Komunitas Moge D'Raptor Brother, Masjid yang Sedang Direnovasi Menjadi Perhatian Saat Touring
Bersedekah di masjid dan musala sudah menjadi rutinitas dan aktivitas rutin yang dilakukan komunitas motor gede (moge) D'Raptor Brother.
TRIBUNNEWS.COM, PASURUAN - Bersedekah di masjid dan musala sudah menjadi rutinitas dan aktivitas rutin yang dilakukan komunitas motor gede (moge) D'Raptor Brother.
Komunitas moge ini memang tak biasa. Setiap kali touring dan kebetulan melewati masjid dan musala yang sedang direnovasi atau sedang dibangun, mereka membiasakan untuk berhenti dan membagikan rezekinya.
D'Raptor Brother adalah komunitas moge yang jumlah anggotanya lebih dari 500 orang dan tersebar di berbagai provinsi di Indonesia.
Di setiap provinsi, komunitas ini kerap touring bareng, umumnya tiga atau enam bulan sekali.
Tidak ada batasan usia dalam komunitas ini. Siapapun boleh bergabung. Perbedaan RAS, Agama dan Budaya bukan menjadi persoalan yang berarti.
Justru, perbedaan ini membuat mereka semakin erat dan menjadi satu keluarga yang sangat kuat.
Setiap kali touring, komunitas moge ini berbeda dengan komunitas lainnya. Tanpa ada sirine, dan tanpa ada pengawalan.
Mereka mengedepankan hak yang sama dalam berkendara. Tidak ada iring - iringan dan pengawalan, mereka hanya berkendara biasa laiknya pengendara pada umumnya.
Persyaratan khusus bergabung dalam komunitas ini adalah harus memiliki sepeda motor minimal berkapasitas 250 cc.
Motor tua atau anyar, tidak menjadi masalah, terpenting kapasitasnya 250 cc. Tidak boleh kurang dari itu.
VP D' Raptor Brother East Java Centerm Wahyu Budi Priyanto mengatakan, kegiatan touring bersama ini membawa misi kesadaran yang dimunculkan bersama.
Setiap perjalanan touring, komunitas ini tidak menginap di penginapan mewah. Tidak ada hotel bintang 5, yang ada hanya ada hotel bintang.
"Kalau bagi anggota kami, setiap touring kemanapun, Jogja, Bali, Lombok, dan beberapa daerah lainnya , kami tidak menginap di hotel berkelas."
"Kami menginap di masjid dan musala yang sedang direnovasi. Dan biasanya kami menyebut itu hotel bintang," katanya kepada Surya.
Alasan menyebut hotel bintang meski tidur di pelataran musala atau masjid, kata dia, karena saat tidur, yang dilihat pertama kali adalah langit - langit atap musala atau masjid.