Jejak Hacker Bjorka di Dark Web, Aktif sejak 2020, Jual Beli Data Bank hingga Perusahaan Kesehatan
Polisi membeberkan jejak hacker Bjorka di dark web. Bjorka disebutkan aktif di dark web sejak 2020.
TRIBUNNEWS.com - Sosok hacker atau peretas Bjorka berhasil ditangkap Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya, Selasa (23/9/2025).
Bjorka atau WFT (22) diamankan di rumah kekasihnya, MGM, di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya, AKBP Alvian Yunus, mengungkapkan Bjorka sudah aktif di dark web sejak 2020.
Namun, karena sejumlah negara melakukan pembatasan terhadap akses dark web, kata Alvian, Bjorka pun pindah dari satu aplikasi dark web ke aplikasi dark web yang lain.
"Karena beberapa platform di dark web tersebut dilakukan penutupan secara bersama-sama oleh law enforcement dari beberapa negara dalam hal ini interpol sehingga si pelaku ini lompat dari satu aplikasi dark web ke aplikasi dark web lain," jelas Alvian dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (2/10/2025).
Mesk berpindah aplikasi, jejak digital Bjorka di dark web masih tersimpan di platform tersebut.
Baca juga: Kronologi Hacker Bjorka Ditangkap, Ada Laporan dari Bank Swasta, Sempat Gonta-ganti Username
"Tetapi, perangkat bukti digital yang kita temukan itu masih tersimpan di dalam perangkat-perangkat tersebut dalam bentuk jejak digital," imbuh Alvian.
Dark web adalah bagian dari internet yang tidak dapat diakses melalui mesin pencari biasa seperti Google, dan biasanya memerlukan perangkat khusus.
Biasanya digunakan oleh mereka yang ingin berbagi informasi secara anonim.
Aktivitas Bjorka di dark web adalah menjual data pribadi hasil retasannya dari media sosial, seperti Instagram hingga TikTok.
Untuk menghindari patroli siber, Bjorka kerap mengganti username-nya.
Ia sempat menggunakan username X @bjorkanesiaa, SkyWave, Shint Hunter, hingga Opposite 6890.
"Setelah mengganti (username menjadi SkyWave), pelaku melakukan posting terhadap contoh-contoh atau sampel tampilan akses perbankan atau mobile banking salah satu nasabah bank swasta," tutur Kasubdit IV Direktorat Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, Kamis, dalam kesempatan yang sama, dilansir Kompas.com.
"Jadi tujuan pelaku melakukan perubahan nama-perubahan nama ini adalah untuk menyamarkan dirinya dengan membuat menggunakan berbagai macam, tentunya email atau nomor telepon atau apa pun itu sehingga yang bersangkutan sangat susah untuk dilacak," timpal Alvian.
Tak hanya di dark web, Bjorka juga memperjualblelikan data hasil retasannya, mulai dari perbankan hingga perusahaan swasta di Indonesia, lewat Telegram.
Pembayaran hasil transaksi dilakukan melalui akun kripto.
Dari aksinya itu, Bjorka bisa meraup puluhan juta rupiah, tergantung kesepakatan dengan pembelinya.
"Dari hasil penjualan tersebut, pelaku menerima pembayaran melalui akun-akun kripto yang dimiliki oleh pelaku dan secara rutin pelaku ini juga selalu mengganti," kata Herman.
Motif Ekonomi
WFT alias Bjorka diketahui merupakan anak tunggal dan yatim piatu.
Meski begitu, ia menjadi tulang punggung bagi keluarganya yang lain.
Persoalan ekonomi menjadi motif utama Bjorka melakukan peretasan.
Uniknya, Bjorka tak memiliki latar belakang pendidikan Internet dan Teknologi (IT).
Ia tak lulus SMK dan belajar IT secara otodidak lewat komunitas di media sosial.
"Hanya orang yang tidak lulus SMK. Namun, sehari-hari secara otodidak dia selalu mempelajari IT."
"Jadi, dia mempelajari segala sesuatunya itu hanya dari IT dan melalui komunitas-komunitas media sosial," ujar Alvian, masih dari Kompas.com.
"Dari hasil tracing, dia gunakan untuk kebutuhan pribadi. Karena kan ternyata dia anak yatim piatu."
"Dia menghidupi semua keluarga. Dia anak tunggal, tapi dia menghidupi keluarga-keluarga," jelas Alvian.
Meski demikian, Alvian belum bisa memastikan, apakah WFT memang Bjorka yang sempat menghebohkan Indonesia atau mungkin.
Sebab, menurutnya, seseorang bisa menjadi siapa saja di dunia maya.
Karena itu, Alvian mengatakan pihaknya masih mendalami keterkaitan tersebut.
"Mungkin, jawabannya saya bisa jawab, mungkin. Apakah Bjorka 2020? Mungkin. Apakah dia Opposite 6890 yang dicari-cari? Mungkin," ujar Alvian.
"Kami perlu pendalaman lebih dalam lagi terkait dengan bukti-bukti yang kami temukan, baik itu data-datanya, jejak digitalnya, sehingga itu bisa kita formulasikan."
"Saya belum bisa menjawab 90 persen, tetapi kalau anda tanya sekarang, saya bisa jawab, mungkin," pungkasnya.
Akibat perbuatannya, Bjorka kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 46 jo Pasal 30 dan atau Pasal 48 jo Pasal 32 dan atau Pasal 51 Ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ancaman hukumannya adalah paling lama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp12 miliar.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Reynas Abdila, Kompas.com/Baharudin Al Farisi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.