Kamis, 2 Oktober 2025

Tindak Pidana Perdagangan Orang

Kementerian P2MI - Kemlu Upayakan Repatriasi Jenazah Gadis Medan Nazwa Aliya Korban TPPO di Kamboja

Pemerintah masih berupaya untuk repatriasi jenazah Nazwa Aliya (19) asal Sumatera Utara, korban TPPO yang meninggal di Kamboja. 

ist
PEMULANGAN JENAZAH WNI - Ilustrasi Jenazah. Pemerintah masih berupaya untuk repatriasi jenazah Nazwa Aliya (19) asal Sumatera Utara, korban TPPO yang meninggal di Kamboja.  Untuk memulangkan jenazah ke Indonesia, keluarga membutuhkan sekitar USD 8.500 atau setara Rp 138 juta, jumlah yang mustahil mereka penuhi sendiri. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan KBRI Phnom Penh untuk repatriasi jenazah Nazwa Aliya (19) asal Sumatera Utara yang meninggal di Kamboja.

Repatriasi merupakan proses pemulangan seseorang atau sesuatu ke negara asalnya. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks, tergantung pada bidangnya, bisa repatriasi manusia, jenazah, budaya atau aset. 

"Begitu jenazah tiba di tanah air, sepenuhnya menjadi tanggung jawab KemenP2MI untuk menerima, dan mengantar jenazah dan menyerahkan kepada keluarga di rumahnya," kata Karding dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).

Kini, jenazah Nazwa Aliya masih tertahan di Kamboja. Hambatan biaya menjadi kendala utama.

Untuk memulangkan jenazah ke Indonesia, keluarga membutuhkan sekitar USD 8.500 atau setara Rp 138 juta, jumlah yang mustahil mereka penuhi sendiri.

Kementerian P2MI mengingatkan penipuan lowongan kerja (loker) di luar negeri melalui media sosial adalah ancaman bagi masyarakat Indonesia.

Baca juga: Keponakan Prabowo Dorong Revisi UU TPPO: Harus Menitikberatkan Rasa Keadilan pada Korban

Karding berharap masyarakat menjadi waspada, tak mudah percaya loker ke luar negeri yang ditawarkan akun-akun di media sosial, khususnya jika penempatannya adalah negara Kamboja.

Pasalnya Pemerintah Indonesia tidak memiliki perjanjian kerja sama penempatan PMI dengan Pemerintah Kamboja. Sehingga pekerjaan apapun di Kamboja adalah ilegal.

"Kami tegaskan kerja di Kamboja ilegal. Kami tidak ingin masyarakat Indonesia tergoda dengan gaji tinggi di awal, tapi nyatanya ditipu, dieksploitasi, jadi korban kekerasan, lukanya saat menjadi pekerja migran Indonesia ilegal membekas, hingga dirasakan keluarga di tanah air," tegas Karding.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat harus waspada dan kritis terhadap loker yang memberi kemudahan syarat bekerja di luar negeri. 

Sebab bekerja di luar negeri harus memiliki sejumlah persyaratan, mulai dari visa kerja, perjanjian kerja, hingga surat izin dari keluarga. Dokumen ini dibutuhkan untuk memitigasi kejadian kejahatan internasional yang menyasar masyarakat dalam negeri.

"Sejumlah dokumen yang harus dimiliki untuk bisa kerja di luar negeri seperti memiliki Visa Kerja, Perjanjian kerja dan izin keluarga. Ini penting untuk mitigasi lowongan kerja abal-abal yang berujung membahayakan keselamatan," ujar Karding.

 

Kronologi

Kasus Nazwa Aliya berawal dari keinginan korban pergi bekerja di Kamboja. Namun pihak keluarga menentangnya, lantaran mengetahui banyak kasus kejahatan menargetkan pekerja migran ilegal di negara Asia Tenggara.

Alih-alih mengikuti keluarga, korban tetap berangkat pada awal Mei 2025, dengan alasan pergi tes interview pada salah satu bank di Medan.

Keluarga terkejut ketika korban mengabarkan tengah berada di Bangkok, Thailand.

Sejak saat itu komunikasi antara korban dengan keluarga menjadi terbatas hingga hilang kontak.

Baca juga: Polri Bongkar Sindikat TPPO, Korban Dijanjikan Kerja di Arab, Tapi Jadi Admin Kripto di Myanmar

Pada awal Agustus 2025, pihak keluarga mendapat kabar dari KBRI Phnom Penh bahwa korban sakit dan dirawat intensif di State Hospital, Provinsi Siem Reap, Kamboja. Setelah 4 hari perawatan, korban dinyatakan meninggal pada 12 Agustus 2025. 

Korban diduga mendapat tawaran kerja di Kamboja dari seorang perekrut. Korban terjerat dalam skema yang mirip modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), di mana perekrut menjanjikan gaji tinggi, menggunakan kedok formal untuk mengelabui keluarga, kemudian komunikasi dibatasi setelah berada di luar negeri.

 

Sosok Nazwa Aliya

Kepergiannya yang tiba-tiba meninggalkan luka mendalam bagi keluarga, terutama sang ibu, Lanniari Hasibuan (53), yang masih tak percaya anak bungsunya berpulang dengan cara seperti ini.

Sebelum meninggal dan pergi ke Kamboja, Nazwa ternyata berbohong kepada ibunya.

Ia meminta izin untuk melakukan interview kerja di Medan.

Lantas seperti apa  sosoknya?

Nazwa adalah gadis asal Jalan Bejo, Gang Sejahtera, Dusun XVI, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Ia baru saja lulus dari SMK Telkom 2 Medan dan dikenal sebagai sosok yang ceria, penuh semangat, serta memiliki mimpi besar untuk bisa bekerja dan melihat dunia luar.

Sejak lulus sekolah, Nazwa sering mengutarakan keinginannya untuk pergi ke luar negeri.

Salah satu negara yang begitu ingin ia kunjungi adalah Kamboja.

Namun, niat itu sempat ditentang oleh sang ibu. Lanniari menilai Kamboja bukanlah tempat yang aman untuk dituju.

Meski begitu, Nazwa tetap berusaha meyakinkan dirinya. Bahkan, ia rela berbohong agar mimpinya bisa terwujud.

“Awalnya anak saya minta izin untuk ikut study tour, tapi saya tolak. Lalu, ia minta izin untuk interview di salah satu bank, dan itu saya izinkan,” tutur Lanniari saat ditemui wartawan, Jumat (15/8/2025).

Baca juga: Komnas Perempuan Catat Sejak 2020 Ada 267 Kasus TPPO yang Korbannya Perempuan

Dengan alasan tersebut, pada 28 Mei 2025, Nazwa berpamitan dari rumah.

Tak lama berselang, kabar mengejutkan datang. Sang ibu mendapat informasi bahwa Nazwa ternyata berada di Bangkok, Thailand, dan sempat menginap di Hotel Center Point.

“Saya sempat pingsan saat mendengar itu. Waktu saya tanya dengan siapa ke Bangkok, Nazwa bilang bersama teman PKL-nya. Tapi setelah saya desak, ia mengaku pergi sendiri,” ucap Lanniari.

Sejak saat itu, komunikasi antara Nazwa dan ibunya semakin renggang.

Bahkan, Nazwa sering menolak untuk mengangkat telepon dari sang ibu.

Lanniari yang panik sempat berencana melaporkan anaknya hilang ke Polsek Medan Tembung, namun laporan tersebut ditolak karena keberadaan Nazwa sudah diketahui dan ia bukan lagi anak di bawah umur.

Perjalanan panjang penuh kecemasan itu akhirnya berakhir pada Kamis (7/8/2025).

Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh memberi kabar bahwa Nazwa sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Kamboja. Namun, Lanniari tidak diizinkan untuk langsung berangkat ke sana.

"KBRI melarang saya datang ke Kamboja karena katanya anak saya benci melihat saya. Mereka sarankan adik saya atau keluarga lain yang berangkat," kata Lanniari lirih.

Beberapa hari setelah menjalani perawatan, pada Senin (12/8/2025), kabar duka itu datang. Nazwa dinyatakan meninggal dunia.

"Saya dapat kabar tanggal 7 Agustus anak saya dirawat di RS, dan kemarin, 12 Agustus, saya kembali dikabarkan kalau anak saya sudah meninggal dunia,” ungkap sang ibu dengan suara bergetar.

Nazwa Aliya (19) asal medan korban tewas tppo kamboja
TEWAS DI KAMBOJA- Kondisi Nazwa Aliya (19) warga Jalan Bejo, Gang Sejahtera, Dusun XVl, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deli Serdang saat kritis di Kamboja

Kini, jenazah Nazwa masih tertahan di Kamboja. Hambatan biaya menjadi kendala utama.

Untuk memulangkan jenazah ke Indonesia, keluarga membutuhkan sekitar USD 8.500 atau setara Rp 138 juta, jumlah yang mustahil mereka penuhi sendiri.

"Saya tidak punya uang sebanyak itu. Saya sangat berharap pemerintah membantu pemulangan jenazah anak saya," ucap Lanniari dengan penuh harap.

Tangisan seorang ibu yang kehilangan anaknya kini menggema, meminta pertolongan agar jasad putrinya bisa kembali ke tanah kelahiran.

Harapannya hanya satu, bisa mengantar Nazwa ke peristirahatan terakhirnya di kampung halaman, bersama keluarga dan orang-orang yang mencintainya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved