Tindak Pidana Perdagangan Orang
Kementerian P2MI - Kemlu Upayakan Repatriasi Jenazah Gadis Medan Nazwa Aliya Korban TPPO di Kamboja
Pemerintah masih berupaya untuk repatriasi jenazah Nazwa Aliya (19) asal Sumatera Utara, korban TPPO yang meninggal di Kamboja.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan KBRI Phnom Penh untuk repatriasi jenazah Nazwa Aliya (19) asal Sumatera Utara yang meninggal di Kamboja.
Repatriasi merupakan proses pemulangan seseorang atau sesuatu ke negara asalnya. Istilah ini digunakan dalam berbagai konteks, tergantung pada bidangnya, bisa repatriasi manusia, jenazah, budaya atau aset.
"Begitu jenazah tiba di tanah air, sepenuhnya menjadi tanggung jawab KemenP2MI untuk menerima, dan mengantar jenazah dan menyerahkan kepada keluarga di rumahnya," kata Karding dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).
Kini, jenazah Nazwa Aliya masih tertahan di Kamboja. Hambatan biaya menjadi kendala utama.
Untuk memulangkan jenazah ke Indonesia, keluarga membutuhkan sekitar USD 8.500 atau setara Rp 138 juta, jumlah yang mustahil mereka penuhi sendiri.
Kementerian P2MI mengingatkan penipuan lowongan kerja (loker) di luar negeri melalui media sosial adalah ancaman bagi masyarakat Indonesia.
Baca juga: Keponakan Prabowo Dorong Revisi UU TPPO: Harus Menitikberatkan Rasa Keadilan pada Korban
Karding berharap masyarakat menjadi waspada, tak mudah percaya loker ke luar negeri yang ditawarkan akun-akun di media sosial, khususnya jika penempatannya adalah negara Kamboja.
Pasalnya Pemerintah Indonesia tidak memiliki perjanjian kerja sama penempatan PMI dengan Pemerintah Kamboja. Sehingga pekerjaan apapun di Kamboja adalah ilegal.
"Kami tegaskan kerja di Kamboja ilegal. Kami tidak ingin masyarakat Indonesia tergoda dengan gaji tinggi di awal, tapi nyatanya ditipu, dieksploitasi, jadi korban kekerasan, lukanya saat menjadi pekerja migran Indonesia ilegal membekas, hingga dirasakan keluarga di tanah air," tegas Karding.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat harus waspada dan kritis terhadap loker yang memberi kemudahan syarat bekerja di luar negeri.
Sebab bekerja di luar negeri harus memiliki sejumlah persyaratan, mulai dari visa kerja, perjanjian kerja, hingga surat izin dari keluarga. Dokumen ini dibutuhkan untuk memitigasi kejadian kejahatan internasional yang menyasar masyarakat dalam negeri.
"Sejumlah dokumen yang harus dimiliki untuk bisa kerja di luar negeri seperti memiliki Visa Kerja, Perjanjian kerja dan izin keluarga. Ini penting untuk mitigasi lowongan kerja abal-abal yang berujung membahayakan keselamatan," ujar Karding.
Kronologi
Kasus Nazwa Aliya berawal dari keinginan korban pergi bekerja di Kamboja. Namun pihak keluarga menentangnya, lantaran mengetahui banyak kasus kejahatan menargetkan pekerja migran ilegal di negara Asia Tenggara.
Alih-alih mengikuti keluarga, korban tetap berangkat pada awal Mei 2025, dengan alasan pergi tes interview pada salah satu bank di Medan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.