Sabtu, 4 Oktober 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Setara Institute Desak Presiden Prabowo Bentuk TGIPF Usut Kerusuhan Akhir Agustus 2025

Setara Institute mendesak Presiden Prabowo Subianto segera membentuk TGIPF untuk mengusut kerusuhan yang terjadi di sejumlah daerah akhir Agustus 2025

TRIBUNNEWS/HERUDIN
DEMO BERUJUNG ANARKIS - Setara Institute mendesak Presiden Prabowo Subianto segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut kerusuhan yang terjadi di sejumlah daerah pada akhir Agustus 2025. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM - Setara Institute mendesak Presiden Prabowo Subianto segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGIPF) untuk mengusut kerusuhan yang terjadi di sejumlah daerah pada akhir Agustus 2025.

Kerusuhan akhir Agustus 2025 adalah salah satu peristiwa sosial-politik paling mengguncang di Indonesia dalam dekade terakhir. Kerusuhan terjadi di Jakarta, Surabaya, Makassar, Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Manokwari.

Gedung DPR, kantor polisi, rumah pejabat publik, termasuk milik Ahmad Sahroni, Uya Kuya, dan Eko Patrio, dijarah dan dirusak.

Pemicu utama karena kenaikan tunjangan DPR RI, termasuk tunjangan perumahan, memicu kemarahan publik di tengah tekanan ekonomi. Kontroversi RAPBN 2026 dan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan memperburuk sentimen.

Kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas dilindas kendaraan taktis Brimob saat demo di Jakarta, menjadi titik balik emosional dari aksi massa berujung anarkis.

Atas dasar itu, Setara Institute mengusulkan pembentukan TGIPF

Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi mengatakan dibutuhkan klarifikasi dan investigasi mendalam agar rangkaian kerusuhan itu terklarifikasi dengan terang-benderang;  

“Siapa dalang, bagaimana operasi berlangsung, apa tujuan politiknya, dan sebagainya," kata Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi dalam keterangan tertulis, Minggu (7/9/2025).

Dia menjelaskan aksi demontrasi yang berujung kerusuhan di sejumlah daerah di Indonesia beberapa waktu lalu, telah menyebabkan jatuhnya korban, terbakarnya kantor-kantor Kepolisian, fasilitas umum, dan penjarahan beberapa properti pribadi.

Ia menyoroti, Presiden Prabowo Subianto sudah berspekulasi mengenai adanya indikasi makar, terorisme, dan menuding pihak asing memainkan eskalasi di tingkat domestik. 

Sementara publik juga memunculkan dugaan adanya kontestasi politik kekuasaan, agenda politik rezim, dan sebagainya. 

Untuk mendalami hal itu, maka dibutuhkan TGIPF. TGIPF adalah sebuah tim independen yang dibentuk untuk mengusut suatu peristiwa besar yang menimbulkan dampak luas dan kontroversi di masyarakat. 

Tim ini biasanya terdiri dari berbagai unsur pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, dan lembaga independen yang bekerja bersama untuk mengungkap fakta secara objektif dan transparan.

Fungsi dan tujuan TGIPF adalah mengumpulkan dan mengungkap fakta terkait suatu peristiwa, menelusuri kronologi, saksi, dan tempat kejadian perkara, memberikan rekomendasi kebijakan atau tindakan hukum, dan menjawab keresahan publik dan mencegah spekulasi liar

TGIPF dibentuk ketika ada tuntutan publik atas kejelasan suatu insiden yang belum terjawab melalui mekanisme hukum biasa.

Sejarah TGIPF di Indonesia

Berikut beberapa contoh pembentukan TGIPF sebelumnya:

Tahun

1998

Peristiwa

Kerusuhan Mei 1998

Tujuan Pembentukan

Mengusut pelanggaran HAM dan kekerasan terhadap warga sipil

Tahun

2020

Peristiwa

Penembakan di Intan Jaya, Papua

Tujuan Pembentukan

Menyelidiki insiden penembakan terhadap warga sipil oleh aparat

Tahun

2022

Peristiwa

Tragedi Kanjuruhan, Malang

Tujuan Pembentukan

Mengungkap penyebab tewasnya ratusan suporter sepak bola dan mengevaluasi sistem pengamanan pertandingan

TGIPF biasanya dibentuk melalui Keputusan Presiden dan bekerja dalam jangka waktu tertentu, dengan laporan akhir disampaikan langsung kepada Presiden.

Menurutnya, jika TGIPF tidak segera dibentuk, maka publik akan terus diliputi kecemasan dan ketidakpastian, bahkan berpotensi memantik kemarahan lanjutan.

"Presiden Prabowo atau pemerintah harus segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang kredibel untuk mengungkap fakta yang sebenarnya, menemukan pola gerakan, dan memisahkan penyampaian aspirasi demokratis dan kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum yang dijamin oleh Konstitusi Negara dari agenda-agenda politik terselubung yang menungganginya," tutur Hendardi.

Ia kemudian mengatakan, publik dan setiap warga negara memiliki hak untuk tahu dan merupakan subjek yang berhak atas perlindungan dan rasa aman.  

"Presiden mungkin sudah memiliki data dan analisis serta telah menyusun langkah-langkah antisipatif lanjutan berkenaan dengan dinamika eskalatif yang terjadi. Tetapi keterbukaan mesti ditunaikan oleh pemerintah dan mekanisme partisipasi bermakna mesti dibuka seluas-luasnya," jelasnya.

Lebih lanjut, kata Hendardi, pengungkapan data dan fakta merupakan mekanisme cooling down system dari kemarahan publik yang harus berjalan secara simultan dengan agenda-agenda mendasar yang mesti dilakukan oleh Pemerintah dan para elite politik.

Ia menilai, hal itu perlu dilakukan untuk memperbaiki tata kelola penyelenggaraan negara yang melahirkan kesenjangan dan jauh dari cita-cita berbangsa dan bernegara Indonesia, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan bahwa jumlah korban meninggal dunia pasca demonstrasi yang berujung kerusuhan pada Agustus 2025 masih 10 orang. 

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan, hingga tadi malam, tercatat sebanyak 10 orang dinyatakan meninggal dunia.

"Sampai tadi malam 10 orang, saya cek lagi tim yang sedang turun di lapangan," kata Anis saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (6/9/2025) pagi.

Anis mengatakan pihaknya masih terus melakukan pengecekan di lapangan bersama tim investigasi.

Lebih lanjut, Anis menegaskan bahwa Komnas HAM akan segera mengeluarkan rilis resmi terkait temuan ini. “Saya cek lagi tim yang sedang turun di lapangan. Kami akan mengeluarkan rilis," tambah dia.

Berdasarkan catatan Komnas HAM, para korban di antaranya berasal dari empat daerah, yakni Jakarta, Makassar, Solo, dan Yogyakarta.

Berikut adalah data korban meninggal dunia akibat aksi unjuk rasa pada 25, 28, 29, 30, dan 31 Agustus 2025 di sejumlah daerah:

1.Affan Kurniawan di Jakarta 

2.Sari Nawati di Makassar 

3.Sauful Akbar di Makassar 

4.M. Akbar Basri di Makassar 

5.Rusma Diansyah di Makassar 

6.Sumari di Solo 

7.Reza Sandy Pratama di Yogyakarta 

8.Andika Lutfi Falah di Jakarta 

9.Iko Juliarto Junior di Semarang 

10.Korban di Manokwari dengan identitas masih sedang dikumpulkan oleh Komnas HAM.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved