Minggu, 5 Oktober 2025

Tiga Ruang Kelas MI Cicangkanghilir Ambruk

Tiga ruang kelas Madrasah Ibtidaiyah (MI) Cicangkanghilir yang terletak di RT 02/01,

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Tiga Ruang Kelas MI Cicangkanghilir Ambruk
TRIBUNNEWS.COM/WAHYU AJI
Ilustrasi

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Zezen Zaenal

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG BARAT -- Tiga ruang kelas Madrasah Ibtidaiyah (MI) Cicangkanghilir yang terletak di RT 02/01, Kampung Pasirgempol, Desa Cicangkanghilir, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), ambruk. Beruntung tidak ada siswa atau pun guru yang menjadi korban dalam peritiwa tersebut karena tiga ruang kelas itu ambruknya pada malam hari.

Tiga ruang kelas di sekolah itu ambruk, Senin (17/12/2012) malam sekitar pukul 22.30. Ambruknya tiga ruang kelas itu diduga disebabkan akibat hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur kawasan Cipongkor dan sekitarnya sejak siang hingga malam hari.

"Alhamdulillah tidak ada korban karena tiga ruang kelas itu roboh sekitar pukul 22.30. Waktu itu memang daerah sini sedang diguyur hujan deras sejak siang," ujar Ketua Komite sekolah MI Cicangkanghilir tersebut saat ditemui di lokasi ambruknya sekolah itu.

Suara robohnya ketiga ruang kelas itu terdengar sangat keras. Bahkan saking kerasnya suara bangunan roboh tersebut, mampu membangunkan warga setempat yang rumahnya berada di sekitar sekolah yang tengah terlelap tidur.

"Kaget sekali, suaranya keras sekali. Saya kira suara apa. Warga yang lain juga langsung pada bangun dan datang ke lokasi sekolah," ungkap tokoh masyarakat Desa Cicangkanghilir tersebut.

Sofyan mengatakan sebenarnya tiga ruang kelas yang ambruk itu sudah tak digunakan sebagai ruang untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) para siswa di sekolah tersebut karena pihak sekolah mengkhawatirkan sewaktu-waktu ketiga bangunan itu akan roboh.

Selain fondasi dan kayu-kayunya yang sudah lapuk, setiap kali turun hujan dapat dipastikan air akan langsung mengalir deras ke dalam kelas karena banyak genting yang sudah bocor. Selain itu, atap ketiga ruang kelas yag ambruk itu memang sudah bolong- bolong dan menggelantung seperti hanya menunggu waktu untuk ambruk.

"Bangunannya memang sudah tua dan tiang-tiang serta kayunya terlihat sudah keropos. Ditambah tadi malam memang hujannya cukup deras. Untung saja sudah dikosongkan," tambah Sofyan.

Sebelum ambruk, ketiga ruang kelas itu memang hanya digunakan sebagai ruang perpustakaan. Sedangkan para siswa terpaksa belajar dengan menggunakan lima ruang tersisa dengan satu kelas digunakan secara bergiliran antara kelas 1 dan kelas 2. Sementara kantor dan ruang guru, menggunakan rumah milik Sofyan yang berada tak jauh dari lingkungan sekolah.

"Lemari dan ribuan koleksi buku serta buku-buku pelajaran siswa pun tertimbun material bangunan yang roboh itu," jelas pria yang juga salah seorang pendiri sekolah tersebut.

Keesokan harinya, ia bersama kepala sekolah serta 10 orang guru honorer di sekolah itu berusaha untuk mencari dan mengamankan sisa-sisa buku yang masih dapat dimanfaatkan siswa dari puing-puing sisa reruntuhan material bangunan yang ambruk. Bahkan para siswa MI Cicangkanghilir pun turut serta membantu mengumpulkan buku-buku yang masih dapat digunakan dan dibaca.

Ia mengisahkan, pihak sekolah dan komite bukannya tak pernah berusaha mencari sumber dana untuk memperbaiki tiga ruang kelas yang akhirnya ambruk itu. Mulai dari musrembang hingga pengajuan proposal setiap tahunnya yang dilayangkan kepada Kementrian Agama setempat. Namun, belum juga kesampaian, ketiga ruang kelas itu keburu ambruk.

"Kami tak miliki biaya untuk renovasi apalagi untuk membangun kembali. Setiap tahun kita ajukan proposal tapi hasilnya tetap nihil," tambah Sofyan.

Kepala Sekolah MI Cicangkanghilir, Sutiawan, menambahkan, pascaambruknya tiga ruang kelas, sebenarnya pihak sekolah masih memiliki lima ruang kelas. Namun dari lima ruang kelas yang tersisa, hanya dua ruang kelas yang masih layak digunakan untuk kegiatan belajar siswa. Ia mengaku tak mau ambil resiko dengan tetap menggunakan dua ruang kelas lainnya karena kondisinya yang sudah tua.

"Kami tidak mau membahayakan keselamatan siswa, sehingga dua ruang tak lagi digunakan karena kondisinya yang sangat mengkhawatirkan. Kalau ambruk lagi gimana," jelas Sutiawan.

Dua ruang kelas yang biasa digunakan siswa kelas 5 dan 6 itu kondisinya memang tak jauh dari tiga ruang kelas yang sudah lebih duluan ambruk. Selain tiang-tiang serta kayunya sudah keropos dimakan usia, kelas yang dibangun tahun 1975 itu pun sudah ditopang belasan kayu pada bagian atapnya karena sudah menggelayut seperti mau ambruk.

"Mungkin untuk sementara menggunakan rumah warga dulu. Mau gimana lagi, tidak ada ruangan kelas yang bisa digunakan lagi," ujar tenaga honorer yang telah mengabdi sejak 1989 di MI tersebut.

Tak hanya itu, sejak lama untuk kantor sekolah dan ruang guru pun terpaksa harus menumpang di rumah warga karena takada lagi ruangan kosong yang dapat digunakan. Bahkan, kata dia, di ruamh warga yang dipinjam jadi ruang guru itu tak ada meja atau pun kursi untuk duduk para guru.

"Kalau rapat sekolah kami hanya duduk bersila di karpet karena enggak ada meja dan kursi," tambahnya seraya mengatakan jika melihat jumlah siswa yang setiap tahunnya selalu membeludak, idealnya terdapat 12 ruangan termasuk untuk kantor, ruang guru dan perpustakaan.

Ia menambahkan sebelum tiga ruang kelas itu ambruk, kata dia, pihak sekolah terpaksa membatasi penerimaan siswa saat dibukanya pendaftaran siswa baru tahun lalu karena minimnya ruang kelas yang dimiliki sekolah tersebut. Padahal, kata dia, jumlah orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah itu sangat banyak. Terlebih, sekolah itu merupakan MI satu-satunya di Desa Cicangkanghilir.

"Kami sudah melaporkan ambruknya bangunan sekolah kami ke Kementerian Agama KBB. Mudah-mudahan segera ada realisasi dan segera dibangunkembali. Kasihan anak-anak," jelas dia.

Salah seorang orangtu siswa, Elih Nursa'adah (40) mengaku sangat khawatir ketika meninggalkan anaknya saat bersekolah. Pasalnya menurut dia, secara kasat mata saja kondisi bangunan tak layak dipakai untuk belajar.

"Langit-langit kelas anak saya saja sudah ditopang bambu karena khawatir akan ambruk. Mudah-mudahan segera dibangun lagi, jangan menunggu kelas lain ambruk lagi," kata Elih.

Dikatakannya, sejak awal anaknya bersekolah di MI tersebut hingga anaknya kini sudahduduk di kelas 4, sekali pun belum pernah ada perbaikan. Tidak hanya bagian atap kelas, dinding yang terbuat dari batako pun di beberapa bagian sudah bolong dengan tembok yang sudah terkelupas. Meja dan kursi pun tampak sudah reyot sehingga membuat para peserta didik menjadi tidak nyaman.

"Enggak enak, takut ambruk kelasnya. Kalau lagi belajar juga enggak tenang. Pengennya segera dibangun lagi sekolahnya," ujar seorang siswa, Dadan (10) dalam bahasa Sunda.

Kepala Kantor Kementrian Agama KBB, Imron Rosyadi mengaku pihaknya sudah mendengar kejadian tersebut. Namun, kata dia, pihaknya belum menerima laporan secara tertulis mengenai ambruknya tiga ruang kelas dari pihak sekolah.

"Kalau laporan tertulis belum kami terima. Harus ada laporan tertulisnya, sebab itu untuk bahan untuk laporan ke kanwil agar bisa segera ditangani," kata Imron saat dihubungi melalui ponselnya, semalam.

Ia berjanji, jika laporan tertulis daripihak sekolah telah diterima, ia akan langsung melaporkannya ke kanwil dan pusat agar segera ditangani dan terakomodir bantuan paling lambat tahun depan. Sebab menurut dia, untuk MI swasta itu penanganannya selain oleh Kemenag bisa juga oleh Pemda, dan juga peran serta masyarakat.

Baca juga:


Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved