Pola Komunikasi Remaja di Media Sosial: Membangun Etika Digital dan Prestasi Akademik
Bagi remaja, media sosial tak lagi sekadar alat hiburan, tetapi telah menjadi bagian dari konstruksi identitas diri. Ini cara membangun etika digital.
Komentar negatif di media sosial, seperti kritik atau hujatan, dapat memiliki dampak psikologis yang serius.
Remaja, yang masih dalam tahap pembentukan identitas, cenderung lebih sensitif terhadap penilaian eksternal.
Hal ini dapat menurunkan harga diri mereka dan membuat mereka merasa tidak dihargai atau tidak diinginkan.
Menghadapi komentar negatif atau cyberbullying dapat memperburuk masalah kesehatan mental remaja, menyebabkan kecemasan, depresi, atau perasaan terisolasi.
4. Like dan Follower Count sebagai Ukuran Diri
Di dunia media sosial, jumlah like dan followers sering kali dianggap sebagai indikator utama nilai diri.
Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media sosial terhadap cara remaja menilai diri mereka.
Sebaliknya, mereka yang kurang mendapatkan perhatian (misalnya, sedikit like atau followers) dapat merasa kurang berharga atau kurang diperhatikan meskipun nilai diri mereka tidak tergantung pada angka-angka ini.
Pengukuran diri berdasarkan angka ini mengabaikan aspek-aspek penting lainnya, seperti karakter, prestasi, atau kualitas hubungan sosial yang lebih mendalam.
5. Fear of Missing Out (FOMO) dan Kecemasan Kronis
Fear of Missing Out (FOMO) adalah fenomena yang makin sering terjadi di kalangan remaja akibat ketergantungan pada media sosial.
FOMO merujuk pada perasaan cemas atau khawatir ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak terlibat dalam kegiatan atau pengalaman yang dianggap penting atau menyenangkan oleh orang lain.
FOMO dapat menciptakan kecemasan kronis jika remaja merasa harus selalu terhubung dan mengikuti apa yang terjadi di media sosial untuk merasa diterima atau relevan.
Kecemasan ini dapat mengganggu kesejahteraan mental mereka, mengarah pada ketergantungan yang lebih besar pada media sosial, dan memperburuk perasaan terisolasi jika mereka merasa tidak bisa mengikuti tren atau aktivitas yang sedang viral.
Kondisi ini diperparah dengan minimnya pemahaman tentang etika komunikasi digital, serta kurangnya pembinaan dari sekolah dan orang tua dalam membangun kebiasaan bermedia yang sehat.
Tantangan Komunikasi Remaja di Media Sosial
1. Minimnya Etika Komunikasi Digital
- Banyak remaja belum memahami perbedaan antara komunikasi lisan langsung dan komunikasi tertulis digital yang terekam permanen.
- Fenomena cyberbullying, body shaming, hingga komentar toksik meningkat di ruang-ruang digital.
- Remaja sering mengakses informasi tanpa melakukan verifikasi. Mereka lebih cenderung membagikan ulang konten karena "viral", bukan karena kebenarannya.
2. Over-ekspose Kecanduan terhadap validasi sosial (like, share, komentar) membuat remaja lebih banyak "berkomunikasi" demi popularitas, bukan substansi.
Amnesty Soroti Ketergantungan Pakistan pada Teknologi Pengawasan, Privasi Warga Terancam |
![]() |
---|
Soal Mencuatnya Ide 1 Orang Miliki 1 Akun, PAN Singgung Konsekuensi dalam Proses Demokrasi |
![]() |
---|
Pria Bertato di Padalarang Bandung Nyaris Dihakimi Massa, Diduga Lakukan Pencabulan Anak |
![]() |
---|
Netizen Heboh Video Prabowo dan Gibran Diputar Sebelum Film Mulai di Bioskop |
![]() |
---|
Ferry Irwandi Sebut Kasus dengan TNI Sudah Selesai, Kapuspen Sudah Minta Maaf via Telepon |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.