Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Hotman Paris Klaim Kasus Nadiem Makarim Sama Seperti Tom Lembong, Ari Yusuf: Berbeda
Ari Yusuf Amir angkat bicara soal perkara Nadiem Makarim pada pengadaan chromebook, disebut-sebut serupa dengan kasus Tom Lembong.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum eks Menteri Perdagangan Tom Lembong, Ari Yusuf Amir angkat bicara soal perkara eks Mendikbudristek Nadiem Makarim pada pengadaan chromebook, disebut-sebut serupa dengan kasus impor gula kliennya beberapa waktu lalu.
Ari menegaskan bahwa perkara eks Mendikbudristek Nadiem Makarim pada pengadaan chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud tahun 2019-2022. Dan kebijakan impor gula eks Mendag Tom Lembong 2015-2016, berbeda.
"Sedangkan kasusnya Nadiem. Menurut kami saat ini, kasusnya berbeda dengan kasusnya Pak Tom. Jadi tidak bisa disetarakan," kata Ari kepada awak media, Sabtu (13/9/2025).
Terkait dengan tidak adanya mens rea atau niat jahat, Ari mengatakan Nadiem Makarim bersama kuasa hukumnya bisa membuktikan di persidangan.
"Soal mens rea Nadiem, ada atau tidaknya buktikan di persidangan. Jangan hanya jadi asumsi, opini, tanpa diikuti pembuktian secara hukum," jelasnya.
Baca juga: Kejagung Geledah Apartemen Nadiem Makarim, Hotman Paris: Paling Dapat Mi Instan
Kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea mengklaim bahwa kliennya tak menerima keuntungan ataupun uang meski telah ditetapkan tersangka korupsi pengadaan chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbud tahun 2019-2022.
Bahkan Hotman menyamakan kasus yang menimpa Nadiem dengan perkara importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong.
"Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapapun kepada Nadiem terkait jual beli laptop. Sama persis dengan kasus Tom Lembong," kata Hotman saat dihubungi wartawan, Kamis (4/9/2025).
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Chromebook, Mahfud MD Ungkap Indikasi Mens Rea Nadiem Makarim
Terkait hal ini Hotman menuturkan, bahwa penentuan harga dalam pembelian laptop itu sudah berdasarkan harga resmi e-catalog yang dikelola oleh pemerintah.
Sehingga, Hotman pun mempertanyakan unsur korupsi yang dialamatkan terhadap kliennya dalam perkara pengadaan laptop chromebook tersebut.
Pasalnya menurut dia dalam kasus ini tidak ada pihak yang dirugikan atas pengadaan laptop yang dilakukan Nadiem saat masih menjabat sebagai Menteri.
"Pertanyaanya adalah, ini kan perkara korupsi, terus korupsinya di mana? Ngerti gak si, karena itu harga pasaran," ujarnya.
"Misalnya nih, kalau kamu beli mobil kijang harga-harga pasaran. Sementara ada mobil Mercy juga harga pasaran, ya kalau dibeli harga pasaran dimana kerugiannya?" jelas Hotman.
Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 pada Kamis, 4 September 2025.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari kedepan.
Nadiem dijerat Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 3 Jo 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat ini Kejaksaan Agung telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi chromebook.
Kelima tersangka itu yakni;
1. Nadiem Makarim - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019-2024
2. Jurist Tan - Mantan Staf Khusus Mendiknudristek era Nadiem Makarim
3. Ibrahim Arief - Mantan Konsultan Kemendikbudristek
4. Sri Wahyuningsih - Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbud tahun 2020-2021
5. Mulatsyah - Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemendikbud tahun 2020-2021.
Konstruksi Kasus Korupsi Chromebook
Kasus bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbud Ristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.
Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).
Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa chromebook 2018-2019 hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.
Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu pun membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.
Akan tetapi saat itu Kemendikbud Ristek justru malah mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook.
Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya.
Menurut Kejaksaan, Nadiem sejak awal terlibat dalam pertemuan dengan Google Indonesia terkait penggunaan sistem operasi Chrome OS dalam perangkat TIK yang diadakan pemerintah.
Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 bahkan disebut mengunci penggunaan sistem operasi tersebut.
Dari hasil penyelidikan, Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pasti masih menunggu perhitungan resmi BPKP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.