Hari Pahlawan
Cerita Soegeng Boedhiarta Pejuang Warga Keturunan Memata-matai Gerak-gerik Belanda
Status kewarganegaraan Soegeng waktu itu masih menginduk orangtuanya, Tiongkok. Namun kecintaannya terhadap tanah kelahiran membuatnya rela mati.
Tahun 1948, di usianya yang ke 21 tahun, Soegeng bergabung dengan Polisi Keamanan Tentara Rakyat dengan pangkat sersan, sebelum berganti nama menjadi Corps Polisi Militer Djawa (CPMD).
Ia bertugas di Pos Rahasia (RHS) yang bermarkas di Kalibagor Banyumas.
"Komandan saya saat itu Sersan Mayor Agus Rusdan. Orang tua saya tidak tahu kalau saya masuk polisi tentara," katanya.
Tugas Soegeng strategis sekaligus berisiko karena harus menjalankan peran sebagai seorang intelijen.
Ia harus memata-matai gerak gerik tentara Belanda yang bermarkas di sekitar alun-alun Purwokerto.
Baca: Haji Lulung Dampingi Sang Menantu Faizal Syamsul Bahri Sosialisasi Calon Wali Kota Bandung
Soegeng wajib menyadap segala informasi dari pihak Belanda yang berkaitan dengan kepentingan bangsa Indonesia.
Di antara polisi tentara lainnya, Soegeng tentu paling potensial untuk menjalankan tugas itu.
Belanda tidak akan menaruh curiga terhadap lelaki bermata sipit karena dianggap warga asing.
Soegeng nyatanya mudah menjalin keakraban dengan para perwira dan serdadu Belanda.
Rumahnya yang berdekatan dengan markas Belanda di alun-alun Purwokerto membuatnya leluasa keluar masuk markas untuk membaur dengan tentara Belanda.
Kesempatan itu dimanfaatkan Soegeng untuk menyadap segala informasi yang dibutuhkan pemerintah Indonesia.
"Orang Belanda itu tahunya kan saya China. Dianggapnya saya tidak mungkin membela Indonesia," katanya.
Karena ulah Soegeng, strategi serangan Belanda kerap bocor.
Setiap berita yang diterimanya dari pihak Belanda selalu ia teruskan ke komandan Pos Rahasia Serma Agus Rusdan.