Jumat, 3 Oktober 2025

Tren Harga Mobil Listrik Global Turun, Faisal Basri Sebut Harga EV di Indonesia Malah Kian Melambung

Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, saat ini harga mobil listrik di global tengah mengalami tren penurunan.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Ria Anatasia/tribunnews.com
Ekonom Senior Faisal Basri 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, saat ini harga mobil listrik atau Elevtric Vehicle (EV) di global tengah mengalami tren penurunan.

Menurutnya, hal ini disebabkan teknologi dan komponen mobil listrik yang semakin terus berkembang seiring semakin tingginya inovasi.

Di samping hal tersebut, Faisal Basri justru menyoroti harga mobil listrik di Indonesia yang malah mengalami tren kenaikan.

Baca juga: Bamsoet Dukung Pengembangan Truk Angkutan Tambang, Tongkang, Kapal Pesiar dan Kereta Listrik

"Padahal di banyak negara harga mobil atau kendaraan listrik itu turun terus, karena teknologi sedemikian sangat berkembang," ucap Faisal dalam diskusi online dengan tema 'Subsidi Mobil Listrik: Insentif Untuk Yang Berdaya Beli?' pada Minggu, (21/5/2023).

"Yang jadi pertanyaannya, di Indonesia kok harga mobil mahal betul. Harga mobil listrik lebih mahal dari mobil konvensional," sambungnya.

Faisal mencontohkan, apabila mobil konvensional dengan ukuran dan cubicle centimeter (CC) yang kecil dibandingkan dengan produk mobil listrik merek Wuling, maka harganya jauh lebih mahal mobil listrik Wuling.

Faisal menyarankan, salah satu upaya harga mobil listrik di Indonesia dapat turun yaitu menyeleksi atau menghilangkan aturan-aturan yang diskriminatif.

Baca juga: Analisis Big Data di Twitter: 80 Persen Netizen Tolak Subsidi Kendaraan Listrik, Ini Alasannya

"Kalau mau menurunkan harga mobil, (harusnya) kita lihat adakah kebijakan pemerintah yang diskriminatif yang membuat harga mobil listrik di Indonesia lebih mahal. Itu yang harus dibasmi," ucap Faisal.

"Misalnya, mobil listrik bahan baku atau komponennya kalau mau masuk di Indonesia dikenakan bea masuk. Itu kan enggak bener," pungkasnya.

Banyak Masyarakat Tak Setuju Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik

Dalam kesempatan yang sama, Data Analyst Continuum Indef, Wahyu Tri Utomo mengungkapkan, berdasarkan survei yang dilakukan menunjukkan, sebanyak 80 persen masyarakat memberikan respon negatif alias menolak adanya kebijakan pemberian subsidi pada pembelian kendaraan listrik.

Menurutnya, sebagian besar dari mereka memiliki alasan bahwa kebijakan tersebut tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah akan memberi subsidi kendaraan listrik guna mendukung percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Tanah Air.

"Kita menemukan 80 persen masyarakat tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik," ucap Wahyu.

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pembeli mobil listrik adalah kalangan orang kaya. Maka kebijakan subsidi ini dinilai tak perlu.

Ada juga yang menilai subsidi ini hanya akan menguntungkan pejabat yang juga pengusaha Electric Vehicle (EV).

"Kalau kita lihat lebih detail lagi, top 3 analisis ini perbincangan ini seputar mobil listrik itu adalah negatif atau kritik. Ketiga ini punya kesamaan," papar Wahyu.

"Alasan pertama, pembeli mobil listrik tak butuh subsidi. Kedua, subsidi seharusnya menyasar hajat hidup orang banyak. Dan ketiga, subsidi mobil listrik hanya untungkan pejabat dan pengusaha," lanjutnya.

Namun, dalam riset yang dilakukan Continuum, terdapat pula masyarakat yang menyetujui kebijakan tersebut.

Alasannya, kebijakan subsidi kendaraan listrik akan mampu mengurangi polusi.

Tak hanya itu, subsidi mobil listrik digadang-gadang dapat menggenjot kinerja industri di dalam negeri.

Sebagai informasi, analisis big data ini dilakukan berdasarkan pendapat melalui analisis data yang dilakukan dari media sosial khususnya Twitter.

Sampel pendapat warganet ini diambil mulai 8-12 Mei 2023, dan terkumpul 18.921 pembicaraan atau Tweet.

"Kenapa Twitter, karena Twitter itu adalah merupakan platform yang representatif untuk menangkap aspirasi, kritik, atau masukan masyarakat kaitannya isu sosial atau policy dari pemerintah," pungkas Wahyu.

Anies Baswedan Sindir Subsidi Mobil Listrik

Bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan menyindir soal subsidi mobil listrik yang diberikan pemerintah saat ini tidak mengurangi masalah polusi udara.

"Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi," tutur Anies dikutip dari video KompasTV, Senin (8/5/2023).

Ia mengklaim, emisi perkapita per-kilometer yang dikeluarkan mobil listrik masih lebih besar dibandingkan dengan bus Berbahan Bakar Minyak (BBM).

"Emisi karbon mobil listrik perkapita per-kilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak. Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak, sementara mobil memuat orang sedikit," jelas Anies.

Anies menyebut, pengalamannya di Jakarta, mobil listrik tidak akan menggantikan mobil BBM yang sudah dimiliki dalam garasi rumah.

"Pengalaman kita di Jakarta, ketika kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil dijalanan, dia akan menambah kemacetan," ungkapnya.

Diketahui, Kementerian Keuangan telah mengumumkan subsidi untuk pembelian mobil listrik berupa potongan pajak 10 persen. Aturan tersebut hanya berlaku untuk mobil listrik dengan kandungan lokal atau TKDN minimal 40 persen.

Berlaku 1 April

Ketentuan terkait subsidi mobil listrik mulai berlaku sejak 1 April lalu. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2023.

Lewat ketentuan tersebut, pembelian mobil listrik akan mendapatkan insentif berupa potongan pajak pertambahan nilai (PPN). Besaran PPN mobil listrik dipotong hingga hanya menjadi 1 persen saja.

Berdasarkan PMK Nomor 38 Tahun 2023, diskon PPN mobil listrik diberikan kepada kendaraan yang memiliki tingkat komponen dalam negeri atau TKDN lebih dari 40 persen. Hal ini sebagaimana disebut Pasal 3 aturan tersebut.

Adapun model dan tipe kendaraan yang memenuhi syarat TKDN sebenarnya telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perindustrian Perindustrian Nomor 1641 Tahun 2023 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus tertentu yang Memenuhi Kriteria Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri yang Atas Penyerahannya Dapat Memanfaatkan Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023.

Selain PPN mobil listrik, pemerintah juga memberikan insentif PPN kepada bus. Insentif yang diberikan berupa potongan PPN menjadi 6 persen bagi bus dengan tingkat TKDN 20 persen hingga 40 persen.

“Pemerintah berharap minat masyarakat untuk membeli kendaraan listrik meningkat, dan mendukung penciptaan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air," ujar Dirjen ILMATE Kemenperin, Taufiek Bawazier, dalam keterangannya, Senin (3/4/2023).

Sebagai informasi, sejauh ini baru terdapat dua jenis tipe mobil listrik yang memenuhi syarat dan dapat menerima insentif PPN. Kedua tipe mobil itu ialah, Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air EV.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved