Rabu, 1 Oktober 2025

Profil dan Sosok

Kiprah Prof. Sumitro Djojohadikusumo, yang Jejak Diplomasinya Diikuti Prabowo di Sidang Umum PBB

Menelusuri jejak sejarah ayah Presiden RI Prabowo Subianto, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, di forum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

Istimewa, Instagram/prabowo
DIPLOMASI INDONESIA - Kolase Foto: Prof. Sumitro Djojohadikusumo dan Prabowo Subianto. Nama Sumitro Djojohadikusumo belakangan ini menggema ketika sang anak yang kini menjadi Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto, akan menyampaikan pidato di Sidang Umum ke-80 PBB atau 80th Session of the UN General Assembly (UNGA 80) di New York, Amerika Serikat pada Selasa (23/9/2025) waktu setempat. 

Agresi itu juga dianggap sebagai pelanggaran keras terhadap Perjanjian Renville serta perundingan lain antara Indonesia dan Belanda, sekaligus mencederai legitimasi PBB. 

Saat menulis memorandum ini, Sumitro masih berusia 31 tahun dan berperan sebagai Acting Head of the Indonesian Delegation to the United Nations atau Kepala Delegasi Indonesia untuk PBB.

Atas tugas dari Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno, Sumitro melakukan lobi terhadap pemerintahan Amerika Serikat (Menteri dan Departemen Luar Negeri) di Washington dan PBB di New York terkait agresi militer yang dilakukan oleh Belanda. 

Sebagai catatan, sebenarnya Belanda sudah dalam kondisi bangkrut setelah Perang Dunia II.

Negara yang terletak di Eropa Barat ini pun menggantungkan diri pada uang bantuan pemulihan kembali negara-negara Eropa Barat pasca-Perang Dunia II dari Amerika Serikat (Marshall Plan).

Akan tetapi, uang bantuan tersebut justru diduga kuat diselewengkan untuk membiayai operasi militer di Indonesia.

Dalam memorandumnya, Sumitro menyebut, aliran dana dari Amerika Serikat digunakan untuk operasi militer Belanda yang dilakukan di Indonesia setelah proklamasi RI dibacakan pada 17 Agustus 1945.

Memorandum tersebut berbunyi:

”The present Dutch military campaign has most unfortunately brought into horrible realization apprehensions that were carried for some time in the minds of all well-meaning people. In the modern history of riations only Signor Mussolini’s stab in the back in 1940 and Japan’s sudden attack on Pearl Harbor in 1941 could stand the comparison of this reprehensible Dutch act without warning.”

“There is no other alternative for the Republic of Indonesia than to lead its own life and carry on to the best of its abilities as a separate independent and sovereign state.”

“We respectfully but urgently request the United States Government to discontinue rendering American dollars to the Netherlands under the European Recovery Program or otherwise.”

Terjemahan: 

"Kampanye militer Belanda saat ini sayangnya telah menimbulkan kekhawatiran yang mengerikan yang telah lama tertanam di benak semua orang yang berniat baik. Dalam sejarah konflik modern, hanya tusukan dari belakang oleh Signor Mussolini pada tahun 1940 dan serangan mendadak Jepang di Pearl Harbor pada tahun 1941 yang dapat disamakan dengan tindakan Belanda yang tercela ini tanpa peringatan."

"Tidak ada alternatif lain bagi Republik Indonesia selain menjalani hidupnya sendiri dan melanjutkan sebaik mungkin kemampuannya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat."

"Kami dengan hormat namun mendesak meminta Pemerintah Amerika Serikat untuk menghentikan pemberian dollar Amerika kepada Belanda di bawah naungan Program Pemulihan Eropa atau yang lainnya."

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved