Sabtu, 4 Oktober 2025

Polisi Gadungan

Tukang Pijat Nyaru Polisi Murni Menipu

"Kalau sepatu, saya beli di pasar loak seharga Rp 5.000. Sepatu jelek dan sudah lecet-lecet, sampai rumah saya cat hitam," aku Kusnadi di Polrestabes

zoom-inlihat foto Tukang Pijat Nyaru Polisi Murni Menipu
Surya/fatkhul alami
Tersangka Kusnadi dengan pakaian polisi diperlihatkan polisi di Mapolresatabes Surabaya, Minggu (28/9/2014).

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA -  Ulah nyleneh dan berani dilakukan oleh Kusnadi (62).

Warga asal Menganti, Surabaya itu menyamar sebagai polisi dan melakukan penipuan di empat sekolah di Manukan, Surabaya.

Kusnadi yang sudah bercucu lima ini, menyamar sebagai anggota polisi Polrestabes Surabaya guna menjalankan aksinya menipu.

Dia juga mengeluarkan modal sebagai 'polisi' satuan Sabhara, yakni membeli pakaian polisi lengkap dengan atribut-atributnya.

Pakaian dan atribut dibeli Kusnadi di toko pakaian dekat Terminal Joyoboyo Wonokromo. Dia mengeluarkan Rp 200.000 guna mendapatkan pakaian warna coklat dan dan atributnya, termasung tanda pangkat aiptu.

"Kalau sepatu, saya beli di pasar loak seharga Rp 5.000. Sepatu jelek dan sudah lecet-lecet, sampai rumah saya cat hitam," aku Kusnadi di Polrestabes Surabaya, Minggu (28/9/2014).

Dengan modal baju polisi plus atribut, Kusnadi dengan percaya diri keluar rumah. Bapak tiga anak ini beraksi di Manukan pada April 2014 lalu.

Awalnya, dia ke warung-warung di wilayah Jl Tanjung Sari Manukan.

Tidak puas menyambangi warung-warung, Kusnadi mulai mendatangi sekolah-kelolah. Dia yang mengaku Aiptu Bambang mendatangi empat sekolah, yakni SDN VI Manukan, SD Muhammadiyah dan dua TK di Manukan.

Dengan pakaian polisi, Kusandi mendatangi empat sekolah dengan modus melakukan pembinaan dan informasi keamanan.

Dia memanfaatkan isu maraknya berita penculikan anak sebagai tumbal pembangunan jembatan Sidoarjo-Mojokerto. Harapannya, setelah melakukan informasi dan menghimbau supaya sekolah bersikap hati-hati, Kusnadi mendapat imbalan dari sekolah.

"Saya dapat Rp 100 ribu dari SDN 6 Manukan, kemudian di tiga sekolah lainnya masing-masing dikasih Rp 25 ribu," ucap Kusnadi yang sehari-harinya sebagai tukang pijat di kampunya.

Kusnadi sadar, perbuatanya itu penuh risiko jika diketahui. Bahkan, sang istri Klh sudah mengingatkan tapi tidak digubris.

Ia memanfaatkan isu penculikan anak, sehingga nekad keluar masuk sekolah di Manukan. Karena isu tersebut memang cukup marak dan jadi pembicaraan masyarakat saat ini.

"Pihak sekolah juga percaya saja saat saya datang dan ingin memberi informasi supaya hati-hati. Bahkan, Kepala SDN 6 browsing internet dan percaya ada berita penculikan," aku Kusnadi enteng.

Halaman
12
Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved