan, udah lama kakak pendam, udah cukup sakit hatilah," jawab Zuraida.

Kemudian Zuraida meyakinkan Reza dengan uang saratus juta.

“Reza memang betul mau bantuin bang Jefri sama kayak untuk bunuh suami kaka? Nanti kakak kasih uang seratus juta dan setelah itu nanti kita umrah," jawab Zuraida Hanum dan hal tersebut juga diiyakan oleh Jefri.

Setelah pertemuan tersebut, Zuraida Hanum memberikan uang sebesar Rp 2 juta untuk dibelikan baju, dan alat eksekusi.

Lanjut Jaksa, Setelah itu Zuraida mengarahkan para terdakwa untuk datang di rumahnya pada magrib, dan menunggu di loteng rumahnya.

"Nanti habis magrib jam tujuh aku jemput di depan Pajak Johor, terus habis itu kalian kubawa ke rumah, nanti sampai di rumah kalian di atas lantai tiga loteng aja," kata Zuraida

Kemudian JPU mengatakan bahwa Zuraida ingin membunuh suaminya seakan-akan mati karena sakit jantung.

"Nanti jam satu ku miscall baru kalian masuk eksekusi, kamar enggak aku kunci, terus kalian masuk, nanti kain sudah aku siapkan di atas pinggir tempat tidur. Nanti satu orang bekap pakai kain , satu orang lagi pegang tangan dan badan, dan nanti aku menahan kakinya, jadi kita buat seakan akan kematian itu dikarenakan sakit jantung," tambah JPU.

Zuraida kemudian mengecek apakah korban sudah tertidur. Setelah memastikan korban sedang tertidur, Zuraida langsung memiscall Jefri (kode untuk menyatakan bahwa korban sudah tertidur).

"Kemudian dari Lantai 3, Jefri dan Reza menuju kamar korban yang berada di lantai 2 dengan perlahan. Setibanya di Lantai 2 tepatnya di kamar korban, kemudian kedua terdakwa membuka pintu yang mana saat itu lampu kamar tidak hidup, dan pencahayaan kamar berasal dari TV yang masih menyala," kata JPU.

Setelah itu, Reza masuk ke dalam kamar sambil mengambil satu buah sarung bantal warna kuning kombinasi hijau yang sudah disiapkan Zuraida dan diletakkan di pinggir dekat dengan kaki korban.

Kemudian saksi Reza langsung mengambil posisi berdiri tepat berada di atas kepala korban sambil memegang kain sarung bantal.

Jefri mengambil posisi di sebelah kanan korban, yang mana posisi korban paling pinggir sebelah kiri dekat pintu dengan posisi tidur terlentang.

"Zuraida Hanum dalam posisi pura-pura tidur dan disampingnya ada Khanza (anak korban) dengan posisi tidur," kata JPU.

Kemudian Jefri langsung naik ke atas perut korban dengan posisi mengangkangi perut korban dan dengkul kanan kiri mengepit perut dan tangan korban. Jefri juga memegang kedua tangan korban.

Selanjutnya Reza membekap hidung dan mulut korban dengan menggunakan kain sarung bantal untuk menutupi mulut dan hidung korban.

Karena dekapan itu, korban sempat meronta dan membuat Reza semakin kuat mendekap korban, sementara itu Zuraida menekan kaki korban dengan menggunakan kakinya.

"Karena korban meronta-ronta, Khanza (anak korban dan Zuraida) terbangun. Namun saat itu Zuraida langsung menutupi waah anaknya menggunakan bed cover agar tidak dapat melihat kejadian tersebut dan menepuk-nepuk anaknya agar tertidur kembali," Jelas JPU.

Setelah lima menit dibekap oleh Reza, korban tidak bergerak.

Kemudian Reza memastikan korban sudah meninggal dengan memegang dada korban dan merasakan denyut jantung korban, apakah sudah tidak berdetak lagi.

"Setelah memastikan korban tidak bernyawa, Zuraida meminta terdakwa Jefri dan Reza untuk naik ke Lantai 3 menunggu perintah selanjutnya," kata JPU.

Terungkap juga, bahwa terdakwa Zuraida Hanum sempat tidur selama dua jam di samping mayat sang suami.

"Ia kembali tidur bersama dengan anaknya dan korban yang sudah meninggal dunia sampai dengan sekitar pukul 03.00 WIB. Lalu terdakwa memindahkan putrinya ke kamar Syakira (anak lainnya)," sebut JPU.

Setelah memindahkan anaknya, Zuraida Hanum naik ke lantai 3 dan mengajak kedua eksekutor, Jefri dan Reza Fahlevi turun masuk ke dalam kamar korban.

Karena melihat di hidung korban ada luka memar, akhirnya Zuraida memerintahkan agar mayat Jamaluddin dibuang ke jurang Berastagi atau Belawan dengan menggunakan mobil Prado BK 77 HD milik korban.

"Melihat kondisi korban terdapat memar, Jefri merasa khawatir sehingga berkata “Harus sekarang..nanti bahaya sama kami," kata JPU.

Namun Zuraida saat itu melarang karena korban tidak pernah keluar rumah pada jam segitu, sehingga Zuraida khawatir kalau security curiga.

"Kemudian Zuraida mengambil pakaian training olah raga Pengadilan Negeri Medan dari dalam lemari kamar korban karena pada saat itu hari Jumat," jelas JPU.

Zuraida Hanum menyuruh Reza untuk memakaikan baju olahraga. Sementara Zuraida memakaikan cincin, jam tangan, dan kalung korban.

Selanjutnya Jefri dan Reza diminta Zuraida untuk menunggu di kamar korban hingga pukul 04.00 WIB.

“Ketika sudah mencapai pukul 04.00 WIB, Zuraida bersama kedua terdakwa lainnya mengangkat mayat korban menuju ke lantai 1," kata JPU.

Mereka berbagi tugas, di mana Zuraida membuka pintu rumah dan memastikan agar tidak ada orang yang melihat, lalu membukakan pintu mobil. Kedua terdakwa lainnya mengangkat jasad korban dan memasukkannya ke dalam mobil.

"Sehingga ketiga terdakwa tersebut membuang mayat korban di perladangan kebun sawit milik Darman Sembiring di Dusun II Namo Bintang Desa Suka Dame Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang," kata JPU.

Karena perbuatan itu, ketiga terdakwa diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1,2 KUHP atau Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1,2 KUHP. (Alif Al Qadri Harahap)

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Ibunda Jefri dan Reza Histeris di Ruang Sidang Saat Bersaksi Kasus Pembunuhan Hakim Jamaluddin

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved