Pola Komunikasi Remaja di Media Sosial: Membangun Etika Digital dan Prestasi Akademik
Bagi remaja, media sosial tak lagi sekadar alat hiburan, tetapi telah menjadi bagian dari konstruksi identitas diri. Ini cara membangun etika digital.
oleh: Lia Yulianti
Manajer Produksi Materi Pelajaran Ganesha Operation
TRIBUNNEWS.COM - Remaja dan Dunia Media Sosial: Generasi yang Tumbuh Bersama Layar
Dalam dua dekade terakhir, perkembangan teknologi digital telah mengubah cara manusia berkomunikasi, tidak terkecuali remaja.
Bagi remaja, media sosial tidak lagi sekadar alat hiburan, tetapi telah menjadi bagian dari konstruksi identitas diri.
Melalui unggahan foto, komentar, atau story, remaja menegosiasikan posisi mereka dalam struktur sosial—dunia maya menjadi panggung tempat mereka "dilihat", "diakui", bahkan "dinilai".
Di era digital, media sosial, seperti Instagram, TikTok, WhatsApp, dan X (Twitter), dan lain-lain telah menjadi arena utama interaksi remaja.
Namun, di balik keaktifannya, muncul pertanyaan penting: apakah komunikasi di media sosial memperkuat atau justru mengganggu perkembangan dan prestasi remaja?
Dimensi Psikologis: Kebutuhan Diterima dan Risiko Emosional
Menurut psikolog perkembangan, Erik Erikson, masa remaja adalah tahap pencarian identitas. Media sosial tidak hanya menjadi tempat ekspresi, tetapi juga ladang tekanan:
1. Masa Remaja dan Pencarian Identitas
Masa remaja adalah tahap pencarian identitas, yaitu ketika individu mulai mencari jati diri dan membentuk peran sosial mereka.
Di tahap ini, remaja sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka diterima oleh orang lain, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Media sosial menjadi wadah bagi mereka untuk mengekspresikan diri, tetapi juga membawa tantangan terkait bagaimana mereka dipersepsikan oleh orang lain.
2. Kebutuhan Validasi Sosial dan Siklus Membandingkan Diri
Remaja sering kali mencari validasi sosial di media sosial. Validasi ini didapatkan dari jumlah like, komentar positif, atau peningkatan jumlah pengikut (followers).
Ketika seseorang mendapatkan perhatian positif, mereka merasa dihargai dan diterima.
Namun, hal ini bisa menciptakan siklus membandingkan diri yang menjadikan remaja terus-menerus membandingkan diri mereka dengan orang lain di media sosial.
Perbandingan ini sering kali tidak realistis karena banyak orang hanya menampilkan sisi terbaik mereka yang bisa menurunkan rasa percaya diri remaja yang merasa kurang atau tidak cukup baik.
3. Komentar Negatif dan Dampaknya pada Harga Diri
Amnesty Soroti Ketergantungan Pakistan pada Teknologi Pengawasan, Privasi Warga Terancam |
![]() |
---|
Soal Mencuatnya Ide 1 Orang Miliki 1 Akun, PAN Singgung Konsekuensi dalam Proses Demokrasi |
![]() |
---|
Pria Bertato di Padalarang Bandung Nyaris Dihakimi Massa, Diduga Lakukan Pencabulan Anak |
![]() |
---|
Netizen Heboh Video Prabowo dan Gibran Diputar Sebelum Film Mulai di Bioskop |
![]() |
---|
Ferry Irwandi Sebut Kasus dengan TNI Sudah Selesai, Kapuspen Sudah Minta Maaf via Telepon |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.