Demo di Jakarta
Tim Advokasi Pertimbangkan Ajukan Penangguhan Penahanan Untuk Delpedro Marhaen Cs
Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) menyatakan akan mempertimbangkan langkah hukum penangguhan penahanan untuk Delpedro Marhaen.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) yang mendampingi Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen bersama aktivis lainnya, menyatakan akan mempertimbangkan langkah hukum penangguhan penahanan maupun praperadilan.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menegaskan tidak ada alasan yang kuat bagi aparat untuk menahan kliennya.
"Ya, penangguhan penahanan sedang kami pertimbangkan, tapi secara umum kami menilai tidak ada alasan subjektif apapun dalam KUHAP yang memenuhi syarat terhadap penahanan Delpedro," kata Fadhil saat ditemui di Polda Metro Jaya, Kamis (4/9/2025).
Menurutnya, Delpedro dan rekannya tidak berpotensi melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
"Kami pun sebagai kuasa hukum berani menjamin Delpedro tidak akan melarikan diri, Delpedro tidak akan menghilangkan barang bukti, dan Delpedro juga tidak akan mengulangi tindak pidana. Termasuk Syahdan, Muzaffar maupun Khariq Anhar yang juga merupakan klien kami," jelasnya.
Baca juga: Jejak Digital di Balik Aksi Anarkis: Delpedro Marhaen Terhubung dengan Blok Politik Pelajar
Atas dasar itu, ia menilai penahanan tidak relevan. Karena itu, tim advokasi akan mengajukan penangguhan penahanan jika dianggap relevan.
"Langkah hukum satu-satunya memang yang ada untuk menguji keabsahan upaya paksa itu ya praperadilan, tapi tentu kami juga akan pertimbangkan lebih lanjut," ujar Fadhil.
Fadhil menyebut saat ini diskusi internal masih berlangsung untuk menentukan prioritas langkah hukum yang akan diambil.
Baca juga: Polisi Jelaskan Alasan Tangkap Direktur Lokataru Delpedro Marhaen
"Karena ini berlangsung begitu cepat dan bahkan kami Tim Advokasi Untuk Demokrasi teman-teman bisa lihat penangkapan, penahanan banyak dilakukan oleh banyak orang juga dan kemudian nanti kami akan tentukan skala prioritas seperti apa."
"Penangguhan penahanan maupun praperadilan adalah salah satu langkah yang memang bisa dipertimbangkan untuk diambil," ucapnya.
Nilai Janggal Penangkapan Delpedro
Fadhil Alfathan pun menilai penangkapan Delpedro Marhaen bersama dua rekannya penuh kejanggalan.
Fadhil mengatakan, sejak penangkapan pada Selasa (2/9/2025), pihaknya terus mendampingi Delpedro bersama Syahdan Husin dan Muzaffar Salim.
Namun, ia menilai prosedur hukum yang dijalankan aparat tidak sesuai aturan.
"Sejak ditangkap Selasa lalu, tiga orang kawan kami ini Delpedro Marhaen, kemudian Syahdan Husin dan Muzaffar Salim yang kami dampingi secara intensif sejak Selasa 2 September 2025 kemarin memang kami menilai banyak sekali kejanggalan baik secara prosedur maupun substansi," kata Fadhil.
Menurutnya, setidaknya ada tiga klaster pasal yang dikenakan kepada mereka.
Yakni Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 28 ayat 3 UU ITE tentang penyebaran berita bohong yang menimbulkan kerusuhan, serta Pasal 76H UU Perlindungan Anak terkait dugaan memperalat anak dalam situasi bahaya.
Namun, Fadhil menegaskan, konstruksi hukum yang digunakan sangat lemah dan terkesan dipaksakan.
"Kami menilai konstruksi hukum ini sejak awal lemah dan cenderung konspiratif gitu ya karena tidak mudah menentukan orang sebagai penghasut dan mengaitkannya secara kausalitas dengan orang yang terhasut," kata Fadhil.
"Itu butuh suatu proses penelaahan dan pendalaman, tapi kami melihat di sini peristiwanya begitu cepat langsung ada penangkapan," ujarnya.
Ia menyebut, penangkapan dilakukan tanpa adanya pemanggilan terlebih dahulu.
Padahal, menurutnya, dugaan tindak pidana di media sosial hampir mustahil ditangkap tangan.
"Karena tempatnya berbeda, lokasinya berbeda, dan ada di ranah yang sama sekali berbeda dengan dunia nyata. Tapi yang diperlakukan terhadap kawan-kawan ini justru dikenakan upaya paksa berupa penangkapan yang sewenang-wenang tanpa ada pemanggilan terlebih dahulu," tegasnya.
Selain Delpedro, aktivis lainnya yang tercatat ditangkap adalah mahasiswa Universitas Riau, Khariq Anhar.
Ia ditangkap paksa Polda Metro Jaya saat hendak pulang ke Riau, Jumat (29/8/2025) setelah mengikuti Munas IBEMPI di Bandung.
Ada pula Syahdan Husein, admin dari akun media sosial Gejayan Memanggil.
Dia ditangkap paksa Polda Bali, Senin (1/9/2025) dengan tuduhan provokator aksi.
Polisi juga menangkap seorang Staf Lokataru Foundation bernama Muzaffar Salim terkait kasus penghasutan perbuatan aksi yang berujung pengrusakan.
Muzaffar ditangkap di kantin Polda Metro Jaya pada Selasa (2/9/2025) dini hari ketika mendampingi Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro Marhaen yang telah lebih dulu diringkus.
Polda Metro Jaya menetapkan Delpedro sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan demo ricuh.
Polisi menduga Delpedro terlibat dalam penyebaran ajakan aksi gaduh, bahkan melibatkan anak di bawah umur.
Ia dijerat pasal berlapis, mulai dari Pasal 160 KUHP, UU ITE, hingga UU Perlindungan Anak.
Kanit 2 Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Gilang Prasetya mengungkap peran Delpedro.
"Peran daripada DMR tadi bahwa yang bersangkutan merupakan pengelola daripada akun admin akun dari LF di mana akun tersebut memiliki afiliasi atau kolaborasi dengan akun daripada BPP (Blok Politik Pelajar)," kata Kompol Gilang di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (2/9/2025) malam.
Di mana akun BPP itu berdasarkan hasil penyidikan polisi terhubung dengan akun-akun ekstrem yang memberikan ajakan seperti pengrusakan, kemudian bom molotov, itu ada hubungannya dari akun BPP.
Gilang menerangkan dari akun BPP itu polisi melakukan penelitian kembali dan ditemukan nomor yang digunakan adalah ataupun yang diposting merupakan nomor aduan daripada orang yang menjadi staf bagian daripada yayasan yang dipimpin Delpedro.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.