Minggu, 5 Oktober 2025

Pola Komunikasi Remaja di Media Sosial: Membangun Etika Digital dan Prestasi Akademik

Bagi remaja, media sosial tak lagi sekadar alat hiburan, tetapi telah menjadi bagian dari konstruksi identitas diri. Ini cara membangun etika digital.

|
Editor: Sri Juliati
ChatGPT Plus
POLA KOMUNIKASAI REMAJA - Ilustrasi remaja dan dunia media sosial di-generate oleh ChatGPT Plus. Bagi remaja, media sosial tak lagi sekadar alat hiburan, tetapi telah menjadi bagian dari konstruksi identitas diri.  

Komentar negatif di media sosial, seperti kritik atau hujatan, dapat memiliki dampak psikologis yang serius. 

Remaja, yang masih dalam tahap pembentukan identitas, cenderung lebih sensitif terhadap penilaian eksternal

Hal ini dapat menurunkan harga diri mereka dan membuat mereka merasa tidak dihargai atau tidak diinginkan. 

Menghadapi komentar negatif atau cyberbullying dapat memperburuk masalah kesehatan mental remaja, menyebabkan kecemasan, depresi, atau perasaan terisolasi.

4. Like dan Follower Count sebagai Ukuran Diri

Di dunia media sosial, jumlah like dan followers sering kali dianggap sebagai indikator utama nilai diri

Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media sosial terhadap cara remaja menilai diri mereka. 

Sebaliknya, mereka yang kurang mendapatkan perhatian (misalnya, sedikit like atau followers) dapat merasa kurang berharga atau kurang diperhatikan meskipun nilai diri mereka tidak tergantung pada angka-angka ini. 

Pengukuran diri berdasarkan angka ini mengabaikan aspek-aspek penting lainnya, seperti karakter, prestasi, atau kualitas hubungan sosial yang lebih mendalam.

5. Fear of Missing Out (FOMO) dan Kecemasan Kronis

Fear of Missing Out (FOMO) adalah fenomena yang makin sering terjadi di kalangan remaja akibat ketergantungan pada media sosial

FOMO merujuk pada perasaan cemas atau khawatir ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak terlibat dalam kegiatan atau pengalaman yang dianggap penting atau menyenangkan oleh orang lain. 

FOMO dapat menciptakan kecemasan kronis jika remaja merasa harus selalu terhubung dan mengikuti apa yang terjadi di media sosial untuk merasa diterima atau relevan. 

Kecemasan ini dapat mengganggu kesejahteraan mental mereka, mengarah pada ketergantungan yang lebih besar pada media sosial, dan memperburuk perasaan terisolasi jika mereka merasa tidak bisa mengikuti tren atau aktivitas yang sedang viral.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya pemahaman tentang etika komunikasi digital, serta kurangnya pembinaan dari sekolah dan orang tua dalam membangun kebiasaan bermedia yang sehat.

Tantangan Komunikasi Remaja di Media Sosial

1. Minimnya Etika Komunikasi Digital

  • Banyak remaja belum memahami perbedaan antara komunikasi lisan langsung dan komunikasi tertulis digital yang terekam permanen.
  • Fenomena cyberbullying, body shaming, hingga komentar toksik meningkat di ruang-ruang digital.
  • Remaja sering mengakses informasi tanpa melakukan verifikasi. Mereka lebih cenderung membagikan ulang konten karena "viral", bukan karena kebenarannya.

2. Over-ekspose Kecanduan terhadap validasi sosial (like, share, komentar) membuat remaja lebih banyak "berkomunikasi" demi popularitas, bukan substansi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved