Permintaan Gaikindo ke Pemerintah: Jangan Korbankan Lapangan Kerja Jika Dorong Transisi ICE ke EV
Gaikindo meminta pemerintah agar tidak mengorbankan aspek penciptaan lapangan kerja jika pemerintah ingin mendorong transisi ke EV.
"Tapi yang jauh lebih penting adalah menjaga konsistensi industri kita. Jangan gara-gara hanya komitmen kita ke Paris Agreement mengorbankan lapangan kerja yang sudah 50 tahun diberikan industri otomotif dalam negeri. Ini cukup berat konsekuensinya. Padahal kita bisa jalan beriringan," imbuh Kukuh.
Menurutnya, selama ini insentif pemerintah banyak berfokus pada kendaraan listrik berbasis baterai. Padahal, kendaraan hybrid juga memiliki kontribusi nyata dalam penurunan emisi.
"Selama ini insentif itu banyak memang disampaikan, diberikan untuk electric vehicle. Tapi hybrid yang punya kontribusi terhadap penurunan emisi juga itu jauh," katanya.
Selain soal insentif, Kukuh juga menyinggung perlunya evaluasi terhadap regulasi yang ada, salah satunya Peraturan Pemerintah No 73 Tahun 2019.
Menurutnya, peraturan tersebut belum berjalan maksimal, sehingga seharusnya dilakukan evaluasi terlebih dahulu, bukan langsung diganti.
"Jadi tadi sepakat bahwa kita perlu meninjau juga mengenai PP 73. Perlu dievaluasi, belum dijalankan kok tiba-tiba diganti."
Baca juga: Insentif Impor EV Tak Perlu Diperpanjang, Indonesia Harus Geser Fokus ke Produksi Lokal
"Perlu dievaluasi apa yang tidak bisa berjalan, apa yang kurang bisa gak diimprove. Karena seperti yang tadi, industri ini jangan terganggu. Tapi emisinya juga bisa turun. Revenue pemerintah juga masih jalan," ungkap Kukuh.
Dia juga menekankan, peralihan dari kendaraan berbasis mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine/ICE) ke kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) bukanlah hal yang mudah dilakukan, terutama bagi industri komponen otomotif dalam negeri.
"Nggak gampang untuk switching (industri komponen) karena berbagai kondisi dan teknologi. Kedua, teknologi yang datang ini juga teknologi baru, kemudian juga ada persaingan kalau saya dengar dari para pelaku industri komponen sendiri, itu persaingan harganya juga cukup berat," tutur Kukuh kepada Wartawan di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Kukuh menjelaskan, tantangan tersebut tidak hanya datang dari aspek teknologi, tapi juga dari persaingan harga yang ketat di tingkat global. Pelaku industri komponen lokal harus menghadapi tekanan untuk tetap bersaing, sementara teknologi kendaraan listrik terus berkembang pesat.
Situasi ini membuat transisi menuju kendaraan listrik penuh tidak sesederhana yang dibayangkan.
Penjualan mobil listrik terus meningkat dalam dua tahun terakhir di Indonesia. Pada 2024, mobil listrik terjual sebanyak 43.188 unit dengan pangsa pasar mencapai 5 persen.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Presiden Prabowo Soroti Stabilitas Ekonomi dan Komitmen Ciptakan Lapangan Kerja |
![]() |
---|
Chile Tertarik Impor Mobil Listrik dari Indonesia Lewat Perjanjian Dagang IC-CEPA |
![]() |
---|
Purna Jual Mobil Listrik Banyak Dikeluhkan Konsumen Thailand |
![]() |
---|
Program Kredit Industri Padat Karya Diyakini Bisa Ciptakan Lapangan Kerja Baru |
![]() |
---|
BYD Juga Kuasai Pasar Mobil Listrik di Malaysia, Jual 20.000 Unit EV |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.