Senin, 29 September 2025

Korupsi KTP Elektronik

Setya Novanto Bebas Bersyarat, Formappi: Pemberantasan Korupsi Omon-omon

Lucius juga menyoroti bahwa sikap lunak terhadap koruptor bisa membuat politisi tidak jera

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Eko Sutriyanto
Mario Christian Sumampow
PEMBERASAN KORUPSI OMON-OMON - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus ditemui di kawasan Kantor KPU RI, Jumat (24/2/2023). Lucius Karus, menilai pembebasan bersyarat terpidana kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto, menjadi kado buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai pembebasan bersyarat terpidana kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto, menjadi kado buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menurut Lucius, keputusan itu berlawanan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto yang dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR/DPR menegaskan komitmen besar untuk memberantas korupsi.

"Janji Presiden untuk mengejar pelaku korupsi bahkan jika itu adalah elite purnawirawan TNI dan kader partainya sendiri terasa hambar ketika dunia penegakan hukum kita justru bermain dengan hukuman bagi pelaku yang sudah divonis dan dihukum penjara seperti Setya Novanto ini," kata Lucius kepada Tribunnews.com, Minggu (17/8/2025).

Dia menyebut, ironi antara pidato Presiden yang berapi-api dan kenyataan hukum yang bermurah hati terhadap koruptor menjadi suguhan tak lucu di tengah perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

"Kita pun jadi makin sadar, bahwa omongan paling berani soal pemberantasan korupsi bisa jadi tinggal omon-omon saja," ujar Lucius.

Baca juga: Haji 2024 Sempat Dapat Kepuasan Tinggi, KPK Temukan Dugaan Korupsi Kuota Tambahan Rp1 Triliun

Lucius menegaskan, jika pemerintah serius, maka harus ada komitmen sama di semua lini penegakan hukum.

"Harus ada komitmen yang sama bahwa tak ada revisi, amnesti hingga pembebasan bersyarat bagi pelaku korupsi agar ada efek jera bagi pelaku lainnya," ucapnya.

Menurut dia, pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat hanya menegasikan perang melawan korupsi yang dideklarasikan Presiden.

"Dengan pembebasan bersyarat Novanto ini maka jalan menuju pembebasan bangsa dari korupsi nampaknya semakin jauh," tutur Lucius.

Lucius juga menyoroti bahwa sikap lunak terhadap koruptor bisa membuat politisi tidak jera.

"Pemberantasan korupsi hanya jargon politik saja, dan karena itu para politisi nampaknya tak merasa harus takut untuk melakukan korupsi lagi. Toh seberat-beratnya hukuman, kemurahan hati bagi para pelaku nampaknya tak pernah berhenti diberikan oleh penegak hukum dan penguasa," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, mantan Ketua DPR RI sekaligus politikus Partai Golkar, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025 setelah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Setnov divonis 12,5 tahun penjara dalam putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung, turun dari vonis awal 15 tahun. 

Ia juga dijatuhi denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, hak politik Novanto untuk menduduki jabatan publik dicabut selama dua tahun enam bulan. Masa tersebut baru berlaku setelah ia bebas murni pada 2029 mendatang.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan