Minggu, 5 Oktober 2025

Ijazah Jokowi

Ade Darmawan Sebut Pemeriksaan Abraham Samad Normatif, Bukan Upaya Kriminalisasi

Menurut Ade Darmawan, pemanggilan Abraham Samad tersebut bukan merupakan bentuk kriminalisasi, dan polisi juga sudah mempunyai bukti-bukti.

Penulis: Rifqah
(Tribunnews.com/Reynas Abdila)
IJAZAH PALSU - Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (13/8/2025). (Tribunnews.com/Reynas Abdila). Menurut Ade Darmawan, pemanggilan Abraham Samad tersebut bukan merupakan bentuk kriminalisasi, dan polisi juga sudah mempunyai bukti-bukti. 

TRIBUNNEWS.COM - Sekjen Peradi Bersatu, Ade Darmawan, menyebut pemanggilan Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad terkait kasus ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi), merupakan hal yang normatif.

Abraham Samad diketahui menjadi terlapor dalam kasus yang kini sudah ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

Dia disebut dalam laporan yang dilayangkan oleh relawan Jokowi, Silfester Matutina, bersama 11 tokoh lainnya.

Adapun, pemanggilan eks ketua KPK ini terkait siniar atau podcast yang ditayangkan di kanal YouTube miliknya, yakni Abraham Samad SPEAK UP yang juga sempat membahas soal kasus ijazah Jokowi.

Konten YouTube-nya tersebut dianggap ikut menyebarkan dugaan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Jokowi.

Abraham Samad yang diperiksa sebagai saksi terlapor ini pun merasa dirinya dikriminalisasi atas pemeriksaan tersebut.

"Bahwa pemanggilan saya ini adalah sebuah tujuan, proses, ingin mempersempit adanya ruang demokrasi. Ini mengancam demokrasi kita," tuturnya di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025).

Kendati demikian, menurut Ade, pemanggilan Abraham Samad tersebut bukan merupakan bentuk kriminalisasi.

Menurutnya, polisi juga sudah mempunyai bukti-bukti sehingga memutuskan untuk memanggil Abraham Samad untuk diperiksa.

"Dipanggilnya Bang Abraham, saya rasa itu normatif hukum ya, tidak ada diskriminasi di sini. Ini kan polisi memeriksa dengan adanya bukti yang telah dipelajari kemudian diperiksa bahwa ada dugaan di situ, ya kita tidak bisa menghindari itu," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (14/8/2025).

Ade mengatakan, dirinya tidak ingin mengungkap apa saja hal-hal yang menjadi fitnah atau pencemaran terkait kasus ijazah Jokowi dalam podcast Abraham Samad itu.

Baca juga: Abraham Samad Mengaku Dicecar 56 Pertanyaan Terkait Konten Podcast Bahas Ijazah Jokowi

Sebab, saat ini, kasus tersebut masih dalam proses pemeriksaan sehingga dia tidak ingin melangkahi aparat penegak hukum.

Ade hanya mengatakan dalam podcast tersebut, Abraham Samad juga berorasi tentang kasus ijazah palsu ini.

"Podcast ini kan berbeda dengan pemberitaan nih, kalau di podcast itu kata-katanya saya tidak melihat alat buktinya secara menyeluruh yang mana menjadi satu ujaran kebencian atau fitnah ataupun pencemaran."

"Tetapi yang saya tahu bahwa podcast-podcast YouTube terus kemudian video juga yang di mana ada beberapa kelompok orang ya dan di situ juga Bang Abraham sempat berorasi dan lain sebagainya."

"Nah, yang saya lihat sih itu, kemudian podcast-nya juga ada, tapi saya enggak terlalu membuka karena itu kan merusak pemeriksaan kalau saya sampaikan di sini bahwa 'oh ini loh yang menjadi fitnah dan pencemarannya," ucapnya.

Ade pun menegaskan, demokrasi itu sah-sah saja asal tidak mencemarkan nama baik orang lain, seperti Jokowi yang menurutnya kini menjadi korban fitnah dan ujaran kebencian dari berbagai pihak karena adanya kasus ijazah palsu.

"Demokrasi itu sah saja sepanjang demokrasi itu tidak mencemarkan seseorang. Itu yang pertama. Yang kedua adalah, kalau kita berbicara demokrasi, Pak Ir. Joko Widodo ini kan korban dari ujaran kebencian, korban dari fitnah, korban dari tindakan-tindakan di mana beliau dilecehkan, kalau menurut saya beliau dilecehkan betul."

"Kalau memang mau berdemokrasi, berdemokrasi tapi jangan juga melakukan yang diduga tindak pidana yaitu penyampaian pendapat itu tidak tendensius dan menjustifikasi orang," tutur Ade.

Sementara itu, Pengacara senior Todung Mulya Lubis mengatakan, pemeriksaan terhadap Abraham Samad ini telah membungkam kebebasan berpendapat dan membungkam kebebasan pers.

Padahal, kebebasan berpendapat dilindungi oleh Undang-Undang Nasional 45, Pasal 28 Undang-Undang Nasional 45, Undang-Undang Pokok Pers.

"Jadi tidak ada alasan sama sekali untuk memanggil, memeriksa, dan mengkriminalisasi Saudara Abraham Samad," tukasnya.

Menurut Todung, mengkriminalisasi Abraham Samad adalah langkah kemunduran yang paling luar biasa dalam kehidupan hukum.

"Saya katakan tadi melanggar atau membungkam kebebasan pers. Anda tahu bahwa untuk setiap dugaan tindak pidana semacam ini, mesti ada yang disebut niat jahat atau malicious intent. Kalau tidak ada malicious intent atau niat jahat, tidak mungkin ada tindak pidana," paparnya.

Todung pun memandang Pasal 310 dan 311, Pasal 27A dan 28 Undang-Undang ITE yang menjerat Abraham tidak bisa dipakai. 

"Karena dimana-mana Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik itu sudah dihapuskan," paparnya.

Abraham Samad Tegaskan Kontennya Bukan untuk Serang Jokowi

Terkait hal ini, Abraham Samad pun meminta seluruh pihak agar benar-benar melihat konten YouTube yang dibuatnya bukan untuk menyerang pribadi Jokowi.

Dia menegaskan, podcast yang dibuat bukan konten-konten yang tidak berpendidikan atau konten-konten yang sifatnya entertain.

"Silahkan Anda lihat. Nonton semuanya. Semua isinya adalah sifatnya edukasi, diskusi yang memberikan orang pencerahan, memberikan jalan, petunjuk kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka yang harus dilindungi oleh hukum," ucap Abraham Samad.

Abraham Samad pun mengaku diberi sebanyak 56 materi pertanyaan, tetapi pertanyaannya di luar konteks dari undangan yang disampaikan penyidik perihal pencemaran nama baik Jokowi.

"Pertanyaan penyidik banyak di luar konteks undangan pemanggilan, penyidik lebih banyak menanyakan soal wawancara podcast saya dengan Roy Suryo, Rismon Sianipar,  Dr Tifa, dan Rizal Fadhillah," ucap Abraham Samad usai pemeriksaan.

Menurut Abraham Samad, pembahasan dalam podcast tidak melulu soal ijazah Jokowi.

Abraham Samad pun khawatir dengan adanya kebebasan berpendapat di muka umum dapat merusak nilai demokrasi.

"Pembungkaman kebebasan pendapat dapat merusak demokrasi yang saya sampaikan adalah edukasi," ungkapnya.

Dari pengamatan Tribunnews.com, dalam enam bulan terakhir, Abraham Samad SPEAK UP, telah mengunggah beberapa video wawancara dengan beberapa narasumber berbeda, dengan konten membahas tentang dugaan ijazah palsu Jokowi, sebagai berikut"

  • Prof. Muhammad Ryaas Rasyid, guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), 

Dalam podcast ini, Ryaas Rasyid menyatakan keyakinannya bahwa ijazah Jokowi palsu.

  • Roy Suryo, pakar telematika-mantan Menpora.

Saat di podcast ini, Roy Suryo membahas bisnis Prof. Paiman Raharjo di Pasar Pramuka yang disebut terkait produksi dokumen.

  • Beathor Suryadi, politikus senior PDIP.

Saat berbincang dengan Abraham Samad, Beathor menyebut ijazah Jokowi dibuat di kios milik Paiman.

  • Rizal, Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis

Dalam podcast ini, Rizal menduga keterlibatan mantan Rektor UGM Pratikno soal ijazah Jokowi.

  • Prof. Ikrar Nusa Bakti, peneliti LIPI dan mantan pendukung Jokowi.

Ikrar menyatakan keraguannya terhadap keaslian ijazah.

  • Rismon Sianipar, ahli digital forensik, bersama dr. Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa dan Roy Suryo. 

Mereka menyampaikan keraguan terhadap hasil penyelidikan Bareskrim yang menyatakan ijazah Presiden identik. 

Selain itu, mereka juga menyoroti tidak adanya dokumen pembanding yang ditunjukkan kepada publik, serta ketidakjelasan status otentik dari objek perkara.

Rismon menyebut bahwa “hasil penyelidikan penuh pertanyaan,” dalam pernyataannya di podcast tersebut.

Kronologi dan Duduk Perkara Kasus

Kasus ini bermula dari laporan Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, terhadap sejumlah tokoh yang diduga menyebarkan tudingan ijazah palsu Jokowi

Laporan tersebut diketahui masuk ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025 lalu. Namun, bukan hanya relawan yang melapor.

Jokowi selaku Presiden ke-7 RI juga secara resmi juga melayangkan laporan polisi atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah terkait tudingan ijazah palsu. 

Laporan itu menjadi salah satu dari enam laporan polisi yang kini ditangani oleh Subdirektorat Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik meningkatkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan pada 10 Juli 2025.

Setelah naik ke tahap penyidikan, para terlapor dalam perkara ini adalah Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauzia Tyassuma, Abraham Samad, Mikhael Sinaga, Nurdian Susilo, dan Aldo Husein.

Dalam kasus ini, Jokowi menjerat dengan Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP, serta Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 ayat (1), dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(Tribunnews.com/Rifqah/Reynas)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved