Kejaksaan “Cuci Tangan” Soal Eksekusi Zain Katoe
Pasalnya, pihak Kejati dan Kejari mulai saling lempar tanggungjawab
Laporan Wartawan Tribun Timur Rudhy
TRIBUNNEWS.COM MAKASSAR,– Status Wali Kota Parepare non aktif Zain Katoe menjadi persoalan utama antara dua intitusi penegakan hukum yaitu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel dan Kejari Makassar.
Pasalnya, pihak Kejati dan Kejari mulai saling lempar tanggungjawab bahkan patalnya dikabarkan saling “cuci tangan” perihal eksekusi Zain Katoe yang telah mendapatkan kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) 2011 lalu.
Zain Katoe adalah terpidana korupsi penyertaan modal untuk pengadaan barang di Holding Company PT Pares Bandar Madani (PBM) yang merugikan negara senilai Rp 1,5 miliar dengan menggunakan APBD 2004 silam.
Asiste Pidana Khusus Kejati Sulsel Chaerul Amir yang dikonfirmasi menyangkut perkembangan kasus yang membelit Ketua DPD Golkar Parepare ini. mengatakan, menyangkut kasus itu hal tersebut menjadi tanggugnjawab penuh pihak Kejari Makassar, bukan pihak Kejati Sulsel.
“Soal kasus Zain Katoe itu menjadi wewenangan Kejari Makassar,” tegas Chaerul kepada Tribun, Selasa (7/8).
Berdasarkan penelusuran Tribun, hingga saat ini, antara pihak Kejati dan Kejari, belum juga melakukan tindakan tegas untuk mengeksekusi mantan orang nomor satu di Kota Parepare yang dikenal kota Pares Bandar Madani.
Sementara Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Makassar Joko Budi Darmawan yang dmintai tanggapannya secara terpisah, malah balik menuding jika kasus ini menjadi kewenangan pihak Kejati Sulsel.
“Soal eksekusi memang itu menjadi kewengan Kejari Makassar, namun karena adanya keberatan dari kuasan hukum terdakwa. Maka kami meminta petunjuk dari Kejati Sulsel,” tegas Joko mengaku Zain Katoe bisa dieksekusi.
Kendati demikian, mantan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Pangkep, mengaku tetap berhati-hati dalam rencana melakukan eksekusi kepada terpidana korupsi ini, karena dalam putusan kasasi Zain Katoe MA tidak mencantumkan perintah penahanan.
“Inilah yang menjadi kontroversi kejaksaan, karena tidak dicantumkan pasal 197 ayat 2 KUHP tentang syarat sah melakukan penahanan, ” terang Joko.
Diketahui, surat putusan memori kasasi terdakwa yang ditolak pihak Mahkamah Agung (MA) 2011 lalu dengan menguatkan vonis terdakwa selama satu tahun penjara berdasarkan putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Sulsel tidak mencantumkan perintah masuk atau penahanan.
Berdasarkan sumber Tribun dari kejaksaan, Chaerul Amir, saat ini tengah berada di Kejagung RI untuk konsultasi menyangkut beberapa kasus korupsi di Sulsel khususnya kasus yang menjerat Zain Katoe.
“Dengar-dengar keberangkatan Pak Chaerul itu tidak hanya konsultasi menyangkut kasus dugaan korupsi yang tengah di tangani Kejati Sulsel. termasuk juga kasus Zain Katoe yang hingga sekarang belum bisa dieksekusi,” terang sumber Tribun mengaku kejaksaan masih menunggu fatwa dari Kejagung dan ahli hukum lainnya.
Salinan putusan kasasi terdakwa diterima pihak Kejati Sulsel beberapa waktu lalu,. dan sebelumnya terdakwa sudah dua kali dilakukan pemanggilan. Namun terdakwa tetap mangkir dari panggilan penyidik karena dikawatirkan ditahan.
Disisi lain penasehat hukum terdakwa yakni Faisal Silenang membenarkan pihaknya telah memasukkan surat penolakan perintah eksekusi kejaksaan terhadap kliennya.
“Yang jelas kami menolak adanya eksekusi karena dalam salinan putusan kasasinya tidak ada perintah masuk,” ujar Faisal
Diketahui, Zain Katoe divonis pidana penjara selama satu tahun oleh pihak Pengadilan Negeri Makassar Juni 2010 lalu yang diketuai Lambertus Limbong.
Selain hukuman badan terdakwa juga dikenakan pembayaran denda senilai Rp 100 juta subsidair dua bulan kurungan penjara sebagai pengganti denda jika terdakwa tidak mampu melunasi.
Putusan terdakwa pun kemudian dikuatkan di PT Sulsel saat terdakwa melalui pengacaranya mengajukan proses banding.
Dalam kasus yang tersebut, terdakwa dijerat Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 KUHPidana.
Selain Zain Katoe yang divonis satu tahun penjara, dua terdakwa lainnya yakni Direktur PT PBM Fres Lande dan mantan Kabag Pemerintahan dan Ekonomi Pemkot Parepare Umar Usman juga ikut terseret dalam kasus tersebut.
Khusus untuk Fres Lande, Ia divonis 3 tahun penjara denda Rp 150 juta subsidair dua bulan penjara. Ia pun juga dikenakan untuk melakukan ganti rugi senilai Rp 1,1 miliar. Sementara Umar Usman divonis satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta. (Rud)
Baca Juga :
- Sendok Makan Tengarai Aksi Adi 9 menit lalu
- Bank Jatim Digugat Karyawannya Rp 1,143 Miliar 1 jam lalu
- Penukaran Uang di BI Lampung Capai Rp 18 M 1 jam lalu
- Anggota Dewan Dapat Rp 700 ribu Per Hari 1 jam lalu
- Petani Lamongan Usir Wereng dengan Asap 1 jam lalu