Pemenuhan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat Masih Jadi PR
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tengah mencari model dan mekanisme untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan permohonan tersebut.
“Diharap penanganan dan perlindungan terhadap saksi dan korban bisa lebih maksimal,” katanya.
Sedangkan Kasub Diseminasi HAM pada Kanwil Kemenkumham Jateng Siti Yulianingsih mengatakan, seluruh menteri/pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian, wajib melaksanakan Ranham sesuai tugas dan fungsi
masing-masing.
Begitu pula dengan gubernur, bupati/wali kota, yang melaksanakan Ranham dengan memerhatikan kondisi dan permasalahan di daerah.
“Ranham disusun sebagai pedoman pelaksanaan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, perlindungan HAM di Indonesia,” kata dia.
Sebelumnya, pada awal tahun 2015, LPSK telah merilis jumlah permohonan yang masuk pada 2014, di mana sepanjang tahun lalu terdapat 1.074 permohonan perlindungan.
Dari jumlah itu, sebanyak 981 permohonan telah dibahas dalam Rapat Paripurna LPSK. Hasilnya, sebanyak 685 permohonan diterima dan sisanya 296 kasus ditolak.
Provinsi Jawa Tengah dan Sumatera Barat menjadi asal pemohon yang paling mendominasi.
Khusus kasus pelanggaran HAM berat, datang dari pemohon korban pelanggaran HAM tahun 1965.
Kasus pelanggaran HAM menjadi yang terbanyak dengan 644 laporan, disusul trafficking 144 laporan, korupsi 43
laporan, kekerasan dalam rumah tangga 3 laporan, tindak pidana pencucian uang 1 laporan dan pidana umum 210 laporan, yang terdiri dari kasus individu, pemerkosaan, kekerasan kolektif dan aparat.