Senin, 29 September 2025

Pendidikan Profesi Guru

5 Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 3 SD Sebanyak 500 Kata sebagai Referensi

Inilah 5 studi kasus PPG 2025 kelas 3 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi. Studi kasus meliputi 4 pertanyaan pemantik.

Penulis: Sri Juliati
Kolase Tribunnews.com/Canva
STUDI KASUS PPG - Grafis tentang contoh studi kasus PPG 2025 untuk kelas 3 SD sebanyak 500 kata yang dibuat di aplikasi Canva Premium, Rabu (25/6/2025). Inilah 5 studi kasus untuk kelas 3 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi dalam pelaksanaan PPG bagi Guru Tertentu Tahun 2025. 

TRIBUNNEWS.COM - Simak 5 studi kasus dalam PPG 2025 untuk kelas 3 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi.

Contoh studi kasus PPG 2025 untuk kelas 3 SD diperuntukkan bagi bapak/ibu guru yang akan mengikuti Uji Kompetensi Peserta Pendidikan Profesi Guru (UKPPPG).

Saat UKPPG, guru diminta membuat studi kasus PPG 2025 untuk kelas 3 SD maksimal 500 kata berdasarkan pengalaman nyata dengan bantuan 4 pertanyaan pemantik.

"Anda sebagai seorang guru pasti pernah mengalami permasalahan dalam pembelajaran. Tuliskan pengalaman riil (nyata) Anda maksimal 500 kata, terkait:

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?
  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?"

Ketentuan 500 kata dalam studi kasus PPG untuk menjawab keseluruhan pertanyaan.

Bagi bapak/ibu guru yang kesulitan dapat menggunakan contoh studi kasus PPG 2025 untuk SD kelas 3 di bawah ini sebagai referensi.

Berikut contoh 5 studi kasus PPG 2025 untuk kelas 3 SD sebanyak 500 kata sebagai referensi, dirangkum dari berbagai sumber:

1. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 3 SD

Pembelajaran di Kelas Tidak Kondusif

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Permasalahan yang pernah saya hadapi adalah 3 ruang sekolah saya sedang direnovasi. Pembelajaran pun dialihkan dengan meminjam gedung aula. Kondisi ini membuat siswa tidak mampu menunjukkan sikap disiplin. Sehingga pembelajaran tidak kondusif.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
  1. Upaya yang saya lakukan dalam menyelesaikan masalah ini adalah guru bekerjasama dengan rekan sejawat untuk menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan meski di tengah keterbatasan. 
  2. Dalam kerjasama ini, guru sepakat untuk melakukan pendekatan. Misalnya dengan pendekatan perubahan tingkah laku, pendekatan penciptaan iklim sosio emosional, pendekatan proses kelompok, dan pendekatan eklektik.
  3. Pendekatan perubahan tingkah laku: guru memberi penguatan positif/memberi dorongan yang positif seperti masuk tepat waktu dan tidak terlambat, berpakaian seragam sesuai yang ditetapkan, membiasakan sikap ramah, jujur dan sopan.
  4. Pendekatan penciptaan iklim sosio emosional: guru mengajak siswa untuk menjalin hubungan interpersonal yang baik. Kebiasaan guru untuk tampil jujur, tulus dan terbuka, bersemangat dan enerjik. Menerima kondisi siswanya dengan penuh rasa simpati. 
  5. Pendekatan proses kelompok: guru memberikan pengalaman belajar dalam konteks kelompok sosial.
  6. Pendekatan eklektik: kombinasi beberapa pendekatan.
  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Hasil dari upaya tersebut adalah siswa menjadi termotivasi untuk membiasakan diri berlaku disiplin secara positif. Beberapa kegiatan yang dilakukan guru untuk memotivasi siswa agar dapat berdisiplin dimulai dari perencanaan sampai dengan akhir pembelajaran.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Pengalaman berharga yang bisa saya petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut adalah meski sekolah memiliki keterbatasan dalam ruang kelas, tetapi itu bukan masalah yang signifikan. 

Pembelajaran tetap bisa dilakukan dimana saja dengan tetap menerapkan sikap disiplin positif. Kita sebagai guru menerapkannya terlebih dahulu kemudian mengajak siswa kita bersama-sama dalam kegiatan yang positif.

Baca juga: 5 Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 2 SD Sebanyak 500 Kata sebagai Referensi

2. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 3 SD

Mengatasi Perundungan Verbal dan Diskriminasi Ringan Antar Siswa

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Di kelas 3 saya, saya mengamati adanya perilaku perundungan verbal dan diskriminasi ringan yang mulai muncul antar siswa. Misalnya, beberapa siswa sering mengejek teman yang berbeda suku dengan panggilan yang tidak pantas, menertawakan logat bicara, atau tidak mau bermain dengan teman yang dianggap "berbeda" (misalnya karena pakaiannya). Situasi ini membuat beberapa siswa menjadi pendiam, sedih, dan enggan berinteraksi.

  • Bagaimana Upaya Saya untuk Menyelesaikannya?
  1. Diskusi Terbuka tentang Keberagaman (Ing Ngarsa Sung Tuladha): Saya memulai dengan mengadakan sesi diskusi kelas tentang pentingnya menghargai perbedaan. Saya menggunakan cerita atau video pendek tentang keberagaman budaya di Indonesia, menekankan bahwa perbedaan itu indah dan kita semua adalah warga negara yang sama. Saya mencontohkan bagaimana kita harus berbicara dengan sopan dan menghargai semua teman.
  2. Penerapan Aturan Kelas Anti-Perundungan: Bersama siswa, kami membuat "aturan emas" kelas yang jelas tentang bagaimana kita harus berbicara dan bersikap satu sama lain, termasuk larangan mengejek atau membeda-bedakan. Aturan ini kami tempel di dinding kelas.
  3. Memberikan Apresiasi pada Perilaku Pro-Sosial: Setiap kali saya melihat siswa saling membantu, berbagi, atau menerima perbedaan teman, saya akan memberikan pujian spesifik di depan kelas. Ini memperkuat perilaku positif.
  4. Mediasi dan Konseling Individu: Ketika terjadi insiden perundungan, saya tidak langsung menghukum di depan umum. Saya memanggil siswa yang terlibat secara terpisah, mendengarkan cerita mereka, menjelaskan dampak perbuatan mereka, dan membimbing mereka untuk mencari solusi serta meminta maaf. Saya juga memberikan dukungan emosional kepada korban.
  5. Permainan Kooperatif Berbasis Kelompok Campuran: Saya sering membentuk kelompok belajar yang heterogen (berbeda jenis kelamin, latar belakang, atau kemampuan) untuk tugas-tugas yang menuntut kerja sama. Ini memaksa siswa untuk berinteraksi dan menemukan kekuatan dalam perbedaan.
  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?

Perilaku perundungan dan diskriminasi berkurang drastis. Siswa menjadi lebih sadar akan ucapan dan perilakunya. Suasana kelas terasa lebih inklusif dan harmonis. Siswa yang awalnya menjadi korban mulai merasa lebih nyaman dan berani bersuara. Mereka juga mulai menunjukkan inisiatif untuk saling membantu dan berinteraksi dengan teman dari berbagai latar belakang.

  • Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa penanaman nilai toleransi dan kebhinekaan harus dilakukan secara eksplisit dan konsisten sejak dini. Guru adalah model utama. Intervensi yang bijaksana dan edukatif (bukan hanya hukuman) jauh lebih efektif dalam mengubah perilaku. Pentingnya menciptakan lingkungan kelas yang aman di mana setiap siswa merasa dihargai dan menjadi bagian dari komunitas.

3. Studi Kasus PPG 2025 untuk Kelas 3 SD

Mengatasi Ketidakdisiplinan dalam Mengikuti Instruksi Guru

  • Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?

Di kelas 3, saya menghadapi tantangan berupa ketidakdisiplinan siswa dalam mengikuti instruksi lisan saya. Seringkali, saat saya memberikan instruksi panjang (misalnya, tentang urutan kegiatan atau langkah-langkah tugas), beberapa siswa langsung mulai bekerja tanpa mendengarkan sampai selesai, berbicara saat saya menjelaskan, atau sibuk dengan hal lain. Akibatnya, banyak yang melakukan kesalahan, bertanya berulang kali, atau tidak menyelesaikan tugas sesuai arahan.

  • Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
  1. Penerapan Sinyal Perhatian (Atensi): Saya melatih siswa dengan sinyal perhatian universal yang sederhana, seperti mengangkat satu jari ke atas dan saya akan menunggu sampai semua siswa fokus dan melakukan hal yang sama sebelum melanjutkan instruksi. Atau menggunakan hitungan mundur ("3-2-1, siap mendengarkan").
  2. Instruksi Bertahap dan Cek Pemahaman: Untuk tugas yang kompleks, saya memecah instruksi menjadi bagian-bagian kecil. Setelah setiap bagian, saya akan berhenti dan meminta siswa untuk mengulang instruksi dengan kata-kata mereka sendiri ("Siapa bisa mengulang apa yang harus kita lakukan pertama kali?"). Ini menerapkan Ing Madya Mangun Karsa dan memastikan pemahaman.
  3. Visualisasi Instruksi: Saya menuliskan poin-poin utama instruksi di papan tulis atau menayangkan gambar/diagram sebagai panduan visual. Ini membantu siswa visual dan mereka yang kesulitan memproses instruksi lisan panjang.
  4. Konsekuensi Logis dan Konsisten: Saya menjelaskan konsekuensi logis jika instruksi tidak diikuti (misalnya, "Jika kamu tidak mendengarkan, kamu mungkin harus mengulang pekerjaanmu"). Konsekuensi ini diterapkan secara konsisten dan tidak emosional.
  5. Pemberian Tanggung Jawab dalam Mengingatkan: Saya menunjuk "pemimpin instruksi" harian secara bergiliran. Tugas mereka adalah membantu mengingatkan teman-teman untuk fokus saat guru memberi instruksi. Ini memberdayakan siswa.
  • Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?
Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan