Dugaan Korupsi Kuota Haji
Mantan Menag Yaqut Cholil Quomas Angkat Bicara soal Pencegahan ke Luar Negeri di Kasus Kuota Haji
Menag Yaqut Cholil Qoumas angkat bicara soal pencegahan ke luar negeri terhadap dirinya dalam kasus dugaan korupsi kuota haji yang diusut KPK.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas angkat bicara soal pencegahan ke luar negeri terhadap dirinya dalam kasus dugaan korupsi kuota haji yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Melalui juru bicaranya, Yaqut Cholil Qoumas menyebut sebagai warga negara yang taat terhadap hukum, dia akan tetap mematuhi proses hukum yang ada.
"Sebagai bagian dari masyarakat yang menghormati hukum, beliau menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum guna menyelesaikan perkara ini sesuai ketentuan yang ada," kata Juru Bicara Yaqut, Anna Hasbie dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
Anna mengatakan Yaqut Cholil Qoumas memahami bahwa langkah yang diambil oleh KPK merupakan bagian dari proses hukum yang diperlukan.
"Beliau menegaskan bahwa keberadaannya di Indonesia akan disesuaikan dengan kebutuhan penyidikan, demi terungkapnya kebenaran secara transparan dan adil," tuturnya.
Yaqut disebut Anna, meyakini bahwa proses hukum akan berjalan secara objektif dan proporsional.
Baca juga: Kantor Kemenag Digeledah Terkait Korupsi Kuota Haji, Menteri Agama: Kita Serahkan ke KPK
"Beliau berharap seluruh pihak dapat menunggu hasil penyidikan tanpa prasangka, sambil memberikan ruang bagi penegak hukum untuk bekerja secara profesional," ucapnya.
"Kami mengimbau kepada seluruh masyarakat dan media untuk tidak melakukan spekulasi yang dapat mengganggu proses hukum. Gus Yaqut Cholil Qoumas akan terus mengedepankan prinsip keterbukaan dan kepatuhan hukum dalam setiap langkahnya," sambungnya.
Alasan Cegah ke Luar Negeri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan pencegahan ke luar negeri terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji.
Kepemilikan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Yaqut terkait pembagian kuota tambahan haji menjadi salah satu bukti kunci yang dipegang penyidik.
Baca juga: KPK Periksa, Cegah dan Geledah Rumah Eks Menag, Yaqut Cholil Qoumas Selangkah Lagi Tersangka?
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pencegahan terhadap Yaqut merupakan bagian dari proses penyidikan untuk mendalami siapa pemberi perintah dan penerima aliran dana dalam kasus ini.
"Ini yang dicekal, salah satunya Saudara YCQ. Ini juga disampaikan bahwa kita sedang mencari siapa yang memberikan perintah dan juga siapa yang menerima uang," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Asep menegaskan bahwa SK yang ditandatangani Yaqut tersebut kini menjadi salah satu bukti yang sangat potensial untuk menetapkan status tersangka.
"Terkait dengan adanya SK yang ditandatangani Saudara YCQ, apakah ini sudah akan menjadi potential suspect? Nah, itu menjadi salah satu bukti. Jadi kita akan perlu banyak bukti ini, salah satunya sudah kita peroleh," jelasnya.
Fokus utama penyidikan KPK saat ini adalah menelusuri proses terbitnya SK tersebut.
KPK mendalami apakah kebijakan itu murni inisiatif Yaqut sebagai menteri, atau ada arahan dari pihak yang lebih tinggi.
Di sisi lain, KPK juga mendalami kemungkinan adanya usulan dari bawah yang sengaja "disodorkan" untuk ditandatangani.
"Tentunya kita harus mencari bukti-bukti lain yang menguatkan, dan juga kita akan memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit. Apakah ada yang lebih tinggi dari itu kemudian memberi perintah atau bagaimana? Nah, itu yang sedang kita dalami," papar Asep.
Baca juga: KPK Menduga Ada Upaya Menghilangkan Barang Bukti terkait Kasus Korupsi Kuota Haji
Kasus ini bermula dari adanya penambahan kuota haji sebanyak 20.000.
Menurut Asep, kuota tambahan ini dibagi secara tidak proporsional, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian 50:50 ini dinilai menyalahi undang-undang yang seharusnya menetapkan porsi 92 persen untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.
KPK menduga ada peran dari level eselon satu (setingkat Dirjen) dan asosiasi haji khusus dalam perumusan kebijakan yang melanggar aturan ini.
"Ini justru dari tingkat dirjennya, dari bawahannya, di mana mereka kan awalnya sudah ketemu dengan asosiasi ini, akhirnya dibagi menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, artinya 50%-50?n menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang," kata Asep.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.