Selasa, 7 Oktober 2025

Bukan Saat SD, Krusialnya Tumbuh Kembang Anak Berada di Usia Ini

ECED Indonesia dan Tanoto Foundation ajak semua pihak wujudkan ekosistem PAUD ideal, tidak harus mahal, tapi berkualitas.

Editor: Content Writer
Dok. Tanoto Foundation
ANAK USIA DINI - Ilustrasi anak usia dini mendapat stimulasi dari orang tua (Dok. Tanoto Foundation) 

Prinsip-prinsip stimulasi tersebut menjadi landasan pendidikan anak usia dini (PAUD) sekaligus upaya pemenuhan hak anak secara ideal. 

Fitriana Herarti, ECED Ecosystem Development Lead Tanoto Foundation, menekankan, pemenuhan hak anak, terutama dalam pendidikan, merupakan tugas semua pihak, dari orang tua, masyarakat, pemerintah, dan mitra pembangunan, seperti lembaga filantropi Tanoto Foundation. 

“Dengan panduan jelas dari pemerintah, kita harus memastikan semua pihak berkomitmen dalam tumbuh kembang anak usia dini. Seperti pepatah dari Afrika Selatan, butuh satu kampung untuk membesarkan satu orang anak,” ujarnya. 

Untuk itu, ia mendorong setiap keluarga berperan aktif dalam memberikan stimulasi dan pendidikan bagi anak usia dini. Ia berharap tak ada orang tua memberikan pola asuh yang keliru atas nama cinta pada anaknya.  Sebagai contoh, orang tua terus memberi bubur pada anak usia satu tahun. Padahal anak sudah bisa mengonsumsi makanan lainnya seperti nasi untuk melatih lidah dan rahangnya. 

Ada pula orang tua yang tak mengajak anaknya bicara karena dianggap si bocah masih terlalu kecil untuk berbincang. Padahal sejak usia satu tahun seorang bayi sudah mulai menyerap kata-kata yang ia dengar.

 “Itu hal-hal dasar dan bagian dari stimulasi yang harus dipahami, sambil terus mendorong akses gizi dan kesehatan. Kita terus mengedukasi peran keluarga pada anak usia dini,” kata Fitriana.

Orang tua juga mesti mulai sadar terhadap pentingnya PAUD. Apalagi saat ini PAUD telah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai program Wajib Belajar 13 tahun.  

Namun pemahaman tentang PAUD juga harus dikuatkan mengingat masih ada orang tua yang enggan menyediakan PAUD bagi anak karena menganggap kegiatan PAUD hanya bermain-main,  bukan belajar. 

“Padahal PAUD itu memang pendekatannya bermain. Bermain bagi anak usia dini adalah belajar,” jelasnya. 

Fitriana memaparkan PAUD menyiapkan foundational skill, kemampuan dasar yang berguna bagi anak untuk menunjang pendidikan dasar di masa mendatang. Sebagai contoh, aktivitas meronce atau menjumput benda-benda kecil untuk melatih motorik halus anak supaya si anak lancar menulis kelak di sekolah dasar (SD).  

“Ilmu pengetahuan  dan informasi juga dapat diserap anak dengan baik lewat bermain karena bermain itu menekankan pengalaman. Bermain itu sumbangannya besar bagi tumbuh kembang  anak,” ujarnya.

Di sisi lain juga mengemuka kesalahpahaman bahwa PAUD tak mengajarkan baca, tulis, dan hitung (calistung). Padahal, calistung boleh saja diajarkan ke anak usia dini namun disesuaikan dengan pemahaman anak. 

Misalnya pelajaran membaca dan berhitung tidak langsung menggunakan abjad dan angka, melainkan dengan permainan dan pengetahuan benda di sekitar. 

Selain pemahaman-pemahaman tersebut, orang tua juga mesti bijak dalam memberikan PAUD, terutama dari aspek sekolah atau lembaga penyelenggara PAUD. Orang tua dapat melakukan observasi, mempertimbangkan interaksi guru, dan kenyamanan anak dalam memilih sekolah PAUD. 

Fasli menambahkan semua orang tua sesungguhnya harus siap menjadi guru PAUD dan memahami prinsip-prinsip dasar PAUD. Ketika memasukkan anak ke layanan PAUD, hal itu bukan ditentukan oleh biayanya yang mahal, melainkan oleh kapasitas dan profesionalitas guru-gurunya.  

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved