Kamis, 2 Oktober 2025

Petani Tembakau Temanggung Tolak Simplifikasi Cukai: ‎Kiamat Ekonomi Petani Tembakau

Ketua DPP Asosiasi Petani Tembakau (APTI)Agus Parmuji mengatakan bila simplifikasi cukai diterapkan, itu bisa menjadi kiamat ekonomi bagi para petani

Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Aktivitas petani tembakau di Training Farm PT Sadhana Arifnusa, mitra pemasok tembakau PT HM Sampoerna Tbk di Desa Puyung, Kecamatan Jonggat Loteng, Lombok Tengah, NTB, Kamis (7/9/2017). Program kemitraan ini diharapkan menjadi solusi atas salah satu permasalahan tembakau di Indonesia, yaitu belum maksimalnya serapan tembakau lokal. TRIBUNNEWS/HO 

TRIBUNNEWS.COM, TEMANGGUNG - ‎Para petani tembakau di Kabupaten Temanggung secara bulat kembali menyuarakan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk melakukan simplifikasi atau penyerdehanaan cukai rokok.

Ketua DPP Asosiasi Petani Tembakau (APTI), Agus Parmuji mengatakan bila simplifikasi cukai diterapkan, itu bisa menjadi kiamat ekonomi bagi para petani.

"Dengan simplifikasi, tentu yang diuntungkan adalah perusahaan rokok dengan brand internasional, di mana produk-produknya sangat-sangat sedikit menggunakan tembakau lokal hasil panen petani. ‎Bila itu diterapkan, bisa menjadi kiamat ekonomi bagi petani tembakau,‎" tuturnya, dalam forum diskusi di Kampoeng Sawah, Temanggung, Senin (2/9/2019).

Petani tembakau mitra dari PT HM Sampoerna Tbk sedang memanen tembakau di Desa Pijot Utara, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (7/9/2017). Program kemitraan Sampoerna kini juga telah diimplementasikan di beberapa daerah penghasil tembakau seperti Rembang, Wonogiri, Malang, Jember, Blitar dan Lumajang. Program ini diharapkan menjadi solusi atas salah satu permasalahan tembakau di Indonesia, yaitu belum maksimalnya serapan tembakau lokal. TRIBUNNEWS/HO
Petani tembakau mitra dari PT HM Sampoerna Tbk sedang memanen tembakau di Desa Pijot Utara, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (7/9/2017). Program kemitraan Sampoerna kini juga telah diimplementasikan di beberapa daerah penghasil tembakau seperti Rembang, Wonogiri, Malang, Jember, Blitar dan Lumajang. Program ini diharapkan menjadi solusi atas salah satu permasalahan tembakau di Indonesia, yaitu belum maksimalnya serapan tembakau lokal. TRIBUNNEWS/HO (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Hadir dalam diskusi terbatas tersebut, Pengamat Kebijakan terkait Pertanian cum Guru Besar Fakultas Pertanian Insitut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dwi Andreas Santosa dan Sekretaris II DPP APTI‎, Agus Setiawan.

Hadir pula perwakilan para petani tembakau di Temanggung.

Baca: Kandungan Tembakau Lokal Lebih Dipentingkan Ketimbang Penggabungan SPM dan SKM

Dituturkan, usulan simplifikasi cukai berdasar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 156/2018, memang sudah seyogyanya dihapuskan pemerintah.

‎Menurutnya, simplifikasi cukai, pula akan merugikan perusahaan-perusahaan rokok yang menjual produk-produk kretek.

Selama ini, kretek dikenal merupakan produk rokok asli Indonesia.

Ilustrasi/Petani tembakau.
Ilustrasi/Petani tembakau. (Tribunnews.com)

"Pabrik-pabrik rokok yang masih merah-putih, NKRI, akan digerus oleh perusahaan rokok asing atau yang telah dikuasai asing," tegasnya.‎‎

Alih-alih simplifikasi, APTI justru mendorong pemerintah untuk menerapkan disparitas cukai rokok, berdasarkan komponen muatan tembakau lokal dan impor.

Menurutnya, rokok berkonten lokal minim sudah selayaknya dikenakan cukai lebih tinggi.‎

"Ini demi kedaulatan tembakau nasional," ujarnya.‎‎

Parmuji menambahkan, saat ini saja posisi petani tembakau sudah tidak diuntungkan dalam hal pembatasan kuota import tembaku.

Baca: Usaha Petani Tembakau di NTB Dinilai Rentan Karena Menjamurnya Rokok Elektrik

Dituturkan,‎ pihak-pihak berwenang tak segera mengekskusi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 23/2019 tentang rekomendasi teknis impor tembakau, dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 84/2017 tentang ketentuan impor tembakau.

"Rekomendasi izin teknis impor tembakau (Permentan 23/2019) dan Permendag 84/2017 itu harus segera dilaksanakan, karena ini sudah musim panen tembakau."

"Kalau tak dilaksanakan, maka yang paling berdosa atas hancurnya ekonomi petani tembakau ini adalah kementrian pertanian dan kementrian perdagangan," tuturnya.

‎‎Ia mendesak pemerintah agar segera menerapkan Permentan 23/2019, guna melindungi petani tembakau.

"Di situ kan diatur, untuk bisa impor, harus serap tembakau lokal dua kali lipat dari kuota impor," katanya.

Sementara itu, Andreas, mengatakan sejatinya potensi ekonomi pertembakauan sangat menjanjikan.

Hanya, dalam beberapa waktu belakangan, pergeseran kebijakan membuat potensi ini sedikit bergeser.

"Dan yang paling tak diuntungkan dalam pergeseran ini adalah para petani," ujarnya.

Petani sedang memanen tembakau di perkebunan tembakau di Desa Citaman Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung
Petani sedang memanen tembakau di perkebunan tembakau di Desa Citaman Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung (Tribun Jabar/Mega Nugraha)

Dituturkan, saat ini kebutuhan bahan baku untuk ‎industri hasil tembakau (IHT) sekitar 330.000 ton tembakau kering.

Menurutnya, dari kebutuhan itu sekitar 30 - 50 persennya dipenuhi oleh impor.

Di sisi lain, produksi tembakau lokal di kisaran 200.000 ton tembakau kering. ‎

‎"Indonesia merupakan penghasil tembakau terbesar kelima di dunia. Nomor satu China, lalu India, Brasil, dan Amerika," ujarnya.

Lebih jauh, ia mengatakan, yang perlu diwaspadai adalah politik dagang internasional.

Menurutnya, politik dagang internasional akan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan petani.‎

‎"Perlu diingat, tak ada satupun kebijakan impor yang menguntungkan petani," urai Andreas.

Belakangan ini, tuturnya, Indonesia bekerjasama dengan India, soal ekspor hasil sawit.

Sebagai imbalan, Indonesia akan mengimpor daging kerbau dari India.

"Kalau tidak diproteksi, bisa-bisa nanti ke depan tembakau India juga akan membanjiri pasar Indonesia‎," ujarnya.

Andreas memandang pemerintah harus berani memberikan perlindungan atau proteksi maksimal kepada para petani, termasuk soal tembakau.

Meski, diakui, hal itu nanti berpotensi menghadapi gugatan oleh pihak atau negara lain. ‎

"Pasal nanti akan ribut-ribut dengan WTO (World Trade Organization, red), itu soal lain. Yang jelas, kita harus bermain cantik, untuk tetap memberi perlindungan kepada petani," katanya.‎

Diketahui, pemerintah berencana menerapkan simplifikasi cukai pada akhir 2019 ini.

Rencana ini mendapat penentangan dari berbagai pihak, termasuk dari Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri)‎. (yan)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Petani Tembakau Temanggung Kembali Tolak Simplifikasi Cukai: ‎Bila Diterapkan Kiamat Ekonomi Petani, https://jateng.tribunnews.com/2019/09/02/petani-tembakau-temanggung-kembali-tolak-simplifikasi-cukai-bila-diterapkan-kiamat-ekonomi-petani?page=all.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved