Senin, 29 September 2025

Junianto Sesa, Merajut Mimpi Anak di Indonesia Bagian Timur Lewat Bimbel

Junianto mendirikan bimbel Pioneer Class di Makassar untuk membantu membuka peluang para siswa meraih cita-cita.

|
Editor: Content Writer
Dok. Junianto Sesa-Tanoto Foundation
TELADAN MERAJUT MIMPI - Junianto Sesa (di tengah) bersama rekan dosen berpose bersama siswa SMA Papua dalam acara pengabdian masyarakat. Junianto adalah salah satu peraih beasiswa Tanoto Foundation ketika masih menuntut ilmu sebagai mahasiswa. 

TRIBUNNEWS.COM - Lembaga bimbingan belajar (bimbel) selama ini kerap dipandang sebelah mata. Padahal, kontribusinya bagi dunia pendidikan tidak kalah penting dibandingkan sekolah formal.

Ya, bimbel dapat membantu siswa memahami pelajaran, mendongkrak prestasi, hingga membuka peluang meraih cita-cita.

Pada jalur karier, bimbel juga menjadi pilihan populer bagi calon peserta sekolah kedinasan. seperti militer, kepolisian, hingga aparatur sipil negara (ASN). Untuk bisa lolos seleksi, mereka membutuhkan pendampingan belajar yang terarah.

Keberadaan bimbel juga makin penting, karena bisa menjadi jawaban atas kebutuhan generasi muda di kawasan timur Indonesia, yang akses pendidikannya seringkali tertinggal dibanding kawasan barat.

Hal ini pula yang kemudian mendorong Junianto mendirikan bimbel Pioneer Class di Makassar.

“Ada mindset bahwa masuk sekolah kedinasan itu harus punya uang banyak. Saya mau buktikan dengan belajar sungguh-sungguh, anggapan itu tidak selalu benar,” ujar Junianto Sesa, pendiri bimbel Pioneer Class yang berbasis di Makassar, Sulawesi Selatan.

Sejak berdiri tujuh tahun lalu, Pioneer Class sudah mendampingi lebih dari 2.500 siswa yang berada di kawasan Indonesia bagian timur, terutama di Makassar.

“Saya ingin sekali membantu di bidang pendidikan. Lewat bimbingan belajar, saya mau bantu adik-adik di Papua untuk mengejar cita-citanya  supaya mereka bisa merasakan apa yang bisa kita rasakan di tempat-tempat yang lebih maju,” tutur  Junianto.

Hal ini dilakukan Junianto karena realita pendidikan di kawasan Indonesia bagian timur yang kerap dinilai tak semaju kawasan Indonesia barat. Sebagai gambaran, dari 11.521 bimbel se-Indonesia yang terdata di Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi, hanya ada 75 bimbel di Pulau Papua.

Baca juga: Dari Data ke Dampak: Wujudkan Pendidikan yang Mengubah Kehidupan

Dari Nabire ke Makassar

Kepedulian Junianto pada dunia pendidikan, terutama di kawasan Indonesia bagian timur tidak lepas dari perjalanan hidupnya. Junianto lahir dan besar di kawasan pedalaman Nabire, Kabupaten Papua Tengah, mengikuti tugas sang ayah. Di sana, ia mengalami sendiri berbagai keterbatasan, mulai dari akses transportasi hingga sarana prasarana pendidikan.

“Ke sana masih cukup sulit. Pesawat dalam seminggu itu 1-2 kali saja. Bahkan, untuk jalan darat kadang jalannya terputus karena longsor. Listrik menyala hanya jam 6-9 malam. Kualitas sekolah dan pengajar juga belum memadai,” paparnya.

Saat itu belum ada SMA di dekat rumahnya. Oleh sebab itu, ia menempuh SMA di pusat kabupaten, sehingga harus tinggal terpisah dari orang tua. Di sini, ia melihat teman-temannya memiliki prestasi lebih baik.

“Karena saya sekolah SD-SMP di pedalaman Papua, saya merasa selalu tertinggal,” kata Junianto.  

Namun, dari pengalaman itu lahirlah motivasi. Ia mulai giat belajar, ikut bimbel, dan berhasil memperbaiki prestasi sekolahnya.

“Dari sebelumnya selalu di peringkat bawah sepuluh besar, saya bisa naik ke peringkat dua,” kenangnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan