Program Makan Bergizi Gratis
Menkes RI Usul Masukkan Materi Keamanan Pangan ke Kurikulum, Politisi PKB: Jangan Dibalik Logikanya
Arzeti Bilbina menegaskan, jika siswa diberi pemahaman keamanan pangan dan gizi, sedangkan petugas MBG tidak, maka itu bersifat kontradiktif.
"Yang harus diberi pelatihan dan sertifikasi justru para pengelola makanan sekolah. Mereka yang memutuskan apa yang masuk ke tubuh anak-anak setiap hari. Kalau mereka tidak paham, percuma anak-anak belajar, tapi tetap makan makanan yang tidak layak atau bergizi buruk," paparnya.
Lebih lanjut, Arzeti menyebut, seharusnya Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) lebih tegas dalam mengawasi kualitas makanan yang masuk ke sekolah, jika memang ingin menekan angka stunting.
Sebagai informasi, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang.
Stunting bisa disebabkan oleh malnutrisi yang dialami ibu saat hamil, atau anak pada masa pertumbuhannya.
“Kalau Menkes serius ingin menekan stunting dan meningkatkan kesehatan generasi muda, maka mulai dari kualitas makanan yang masuk ke sekolah. Baru setelah itu pendidikan ke siswa bisa jadi pelengkap yang berkelanjutan,” pungkas Arzeti.
Angka Kasus Keracunan MBG
Badan Gizi Nasional (BGN) memberikan update terbaru mengenai jumlah kasus keracunan MBG,
Kepala BGN Dadan Hindayana menyebut, data terbaru mencatat ada 6.517 orang mengalami keracunan MBG sejak program tersebut dilaksanakan pada Januari hingga akhir September 2025.
BGN telah melakukan pemantauan MBG di tiga wilayah, yakni:
- wilayah I di Pulau Sumatera
- wilayah II Pulau Jawa, dan
- wilayah III untuk Indonesia bagian timur
Dadan mengatakan jumlah kasus keracunan terbanyak terjadi di Pulau Jawa, yakni sebanyak 45 kasus.
"Kalau dilihat dari sebaran kasus, maka kita lihat bahwa di wilayah I itu tercatat ada yang mengalami gangguan pencernaan sejumlah 1.307, wilayah II ini sudah bertambah tidak lagi 4.147 ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang, wilayah III ada 1.003 orang," kata Dadan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
Dadan mengatakan temuan kasus keracunan meningkat pada dua bulan terakhir.
Penyebabnya antara lain ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure).
"Seperti contohnya pemilihan bahan baku yang seharusnya H-2 kemudian ada yang membeli H-4, kemudian juga ada yang kita tetapkan processing masak sampai delivery tidak lebih dari 6 jam karena optimalnya di 4 jam seperti di Bandung itu, ada yang masak dari jam 9 dan kemudian di delivery-nya ada yang sampai jam 12, ada yang 12 jam lebih," kata Dadan.
Dadan menyebut SPPG yang tak sesuai dengan prosedur akan ditindak dan ditutup sementara.
"Jadi dari hal-hal seperti itu kemudian kita berikan tindakan bagi SPPG yang tidak mematuhi SOP dan juga menimbulkan kegaduhan kita tutup sementara, sampai semua proses yang dilakukan dan kemudian mereka juga harus mulai mitigasi," tandasnya.
(Tribunnews.com/Rizki A./Rizki Sandi)
Sumber: TribunSolo.com
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.