Pendidikan Profesi Guru
5 Contoh Studi Kasus PPG 2025 Masalah Strategi Pembelajaran Maksimal 600 Kata sebagai Referensi
contoh studi kasus PPG 2025 masalah Strategi Pembelajaran maksimal 600 kata sebagai referensi untuk guru SD, SMP, SMA saat mengikuti UKPPPG tahap 2.
TRIBUNNEWS.COM - Contoh studi kasus Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2025 masalah Strategi Pembelajaran bisa menjadi referensi bapak/ibu guru saat mengikuti Uji Kompetensi Peserta PPG (UKPPPG).
Saat UKPPPG yang saat ini tengah berjalan, bapak/ibu guru peserta PPG bagi Guru Tertentu Tahun 2025 tahap 2 akan diminta membuat studi kasus sebanyak minimal 350 kata dan maksimal 600 kata dengan empat pilihan masalah, salah satunya masalah Strategi Pembelajaran.
Menurut channel YouTube Pak Guru Wali, masalah Strategi Pembelajaran muncul ketika guru belum mampu menyesuaikan metode dengan kondisi kelas.
Misalnya, guru terlalu dominan ceramah, siswa kurang dilibatkan, atau tidak semua siswa aktif dalam diskusi kelompok. Hal ini membuat proses belajar kurang interaktif dan hasil belajar tidak maksimal.
Studi kasus PPG 2025 masalah Strategi Pembelajaran harus berdasarkan pengalaman bapak/ibu guru selama mengajar di kelas dan menjawab empat pertanyaan utama yaitu:
- Deskripsikan strategi pembelajaran yang Bapak/Ibu gunakan sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
- Bagaimana merancang strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan dan kondisi siswa?
- Bagaimana respons peserta didik terhadap strategi pembelajaran yang digunakan?
- Apa pengalaman berharga yang bisa dipetik?
Inilah contoh studi kasus PPG 2025 masalah Strategi Pembelajaran minimal 350 kata dan maksimal 600 kata sebagai referensi untuk guru SD, SMP, SMA peserta PPG Guru Tertentu Tahun 2025 tahap 2 yang mengikuti UKPPPG, dikutip dari berbagai sumber dan hasil olah AI:
A. Contoh Studi Kasus PPG 2025 Masalah Strategi Pembelajaran
1. Deskripsikan strategi pembelajaran yang Bapak/Ibu gunakan sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
Sebagai guru kelas 2 SD, saya menerapkan strategi pembelajaran kooperatif sederhana berbasis diskusi kelompok kecil dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada topik "Mengenal dan Menyusun Kalimat Sederhana".
Strategi ini dipilih karena siswa kelas 2 umumnya masih berada dalam tahap perkembangan sosial dan bahasa yang sedang berkembang, sehingga kegiatan belajar bersama dapat mendukung kemampuan berkomunikasi dan kerja sama mereka.
Tujuan pembelajaran adalah agar siswa mampu menyusun kalimat sederhana berdasarkan gambar atau kata kunci. Dalam pelaksanaannya, siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–5 orang untuk mendiskusikan dan menyusun kalimat dari gambar yang disediakan oleh guru.
Baca juga: 5 Contoh Studi Kasus Penilaian PPG 2025 Minimal 350 Kata sebagai Referensi
2. Bagaimana merancang strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan dan kondisi siswa?
Dalam merancang strategi pembelajaran, saya terlebih dahulu menganalisis tujuan yang ingin dicapai, yaitu keterampilan menyusun kalimat sederhana. Saya kemudian mempertimbangkan karakteristik siswa kelas rendah yang cenderung mudah bosan jika pembelajaran dilakukan secara satu arah.
Oleh karena itu, saya memilih pendekatan aktif melalui diskusi kelompok kecil yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berbicara, mendengarkan, dan bekerja sama. Saya juga menyiapkan panduan pertanyaan sederhana dan alat bantu berupa gambar serta kartu kata untuk memfasilitasi kegiatan diskusi.
Guru berperan sebagai fasilitator yang mendampingi kelompok, memastikan bahwa semua siswa berpartisipasi, dan memberikan dukungan jika terdapat kelompok yang mengalami kesulitan.
3. Bagaimana respons peserta didik terhadap strategi pembelajaran yang digunakan?
Respons peserta didik terhadap strategi ini cukup positif. Siswa terlihat lebih aktif dan bersemangat saat bekerja dalam kelompok. Mereka saling berdiskusi untuk menyusun kalimat dan menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi.Beberapa siswa yang biasanya pasif dalam kegiatan individu menjadi lebih berani mengemukakan pendapat dalam kelompok kecil.
Namun demikian, saya juga menemukan tantangan, yaitu tidak semua kelompok dapat bekerja sama secara seimbang. Dalam beberapa kelompok, terdapat siswa yang mendominasi, sementara yang lain cenderung mengikuti tanpa berkontribusi. Selain itu, beberapa siswa masih memerlukan waktu lebih untuk memahami struktur kalimat, sehingga strategi ini membutuhkan pengelolaan waktu dan pendampingan yang cukup intensif.
4. Apa pengalaman berharga yang bisa dipetik?
Pengalaman ini memberikan pelajaran penting bahwa strategi pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan partisipasi dan kemampuan berbahasa siswa secara signifikan. Pembelajaran kooperatif sederhana ternyata efektif dalam membangun keterampilan sosial, mendukung perkembangan bahasa, serta memupuk rasa percaya diri siswa.
Namun, strategi ini juga menuntut perencanaan yang matang, termasuk pengelompokan siswa yang seimbang dan pendampingan yang intensif agar semua siswa terlibat aktif. Saya menyadari bahwa guru perlu fleksibel dan reflektif dalam mengevaluasi strategi yang digunakan, serta terus menyesuaikannya dengan dinamika kelas.
Ke depan, saya berencana mengembangkan strategi pembelajaran kooperatif yang lebih bervariasi dan terstruktur agar semakin efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas rendah.
B. Contoh Studi Kasus PPG 2025 Masalah Strategi Pembelajaran
Latar Belakang Masalah
Sebagai guru kelas 3 SD, saya menghadapi kendala dalam mengajarkan materi bangun datar. Banyak siswa kesulitan memahami konsep dasar seperti jumlah sisi, sudut, dan bentuk-bentuk bangun datar yang berbeda (seperti segitiga, persegi, dan persegi panjang). Metode ceramah yang saya gunakan sebelumnya terbukti tidak efektif; siswa cepat bosan dan kurang terlibat.
Saat saya meminta mereka menggambar bangun datar, hasilnya tidak akurat. Saya menyadari bahwa pendekatan yang terlalu abstrak membuat mereka bingung. Saya perlu mengubah strategi agar pembelajaran menjadi lebih konkret dan relevan dengan dunia mereka.
1. Deskripsikan strategi pembelajaran yang Bapak/Ibu gunakan sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
Saya memutuskan untuk menggunakan strategi pembelajaran berbasis proyek dan pendekatan konkret untuk materi bangun datar. Strategi ini saya terapkan dalam tiga tahap:
Pendekatan Konkret: Saya memulai dengan meminta siswa membawa benda-benda di sekitar mereka yang berbentuk bangun datar, seperti buku (persegi panjang), koin (lingkaran), atau penggaris segitiga. Kami bersama-sama mengidentifikasi dan mengelompokkan benda-benda tersebut.
Aktivitas Kooperatif: Saya membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok diberi tugas untuk "menjelajahi" sekolah dan mencari benda-benda yang menyerupai bangun datar. Mereka mencatat dan menggambar temuan mereka. Kegiatan ini mendorong kolaborasi dan pengamatan langsung.
Proyek Sederhana: Sebagai puncak dari pembelajaran, saya menugaskan setiap kelompok untuk membuat sebuah model "rumah" dari berbagai bangun datar yang terbuat dari kertas karton atau stik es krim. Proyek ini mengharuskan mereka untuk mengaplikasikan pemahaman tentang sisi, sudut, dan bentuk bangun datar secara nyata.
2. Bagaimana merancang strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan dan kondisi siswa?
Perancangan strategi ini saya sesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kondisi siswa kelas 3. Tujuan saya adalah agar siswa tidak hanya menghafal nama-nama bangun datar, tetapi juga memahami karakteristiknya dan mampu mengaplikasikannya dalam konteks nyata.
- Tujuan dan Karakteristik Siswa: Siswa kelas 3 masih berada dalam tahap berpikir konkret. Mereka belajar paling efektif melalui pengalaman langsung (kinestetik) dan visual. Oleh karena itu, saya merancang kegiatan yang minim ceramah dan lebih banyak melibatkan praktik, diskusi, serta kerja kelompok.
- Materi dan Media Pembelajaran: Materi bangun datar yang abstrak saya ubah menjadi aktivitas yang menyenangkan. Saya menggunakan media sederhana seperti benda-benda di kelas, kertas karton, gunting, dan lem. Saya juga menyiapkan lembar kerja yang berisi tugas-tugas visual sederhana, seperti mencocokkan benda dengan bentuk bangun datar yang sesuai.
- Penguatan Konsep: Selama proses proyek, saya berkeliling untuk membimbing setiap kelompok. Saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan pancingan, seperti "Ada berapa sisi pada segitiga ini?" atau "Sudut mana yang paling besar di persegi ini?" Tujuannya adalah untuk memperkuat pemahaman mereka secara individu dan kelompok, bukan hanya melalui ceramah satu arah.
3. Bagaimana respons peserta didik terhadap strategi pembelajaran yang digunakan?
Respons peserta didik sangat luar biasa positif. Mereka terlihat antusias dan aktif terlibat dalam setiap tahapan. Mereka tidak lagi duduk diam di tempat duduk, melainkan bergerak dan berinteraksi. Saat melakukan "ekspedisi" mencari bangun datar di sekolah, mereka sangat bersemangat.
Selama pengerjaan proyek, saya melihat mereka berdiskusi, berkolaborasi, dan saling membantu. Siswa yang awalnya pasif menjadi lebih berani menyampaikan ide. Hasilnya, model-model rumah yang mereka buat sangat beragam dan kreatif. Mereka bisa dengan bangga menjelaskan mengapa mereka menggunakan bangun datar tertentu untuk atap atau dinding rumah mereka.
4. Apa pengalaman berharga yang bisa dipetik?
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa seorang guru harus fleksibel dan inovatif. Metode pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan kognitif siswa. Pendekatan konkret dan pembelajaran berbasis proyek sangat efektif untuk siswa kelas 3 karena memungkinkan mereka belajar sambil bermain dan menciptakan sesuatu.
Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman akademis mereka, tetapi juga melatih keterampilan sosial seperti kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah. Menyenangkan melihat bagaimana siswa yang awalnya kesulitan bisa menjadi begitu percaya diri saat mereka berhasil menyelesaikan proyeknya.
C. Contoh Studi Kasus PPG 2025 Masalah Strategi Pembelajaran
1. Deskripsikan strategi pembelajaran yang Bapak/Ibu gunakan sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila kelas IX dengan materi Kebhinekaan dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika, strategi yang saya gunakan pada awalnya adalah ceramah dan tanya jawab. Saya menjelaskan konsep dasar mengenai keragaman suku, budaya, agama, serta pentingnya menjaga persatuan.
Tujuannya agar siswa memahami makna kebhinekaan secara konseptual. Namun, dalam praktiknya saya terlalu dominan berbicara, sementara siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Keterlibatan mereka masih terbatas, hanya beberapa siswa yang aktif bertanya, sedangkan sebagian lainnya terlihat pasif. Akibatnya, proses belajar terasa monoton dan hasil belajar belum optimal, terutama dalam aspek sikap menghargai perbedaan.
2. Bagaimana merancang strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan dan kondisi siswa?
Menyadari kondisi tersebut, saya kemudian merancang strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakter siswa SMP yang cenderung aktif serta senang bekerja sama. Saya memilih model Cooperative Learning tipe Jigsaw.
Pada pertemuan berikutnya, saya membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok mendapat bagian materi berbeda, misalnya tentang keragaman agama, budaya, bahasa, atau adat istiadat. Setelah itu, siswa yang mempelajari topik sama berkumpul dalam kelompok ahli untuk mendalami materi, kemudian kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan kepada teman-temannya.
Dengan strategi ini, siswa dilatih menjadi “guru” bagi teman sebaya, sehingga mereka terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Saya hanya bertindak sebagai fasilitator yang mengarahkan jalannya diskusi, memberikan penguatan, serta meluruskan pemahaman yang keliru. Tujuan pembelajaran tercapai bukan hanya melalui pemahaman kognitif, tetapi juga melalui pengalaman belajar yang kolaboratif dan interaktif.
3. Bagaimana respons peserta didik terhadap strategi pembelajaran yang digunakan?
Respons siswa terhadap strategi Jigsaw sangat positif. Mereka tampak lebih antusias karena merasa memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan materi kepada kelompoknya. Siswa yang sebelumnya pasif menjadi lebih percaya diri ketika mendapat giliran menyampaikan hasil diskusi.
Suasana kelas menjadi lebih hidup, penuh diskusi, dan interaksi dua arah. Siswa juga lebih mudah memahami materi karena dijelaskan dengan bahasa teman sebaya yang sederhana. Selain itu, nilai kebersamaan dan toleransi terlihat jelas ketika mereka saling membantu menjelaskan materi dan menghargai perbedaan pendapat.
4. Apa pengalaman berharga yang bisa dipetik?
Pengalaman berharga yang saya peroleh adalah pentingnya menyesuaikan strategi pembelajaran dengan karakteristik siswa. Ceramah memang bermanfaat untuk memberikan gambaran awal, tetapi tidak cukup untuk membentuk pemahaman yang mendalam maupun sikap yang diharapkan.
Dengan menerapkan strategi Cooperative Learning, saya menyadari bahwa pembelajaran Pendidikan Pancasila sebaiknya menekankan pada pengalaman nyata siswa dalam bekerja sama, berdiskusi, dan menghargai perbedaan. Hal ini sejalan dengan tujuan mata pelajaran, yaitu membentuk peserta didik yang berkarakter Pancasila.
Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa guru bukan hanya penyampai informasi, melainkan fasilitator yang menciptakan suasana belajar aktif, interaktif, dan bermakna. Strategi yang tepat mampu menghidupkan kelas, menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa, serta meningkatkan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
D. Contoh Studi Kasus PPG 2025 Masalah Strategi Pembelajaran
1. Deskripsikan strategi pembelajaran yang Bapak/Ibu gunakan sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
Pada pembelajaran Pendidikan Pancasila kelas XI dengan materi Peran Siswa dalam Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa, strategi awal yang saya gunakan adalah ceramah dipadukan dengan tanya jawab. Saya memaparkan pentingnya sikap toleransi, kerja sama, dan menghargai perbedaan.
Tujuannya agar siswa memahami nilai persatuan dalam kehidupan berbangsa. Namun, strategi ini menjadikan saya terlalu dominan dalam kegiatan belajar, sedangkan siswa cenderung pasif. Hanya segelintir siswa yang merespons pertanyaan, sementara yang lain lebih banyak diam atau sekadar mencatat. Akibatnya, suasana kelas terasa monoton dan siswa kurang menunjukkan keterlibatan emosional maupun sikap nyata terhadap nilai persatuan yang sedang dipelajari.
2. Bagaimana merancang strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan dan kondisi siswa?
Menyadari hal tersebut, saya merancang strategi pembelajaran yang lebih partisipatif. Saya memilih model Project Based Learning (PjBL).
Dalam perencanaan, saya membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dan memberikan proyek berupa pembuatan video kampanye toleransi atau poster digital tentang pentingnya menjaga persatuan di tengah keberagaman. Proyek ini dipilih karena sesuai dengan karakter siswa SMA yang dekat dengan teknologi dan media sosial, sehingga mereka lebih termotivasi.
Tahapan PjBL dimulai dari penentuan masalah (isu intoleransi di lingkungan sekitar), perancangan ide proyek, pelaksanaan pembuatan produk, presentasi hasil, hingga refleksi bersama. Saya menyiapkan rubrik penilaian yang mencakup aspek kreativitas, kerjasama, kedalaman pesan yang disampaikan, dan relevansi dengan nilai Pancasila. Dengan strategi ini, siswa bukan hanya memahami konsep, tetapi juga berlatih menginternalisasi nilai persatuan melalui karya nyata.
3. Bagaimana respons peserta didik terhadap strategi pembelajaran yang digunakan?
Respons siswa terhadap strategi pembelajaran berbasis proyek sangat positif. Mereka terlihat lebih antusias, kreatif, dan termotivasi karena merasa memiliki kebebasan berkreasi. Siswa yang biasanya pasif dalam diskusi menjadi aktif ketika membuat konten video atau desain poster.
Diskusi kelompok berlangsung dinamis, dan siswa menunjukkan kemampuan berkolaborasi dengan baik. Saat mempresentasikan hasil karyanya, mereka tampak percaya diri dan bangga karena mendapat apresiasi dari teman-teman sekelas.
Selain itu, siswa merasa pembelajaran lebih bermakna karena terkait dengan realitas kehidupan mereka. Banyak di antara mereka yang menyatakan bahwa proyek ini membuat mereka lebih memahami pentingnya toleransi dan persatuan, bukan hanya sebagai teori, tetapi sebagai sikap yang perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Apa pengalaman berharga yang bisa dipetik?
Pengalaman berharga yang saya peroleh adalah bahwa strategi pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan motivasi, kreativitas, dan penghayatan siswa terhadap nilai-nilai Pancasila. Saya menyadari bahwa guru tidak cukup hanya menjelaskan materi, tetapi harus menghadirkan pengalaman belajar yang kontekstual, menantang, dan relevan dengan kehidupan peserta didik.
Melalui Project Based Learning, siswa dapat mengembangkan keterampilan abad 21, seperti berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkreasi. Lebih dari itu, mereka belajar untuk menginternalisasi nilai persatuan dengan cara yang lebih nyata dan menyenangkan. Bagi saya, pengalaman ini menjadi pelajaran penting bahwa strategi pembelajaran harus selalu disesuaikan dengan karakteristik siswa, tujuan pembelajaran, serta tuntutan zaman.
E. Contoh Studi Kasus PPG 2025 Masalah Strategi Pembelajaran
Saat mengajarkan materi pecahan sederhana, saya awalnya menggunakan metode ceramah dan latihan soal di papan tulis. Saya menjelaskan konsep pecahan, memberi contoh, lalu meminta siswa mengerjakan soal.
Namun, sebagian besar siswa hanya mendengar tanpa benar-benar memahami. Diskusi kelompok pun tidak berjalan maksimal karena hanya beberapa siswa yang aktif. Akibatnya, tujuan pembelajaran—siswa mampu membandingkan dan menyederhanakan pecahan—belum tercapai.
1. Deskripsikan strategi pembelajaran yang Bapak/Ibu gunakan sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
Melihat kondisi tersebut, saya mengubah strategi menjadi pembelajaran berbasis aktivitas dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Saya menyiapkan media konkret berupa potongan kertas berbentuk lingkaran dan persegi yang dapat dibagi menjadi bagian-bagian pecahan. Siswa diminta membagi kertas sesuai instruksi untuk memvisualisasikan perbandingan pecahan.
2. Bagaimana merancang strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan dan kondisi siswa?
Perancangan saya sesuaikan dengan keragaman kemampuan siswa. Saya membuat kelompok heterogen agar siswa yang cepat memahami dapat membantu temannya. Lembar aktivitas berisi langkah sederhana: membagi kertas, menempelkan hasilnya, lalu membandingkan pecahan. Saya juga menyiapkan pertanyaan pemantik seperti “Mana yang lebih besar: 1/2 atau 1/3?” untuk mendorong diskusi.
3. Bagaimana respons peserta didik terhadap strategi pembelajaran yang digunakan?
Respons siswa sangat positif. Mereka antusias membagi kertas, berdiskusi, dan mencoba memberikan contoh pecahan dari kehidupan sehari-hari, seperti membagi kue atau buah. Siswa yang biasanya pasif ikut aktif karena memiliki benda konkret yang dapat disentuh dan dimainkan.
4. Apa pengalaman berharga yang bisa dipetik?
Saya belajar bahwa strategi pembelajaran harus fleksibel dan sesuai kondisi kelas. Metode ceramah saja tidak cukup untuk anak sekolah dasar yang membutuhkan aktivitas nyata. Pendekatan berbasis aktivitas membuat pembelajaran lebih menyenangkan, interaktif, dan bermakna, sekaligus memperkuat keterampilan sosial siswa melalui kerja kelompok.
*) Disclaimer:
- Contoh studi kasus PPG 2025 masalah Strategi Pembelajaran dalam artikel ini hanya sebagai referensi bagi guru yang mengikuti bagi Guru Tertentu dalam UKPPPG 2025.
- Beberapa studi kasus PPG 2025 merupakan hasil olah AI, sehingga bapak/ibu guru perlu melakukan modifikasi.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)
Sumber: TribunSolo.com
Pendidikan Profesi Guru
Contoh Tugas Akhir Modul Pengembangan Perangkat Pembelajaran, PPG PAI Kemenag 2025 |
---|
6 Contoh Tugas Refleksi Modul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Topik 1-8 PPG Kemenag 2025 |
---|
7 Contoh Tugas Mandiri Modul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Topik 1-8 PPG Kemenag 2025 |
---|
Lapor Diri di LPTK untuk PPG Guru Tertentu Tahap 3 Bisa Dilakukan sampai Kapan? Simak Tata Caranya |
---|
PPG bagi Guru Tertentu Tahap 3 2025 Dibuka, Kuota 155.652 Peserta, Cek Ketentuan dan Jadwalnya |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.