Volume Impor Mobil Listrik Melonjak, Kredibilitas Insentif Pemerintah Dipertanyakan
Lonjakan impor mobil listrik ini dinilai membuat Indonesia semakin bergantung pada produk mobil listrik rakitan luar negeri.
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Insentif impor mobil listrik murni atau Battery Electric Vehicle (BEV) yang diberikan pemerintah akan berakhir pada 31 Desember 2025. Setelahnya pabrikan wajib memproduksi unit sebanyak yang mereka datangkan.
Insentif adalah bentuk penghargaan tambahan (berupa uang, barang, atau fasilitas lain) yang diberikan untuk memotivasi dan mendorong seseorang atau kelompok untuk meningkatkan kinerja, produktivitas, atau mencapai target tertentu.
Jika insentif impor mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) diperpanjang, hal tersebut dinilai akan memberikan dampak besar bagi industri otomotif nasional.
Pengamat Otomotif sekaligus Peneliti LPEM FEB UI Riyanto mengatakan, kebijakan tersebut berpotensi membuat dominasi produk impor semakin kuat dan menghambat optimalisasi produksi kendaraan listrik di dalam negeri.
"Pasti BEV impornya akan naik. Sekarang impornya 63 persen BEV. Kalau di 2024 itu 40 persen, sekarang sudah di atas 60 persen," ujar Riyanto di acara diskusi Forum Wartawan Industri 'Polemik Insentif BEV Impor' di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Lonjakan impor mobil listrik ini menurut dia menunjukkan Indonesia semakin bergantung pada produk mobil listrik rakitan luar negeri.
Di saat bersamaan, kapasitas produksi kendaraan listrik dalam negeri masih jauh dari optimal. Kondisi ini berisiko menciptakan ketidakseimbangan pasar yang mengorbankan produsen lokal.
Selain itu, dominasi impor juga membuat usaha pemerintah membangun ekosistem kendaraan listrik dalam negeri menjadi terhambat.
Ketika produk impor lebih banyak beredar, potensi pabrik-pabrik lokal untuk beroperasi penuh pun terancam tidak tercapai.
Sebagai informasi, target produksi mobil listrik pemerintah Indonesia berdasarkan Permenperin No. 6 Tahun 2022 adalah 400.000 unit per tahun pada 2025, 600.000 unit pada 2030 dan 1 juta unit pada 2040.
"Ke depan kalau terus begitu akhirnya ya BEV impornya akan dominan. Kalau BEV impornya dominan artinya yang produksi dalam negeri kapasitas terpasangnya nggak terpakai," jelas Riyanto.
Padahal, beberapa produsen otomotif sudah menggelontorkan investasi besar untuk mendirikan fasilitas produksi.
Jika kapasitas pabrik tidak terpakai maksimal, investasi tersebut berisiko tidak menghasilkan keuntungan yang diharapkan.
Baca juga: Insentif Pajak Impor Mobil Listrik Berakhir Tahun Ini, Tidak Diperpanjang di 2026
Dampak lainnya, kredibilitas kebijakan pemerintah juga dipertanyakan. Investor akan melihat adanya ketidakkonsistenan antara dukungan terhadap industri lokal dengan pemberian kemudahan bagi produk impor.
Novita Hardini: Syuting Film di Indonesia Lebih Mahal dari New York dan Korea |
![]() |
---|
Update Insentif Motor Listrik, Masih Dibahas Antar-Kementerian |
![]() |
---|
Hati-hati Pemerintah Tak Pernah Minta Rekening untuk Pencairan Insentif dan BSU Guru 2025 |
![]() |
---|
Insentif Pajak Impor Mobil Listrik Berakhir Tahun Ini, Tidak Diperpanjang di 2026 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.