Reshuffle Kabinet
Pengamat Ungkap 3 Hal yang Direspons Prabowo Lewat Reshuffle Kabinet
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan, mengomentari reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto.
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Djayadi Hanan, mengomentari reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin (8/9/2025).
Lembaga Survei Indonesia adalah organisasi yang bergerak di bidang penelitian dan survei opini publik di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Purbaya Yudhi Sadewa dilantik sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) menggantikan Sri Mulyani.
Kemudian, Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi (Menkop) menggantikan Budi Arie Setiadi.
Mukhtarudin menggantikan Abdul Kadir Karding sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI).
Dua menteri lainnya, yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo serta Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan juga ikut dicopot.
Menteri ad-interim sebagai pengganti Budi Gunawan, yaitu Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin.
Sementara itu, Menpora pengganti Dito Ariotedjo belum dilantik pada Senin lalu karena masih berada di luar kota.
Terkait belum diisinya posisi Menpora dan Menko Polkam oleh figur baru, Djayadi menyebut presiden perlu melakukan konsolidasi terlebih dahulu.
"Pertama, bisa jadi itu ya. Jadi presiden perlu melakukan konsolidasi terlebih dahulu karena dia kan terkait dengan apakah (jabatan) itu akan diisi oleh (orang) partai atau tidak ya."
Baca juga: Belum Genap Setahun Menjabat, Prabowo 2 Kali Reshuffle Kabinet, Ini Daftar Menteri yang Diganti
"Yang kedua itu juga menunjukkan bahwa memang diakui atau tidak reshuffle kabinet ini adalah respons cepat Presiden Prabowo terhadap perkembangan situasi pasca-demo besar pada Agustus dan awal September lalu," ujarnya dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (9/9/2025).
Kemudian, sambungnya, ada tiga hal yang berusaha direspons Prabowo lewat perombakan kabinet, yang pertama adalah mengenai kebijakan ekonomi.
"Jadi ada tiga yang paling tidak direspons oleh reshuffle ini. Satu, terkait dengan masalah yang terkait dengan kebijakan-kebijakan terkait ekonomi, yaitu Menteri Keuangan," ujarnya.
Kedua, terkait dengan politik dan keamanan, yaitu Menko Polkam. Selanjutnya, ialah nama-nama yang dinilai negatif oleh publik, seperti Budi Arie dan Abdul Kadir Kading.
Karding disorot setelah foto dirinya bermain domino bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Muhammad Azis Wellang, yang disebut sebagai eks tersangka pembalakan liar viral di media sosial.
Sebelumnya, ia juga menjadi perbincangan lantaran memberikan respons atas tren "Kabur Aja Dulu".
Saat itu, pernyataannya memicu komentar publik karena dianggap tak sejalan dengan upaya memperkuat lapangan kerja di dalam negeri.
Sedangkan Budi Arie terseret dalam kontroversi terkait dugaan kasus judi online ketika menjabat sebagai Menkominfo di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
"Dulu (Karding) dia bicara soal sempat viral juga kan soal 'Kabur Aja Dulu'. Kemudian belakangan walaupun ada menteri lain juga yang ikut viral, soal main domino itu. Jadi tiga itu yang yang saya lihat," jelasnya.
Terpisah, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona menilai, reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto tergesa-gesa.
Yance menyoroti reshuffle kabinet yang dilakukan Prabowo menimbulkan adanya kesan menteri yang digantikan tidak terinformasi terlebih dahulu.
Padahal, menurutnya, suatu pergantian pemerintahan membutuhkan proses transisi yang smooth alias mulus.
"Saya melihat proses reshuffle yang dilakukan oleh Presiden Prabowo sangat tergesa-gesa. Ada kesan bahkan menteri yang digantikan tak terinformasi terlebih dahulu," kata Yance, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa.
Selain itu, Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (PANDEKHA) di Fakultas Hukum UGM ini mengatakan, reshuffle terkesan dilakukan secara tergesa-gesa juga terlihat dari belum diumumkannya figur pengganti Menko Polkam dan Menpora.
"Ketergesaan itu terlihat pula dengan belum siapnya pengganti Menko Polkam dan Menpora, meskipun sudah diumumkan bahwa dua posisi itu akan diganti," jelasnya.
Khusus terkait dengan Menko Polkam yang merupakan kementerian tingkat koordinator, menurut Yance, bukan hal yang mendesak untuk segera diumumkan penggantinya.
"Sebenarnya untuk kementerian tingkat koordinator bukanlah hal yang mendesak dan harus ada karena sifatnya hanyalah koordinasi, bukan kementerian teknis."
"Namun, dalam situasi politik sekarang memang diperlukan kementerian koordinator yang bisa membantu presiden secara efektif," tambah Yance.
(Tribunnews.com/Deni/Ibriza)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.