Jelang Sidang Perdana Gugatan Churchill Mining
Sidang perdana arbitrase antara Pemerintah Indonesia menghadapi Churchill Mining Plc, perusahaan asal Inggris, di International Center For
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Sidang perdana arbitrase antara Pemerintah Indonesia menghadapi Churchill Mining Plc, perusahaan asal Inggris, di International Center For Settlement of Investment Disputes (ICSID) tinggal menunggu jadwal.
Pemerintah RI pun melakukan berbagai persiapan terkait dengan gugatan Churchill Mining terhadap Republik Indonesia senilai USD 2 miliar atau sekitar Rp 18 triliun, termasuk pendanaan.
Bupati Kutai Timur, Isran Noor, mengatakan saat ini para pihak sudah menunjuk arbiter. Sedangkan waktu dan pelaksanaan sidang perdana menunggu pengumuman dari ICSID.
Lantas, karena pihak Indonesia berposisi sebagai tergugat, apakah juga ikut menanggung biaya berperkara arbitrase di ICSID? Dan terkait biaya persiapan internal, seperti penunjukan arbiter dan konsolidasi, apakah bersumber dari APBN, APBD, atau sumber lainnya?
Menanggapi pertanyaan tersebut, Isran Noor hanya memberikan jawaban singkat, bahwa masing-masing pihak harus mengeluarkan biaya. "Sama-sama menanggung biaya keperluan seperti persidangan," katanya via pesan singkat.
Sedangkan merujuk pada Perpres 78 tahun 2012 tentang penunjukan tim kuasa hukum RI, sebagaimana dikutip dari website resmi Sekretariat Kabinet RI (www.setkab.go.id) disebutkan bahwa Tim Kuasa Hukum melaporkan pelaksanaan tugas dan wewenang kepada Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Tim Kuasa Hukum dibebankan kepada APBN. Belum diketahui apakah penunjukan Kutim sebagai penanggungjawab, beserta berbagai manuver hukumnya, juga akan ditanggung APBN atau justru berdampak pada penggunaan APBD Kutai Timur untuk berperkara.
Pasalnya antara Perpres tentang pembentukan kuasa hukum (Perpres 78/2012) dan Keputusan Presiden tentang penunjukan Pemkab Kutim sebagai penanggungjawab berperkara (Kepres Nomor 30 tahun 2012), sama-sama diterbitkan tanggal 22 September 2012.
Tim kuasa hukum Republik Indonesia (RI) telah resmi menunjuk arbiter asal Singapura, Michael Hwang, untuk mewakili Pemerintah Indonesia menghadapi Churchill Mining Plc, perusahaan asal Inggris, di International Center For Settlement of Investment Disputes (ICSID), terkait dengan gugatannya terhadap Republik Indonesia senilai USD 2 miliar atau sekitar Rp 18 triliun.
"Kemarin sudah disetujui arbiternya. Kita menunjuk Michael Hwang dari Singapura. Pihak Churchill menunjuk Albert Van Den Berg. Sedangkan ketua tribunalnya adalah Prof Gabriel Kaufmann," kata Isran, saat ditemui Tribun usai acara ramah tamah dengan KSAL TNI di kantor Bupati Kutim.
Michael Hwang adalah seorang arbiter dari Singapura. Pada tahun 1991, Michael pernah diangkat menjadi Komisioner Yudisial pada Supreme Court of Singapore. Setelah menyelesaikan masa jabatannya pada tahun 1992, Michael lalu diangkat sebagai salah satu penasihat senior pada tahun 1997. Kemudian ia menjadi Presiden Law Society of Singapore.
Adapun terkait jadwal, sampai saat ini ICSID belum menentukan apakah sidang perdana akan digelar di Singapura, Washington, atau Paris. "Kita mencoba mengusulkan di Singapura," katanya.
Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah menunjuk Pemkab Kutim untuk menjadi pihak dalam proses arbritase yang dilakukan ICSID. Hal ini tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2012 yang diterbitkan 22 September 2012.
"Kita yang diberikan tanggungjawab penuh untuk menghadapi gugatan. Itu lebih bagus, karena saya jadi lebih bebas. Meskipun demikian Kejaksaan Agung dan Kemenkumham RI tetap menjadi leading institusi," kata Isran.