Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Koalisi Sipil Sebut Prabowo dan Elite Politik Gagal Respons Dinamika Sosial Hingga Picu Demonstrasi
Koalisi masyarakat sipil menyebut Prabowo Subianto dan Ketua Umum Parpol gagal merespons dinamika sosial hingga picu kemarahan publik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil menyebut Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Politik gagal merespons dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang berkembang di masyarakat.
Hal itu yang jadi penyebab munculnya aksi demonstrasi dalam beberapa hari terakhir.
Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari KontraS, Walhi Indonesia, Human Right Working Group, Perempuan Mahardika, Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
“Presiden Prabowo dan para pimpinan partai politik gagal paham merespons dinamika sosial politik dan ekonomi yang menimbulkan kemarahan publik akhir-akhir ini melalui demonstrasi di berbagai daerah,” kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur, dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).
Koalisi menilai, kondisi yang terjadi saat ini bukan hanya soal pernyataan para anggota DPR yang tidak menunjukkan simpati terhadap penderitaan rakyat akibat kebijakan yang tidak prorakyat.
Baca juga: 43 Polisi Korban Demo Bakal Naik Pangkat dan Lanjut Sekolah, Prabowo: Mereka Sudah Bela Rakyat
Lembaga-lembaga dalam koalisi yang selama ini mendampingi masyarakat secara langsung hingga melakukan riset, pendidikan publik, dan mengkritisi jalannya pemerintahan negara, melihat permasalahan terjadi karena akumulasi dari berbagai persoalan.
“Bermuara pada pemborosan uang rakyat dan tindakan-tindakan korup untuk kepentingan pejabat di tengah kesulitan rakyat,” ujar Isnur.
Pihak koalisi juga menyoroti hal lain seperti pengaturan gaji dan tunjangan pejabat negara, anggota DPR, direksi dan komisaris-komisaris BUMN yang sangat tinggi dan sangat jauh dari rata-rata pendapatan rakyat.
Baca juga: 1.240 Ditangkap Polda Metro Jaya Terkait Demo Ricuh di Jakarta, 10 Orang Ditetapkan Tersangka
Hingga pengaturan anggaran dan efisiensi pajak yang ugal-ugalan.
“Serta berbagai bentuk ketimpangan dan ketidakadilan sosial lain yang sehari-hari dihadapi oleh rakyat,” ucap Isnur.
Masyarakat sipil, lanjut Isnur, mendesak pemerintah dan DPR memahami permasalahan struktural ini secara benar dan tepat.
"Jangan alih-alih menutup dan mengalihkan permasalahan serta memberikan solusi palsu atau sesat," ucap Isnur.
Prabowo Umumkan Cabut Kebijakan Kenaikan Tunjangan Anggota DPR
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan DPR RI bersama pimpinan partai politik sepakat mencabut sejumlah kebijakan yang dinilai memicu keresahan masyarakat.
Di antaranya mencabut kebijakan kenaikan tunjangan anggota DPR dan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
“Para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan moratorium tunjangan kerja ke luar negeri,” kata Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (31/8/2025).
Prabowo menegaskan bahwa langkah tersebut diambil setelah mendapat laporan dari para ketua umum partai politik.
Mereka juga sudah memutuskan sanksi tegas terhadap anggota DPR yang dianggap menyampaikan pernyataan keliru dan tidak berpihak pada rakyat.
“Langkah tegas tadi yang dilakukan ketua umum partai politik adalah mereka masing-masing dicabut dari keanggotaannya di DPR RI. Dan juga para pimpinan DPR telah berbicara dan kepala umum partai juga telah menyampaikan melalui Ketua Fraksi masing-masing bahwa para anggota DPR harus selalu peka dan selalu berpihak kepada kepentingan masyarakat,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah tetap menghormati kebebasan berpendapat masyarakat.
Namun, penyampaian aspirasi harus dilakukan dengan damai, bukan melalui aksi anarkis.
“Kami menghormati kebebasan berpendapat seperti diatur dalam United Nations international governance pasal 19 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Penyampaian aspirasi bisa dilakukan secara damai. Namun jika dalam pelaksanaannya terdapat kegiatan-kegiatan yang bersifat anarkis, distabilisasi negara, merusak atau membakar fasilitas umum sampai adanya korban jiwa, mengancam dan menjarah rumah-rumah dan instansi publik maupun rumah-rumah pribadi, hal itu merupakan pelanggaran hukum. Dan negara wajib hadir dan melindungi rakyatnya,” tegasnya.
Prabowo juga menginstruksikan TNI dan Polri bertindak tegas terhadap segala bentuk pengrusakan fasilitas umum, penjarahan, hingga perusakan sentra ekonomi.
“Kepada pihak kepolisian dan TNI saya perintahkan untuk mengambil tindakan yang setegas-tegasnya terhadap segala macam bentuk pengrusakan fasilitas umum, penjarahan terhadap rumah individu ataupun tempat-tempat umum atau sentra-sentra ekonomi, sesuai dengan hukum yang berlaku,” katanya.
Dalam pernyataan itu, Prabowo tampil didampingi Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR Ahmad Muzani, Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua DPD RI Sultan Najamuddin, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ibas Yudhoyono, Ketua Partai Golkar Bahlil Lahadalia, Ketua PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
Demonstrasi di DPR berawal dari seruan aksi demonstrasi menyikapi meroketnya tunjangan anggota DPR RI lebih dari Rp 100 juta.
Mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat pun kemudian melakukan aksi unjuk rasa pada Senin, 25 Agustus 2025.
Aksi dipicu adanya kekecewaan publik terhadap DPR RI hingga muncul desakan untuk membubarkan DPR RI.
Demo yang berlangsung 25 Agustus 2025 berakhir ricuh dan sejumlah pelajar pun diamankan polisi.
Aksi demo pun berlanjut pada Kamis (28/8/2025) di depan gedung DPR RI dan berujung ricuh.
Demonstrasi semakin membesar hingga menjalar ke sejumlah daerah setelah seorang driver ojek online (Ojol) Affan Kurniawan tertabrak Rantis hingga meninggal dunia di Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis malam.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.