Tantangan Dunia Jurnalisme di Era AI: Digempur Teknologi, Etika, hingga Korban Algoritma
Dunia jurnalisme di Indonesia saat ini dinilai menghadapi tantangan cukup kompleks. Terutama tantangan yang timbul dari perkembangan teknologi.
"Memang luar biasa efek yang dihasilkan untuk digunakan dalam misi tertentu atau biasa yang disebut deepfake.," tambahnya.
Etika Jadi Tantangan
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Pers, Totok Suryanto menggarisbawahi soal adab atau etika.
Menurut Totok, bangsa ini sedang krisis adab.
"Bangsa ini di Pancasila ada itu, (kata) beradab, tapi adabnya selalu dipertanyakan banyak orang," ungkapnya.
Dewan Pers, kata Totok, melihat persoalan keadaban ini mulai mengkhawatirkan ketika banyaknya pengaduan yang setiap waktu semakin bertambah.
"Catatan kami di Dewan Pers itu sampai dengan 30 Agustus, itu sudah mencapai 879 pengaduan, dan semuanya urusannya adab, urusannya ketidakpatuhan pada kode etik, ketidakpatuhan kepada memanusiakan manusia yang lain," ujarnya.
Menurutnya, masalah adab juga dijumpai pada dunia jurnalisme saat ini.
"Saya wawancara orang satu, yang lain padahal berkaitan, kita tidak beradab, itu tidak bisa kita pertontonkan terus menerus," ungkapnya.
Totok juga menyinggung sejarah adab baik di era Sokrates maupun Majapahit, pengadilan selalu menggunakan etika sebagai bahan untuk menjerat siapa pun yang tidak beradab.
"Kalau sekarang, di era digital ini, wah mengerikan. Orang terpidana hukum positif, menakutkan. Tapi terpidana etika, itu berlenggang begitu gampangnya. Ini mengkhawatirkan, padahal etika itu jauh lebih tinggi ketimbang hukum positif," sambungnya.
Tabloitisasi Media
Sementara itu narasumber ketiga, Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat sekaligus Ketua Dewan Pengawas TVRI, Agus Sudibyo, menyoroti fenomena tabloitisasi pada media saat ini.
Agus memulai paparannya dengan mengutip pemikiran pakar dari Oxford Internet Institute, Julia Levkovich mengenai tabloitisasi ruang media.
"Yaitu ketika ruang pemberitaan media, ruang diskusi media, begitu didominasi oleh apa yang menurut jurnalisme itu adalah pra-fakta, belum fakta itu sendiri."
"Apa itu? Yaitu dugaan, gosip, rumor, spekulasi, informasi satu sisi, informasi awal, atau indikasi," ungkapnya.
Agus menjelaskan, pra-fakta dalam teori jurnalisme yang diajarkan para pakar, adalah jendela bagi wartawan untuk menuju fakta.
Sumber: TribunSolo.com
Pakar: Kegagalan Konstruksi Sebabkan Ambruknya Ponpes Al Khoziny, Proses Evakuasi Korban Jadi Sulit |
![]() |
---|
Ahli Konstruksi ITS soal Ambruknya Ponpes Al Khoziny Sidoarjo: Elemen Struktur Bangunan Sudah Hancur |
![]() |
---|
Konten Visual Jadi Senjata Baru dalam Menarik Konsumen Indonesia |
![]() |
---|
Akankah Teknologi Nano Jadi Penyelamat Sungai dan Air Kita? |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Modul 3.4 Kebutuhan Teknologi Informasi pada Dunia Pendidikan - Bagian 2, Nilai 100 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.