Minggu, 5 Oktober 2025

Usaha Genoil Antarkan Andi Hilmi ke Negeri Ratu Elisabeth

Usaha Genoil milik Hilmi adalah pengubahan minyak jalantah menjadi biodiesel.

Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-inlihat foto Usaha Genoil Antarkan Andi Hilmi ke Negeri Ratu Elisabeth
Tribun Timur/Fahrizal Syam
Andi Hilmi Mutawakkil, Chief Executive Officer (CEO) Genoil

Hingga akhirnya muncul ide pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel.

Biodiesel itu nantinya akan dijual ke nelayan, dan ia berpikir para preman dan mantan preman lah yang akan menjadi karyawannya.

Tak sekadar ide saja. Tahun 2012, Hilmi dibantu temannya mulai merancang pabriknya sendiri.

Dengan biaya seadanya dia membuat sebuah mesin pengolahan biodiesel sederhana dengan kapasitas 30 liter.

"Ilmu mengolah minyak jelantah menjadi biodiesel saya pelajari sendiri. Kebetulan memang waktu SMA saya ikut karya ilmiah remaja dan sering melakukan riset energi," ungkapnya.

Merasa usahanya memiliki potensi, Hilmi dan kawan-kawannya mencoba mengembangkan usahanya dengan pabrik pengolahan yang lebih besar, namun sayang mereka terkendala dana.

"Kami sudah minta bantuan dana ke mana-mana baik dari pemerintah kota atau daerah tapi tidak ada yang merespon, begitupun waktu mau pinjam di bank juga tidak dikasih" ujarnya.

Menggadaikan barang-barang menjadi langkah terkahir yang dilakukan Hilmi dan teman-temannya.

Motor, mobil, bahkan sertifikat tanah pun ia gadaikan hingga terkumpul uang sekitar Rp 360 juta yang kemudian ia pakai membuat pabrik biodiesel di Daya.

Pabrik yang didirikan tahun 2014 mereka rancang dan bamgun sendiri, dan kini mampu menghasilkan 400 liter biodiesel per hari.

Tak kurang dari 30 orang mantan preman ia rekrut menjadi karyawan. Para mantan preman ini bertugas mulai dari mengambil minyak jelantah di pabrik-pabrik pembuatan mie atau restoran, hingga mengoprasikan mesin biodiesel.

Meski dalam perjalanannya menemui banyak kendala, tapi Hilmi dan kawan-kawannya kini mampu memperoleh omset hingga Rp 170 juta rupiah per bulan.

"Banyak kesulitan yang kami dapatkan awalnya, salah satunya yaitu kesulitan mendistribusikan ke nelayan karena mereka masih sulit menerima sesuatu yang baru," ungkapnya.

Mahasiswa angkatan 2012 ini mengatakan, masalah utama yang dihadapi masyarakat saat ini adalah banyaknya mafia minyak.

"Di Makassar ada 17.600 liter minyak jelantah perhari yang berasal dari restotoran dan industri. Di sini para mafia bermain, mereka memperjual belikan minyak jelantah ini. Jika ini disalahgunakan, bisa dibayangkan dampak yg dirasakan masyarakat," tuturnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved