Minggu, 5 Oktober 2025

Yonda Dijemput dari Lapas terkait Kasus Dugaan Pungli Terhadap Pengelola Water Sport

Kasus yang menyeret Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda memasuki babak baru.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Bali/I Dewa Made Satya Parama
Suasana proses penahanan I Made Wijaya alias Yonda beberapa waktu lalu. TRIBUN BALI/I DEWA MADE SATYA PARAMA 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Kasus yang menyeret Bendesa Adat Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda memasuki babak baru.

Yonda dijemput dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan, Kuta, Badung.

Yonda kembali menjalani pemeriksaan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungutan dengan pemerasan terselubung terhadap pengelola water sport di Tanjung Benoa, Kuta Selatan Badung, Jumat (26/1/2018).

Dalam pemeriksaan kedua tersebut, Yonda dicerca sekitar 103 pertanyaan oleh penyidik Subdit I Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali.

Sejauh ini, belum ada temuan terbaru dari penanganan kasus ini selain dana Rp 962 juta yang digunakan Yonda untuk membiayai perkara reklamasi liar yang juga menyeret namanya.

Sedangkan hasil pungutan liar yang dilakukan sejak Desember 2014 sampai Juni 2017 terkumpul dana Rp 5,6 miliar.

Baca: Bertemu 10 Tahun Lalu di Acara Sosialita, Dokter Sonia Sebut Rita Widyasari Sosok Perempuan Menarik

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Hengky Widjaja mengatakan, uang yang digunakan untuk biaya perkara memang sudah jelas lantaran pihaknya sudah mengantongi bukti tertulis.

"Penggunaan uang untuk biaya perkara itu jelas karena ada bukti tertulis, kalau penggunaan lainnya tidak jelas," jelasnya, Sabtu (27/1/2018).

Namun, ia memastikan pararem gali potensi wisata bahari yang dibuat Yonda selaku Bendesa Adat pada Maret 2015, digunakan untuk mengikat, mengatur, dan mewajibkan para pengusaha water sport membayar sejumlah uang.

Sehingga meski memberatkan, pengelola water sport dengan terpaksa mentaati agar tidak dikenakan sanksi.

Pungutan yang dilakukan merupakan hasil paruman.

Tapi Polda Bali tidak mempermasalahkan hasil paruman ataupun perarem.

Namun, jika ada penyalahgunaan wewenang apalagi menguntungkan diri sendiri maka sudah dianggap melawan hukum.

"Perarem hanya untuk melegalkan perbuatannya yang telah dilakukan sejak Desember 2014. Salah satu bentuk realisasi penggunaan uang tersebut adalah untuk membantu membiayai yang bersangkutan dalam perkara Reklamasi Gading Sari sebesar 962,5 juta," terangnya didampingi Kasubdit I Ditreskrimum Polda Bali, AKBP Tri Kuncoro.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved