Senin, 6 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

Usut Skandal Kuota Haji Rp 1 Triliun, KPK Panggil Pejabat Kementerian Agama

Saksi dari internal Kemenag yang dipanggil adalah Abdul Muhyi, yang menjabat sebagai Analis Kebijakan Ahli Muda.

Tribunnews/Ilham Rian Pratama
PENYIDIKAN KUOTA HAJI - KPK secara resmi menaikkan status penanganan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Pengumuman ini disampaikan pada waktu yang tidak biasa, yakni Sabtu (9/8/2025) dini hari, sekitar pukul 01.10 WIB. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 yang ditaksir merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun. 

Hari ini, Jumat (29/8/2025), penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap seorang pejabat Kementerian Agama (Kemenag) sebagai saksi dalam skandal ini. Pemeriksaan dilangsungkan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. 

Baca juga: Bos Maktour Fuad Hasan Rampung Diperiksa KPK, Mengaku Beri Penjelasan Soal Kuota Haji Tambahan

Saksi dari internal Kemenag yang dipanggil adalah Abdul Muhyi, yang menjabat sebagai Analis Kebijakan Ahli Muda pada Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus periode 2022–2024.

"Penyidik hari ini menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya pada Jumat (29/8/2025).

Kuota haji adalah jumlah maksimal jemaah dari suatu negara yang diizinkan untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah dalam satu tahun.

Kuota ini ditetapkan oleh Pemerintah Arab Saudi dan disepakati bersama dengan negara pengirim jemaah, termasuk Indonesia.

Selain Abdul Muhyi, KPK juga memeriksa saksi dari pihak swasta, yakni Ismail Adan. Pemeriksaan kedua saksi ini bertujuan untuk menguatkan bukti terkait modus operandi penyelewengan kuota haji tambahan.

Kasus ini berawal dari kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi kepada Indonesia pada tahun 2023.

KPK menduga terjadi praktik korupsi dalam pembagian kuota tersebut.

Modus utamanya adalah mengubah secara drastis alokasi kuota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, porsi haji khusus seharusnya hanya 8 persen dan haji reguler 92%. Namun, dalam praktiknya, kuota tambahan tersebut dibagi rata 50% untuk haji khusus dan 50% untuk haji reguler.

Baca juga: HNW Soroti Kuota Haji 2025 Tak Terserap, Desak Optimalisasi Penyelenggaraan

Perubahan ilegal ini disinyalir disepakati dalam sebuah rapat antara oknum di Kemenag dengan asosiasi travel haji, yang kemudian dilegalkan melalui Surat Keputusan Menteri Agama.

Akibat kebijakan ini, ribuan jemaah haji reguler yang telah menanti belasan tahun menjadi korban. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada 25 Agustus lalu mengungkapkan fakta yang memilukan.

"Ada 8.400 orang batal berangkat haji pada 2024. Mereka telah mengantre lebih dari 14 tahun. Seharusnya mereka bisa menunaikan ibadah haji pada 2024, tetapi mereka menjadi tidak berangkat," kata Asep.

Selain merugikan negara hingga Rp 1 triliun karena dana jemaah reguler dialihkan ke travel swasta, KPK juga mengendus adanya setoran haram. 

Pihak travel haji khusus diduga menyetorkan dana antara 2.600 dolar Amerika Serikat (AS) hingga 7.000 dolar AS (sekitar Rp41 juta hingga Rp110 juta) per kuota kepada oknum di Kemenag melalui asosiasi sebagai imbalan atas alokasi kuota tersebut.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved