Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Impor Gula

Kisah Tom Lembong Pertama Kali di Penjara: Sakit Lambung, Butuh Seminggu Pulihkan Psikologis

Kepada Anies Baswedan, Tom Lembong pun menceritakan pengalaman saat pertama kali masuk penjara setelah menjadi tersangka.

Penulis: Rifqah
Editor: Febri Prasetyo
Tangkapan Layar YouTube Anies Baswedan
KEBEBASAN TOM LEMBONG - Tangkapan layar foto Anies Baswedan dan Tom Lembong saat berbincang dalam YouTube Anies Baswedan, Kamis (7/8/2025). Kepada Anies Baswedan, Tom Lembong pun menceritakan pengalaman saat pertama kali masuk penjara setelah menjadi tersangka. 

"Biasanya sih, kelihatannya butuh seminggu untuk emosi, psikologi kita kembali tenang, bisa menyerap dan memproses semua yang terjadi, lingkungan baru, tidak pernah kebayang," sambungnya.

Tom Lembong Laporkan 3 Hakim

Meski telah bebas karena mendapatkan abolisi, Tom Lembong tetap ingin ada evaluasi terhadap proses peradilan yang dijalaninya.

Maka dari itu, Tom Lembong melaporkan tiga majelis hakim yang memberikan vonis 4,5 tahun penjara ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) dalam perkara importasi gula, mereka adalah hakim ketua, Dennie Arsan Fatrika, dan dua hakim anggota yakni Purwanto S. Abdullah serta Alfis Setyawan.

Tom Lembong melaporkan ketiga hakim itu atas laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).

Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, mengatakan bahwa putusan majelis hakim yang yang menyebut kebijakan Tom Lembong condong kepada ekonomi kapitalis ketimbang kerakyatan merupakan keputusan yang fatal.

"Kita melaporkan kode etik dan perilaku hakim ke Komisi Yudisial dan Pengawas Mahkamah Agung, dalam laporan tersebut kita lampirkan apa-apa saja yang menjadi dalil kita, termasuk salah satunya yang paling fatal adalah menyatakan ekonomi kapitalistik," kata Zaid dalam wawancara ekslusif bersama Tribunnews.com di program Overview, Rabu (6/8/2025).

Ini nggak sesimpel statement pertimbangan ada ekonomi kapitalistik, nggak sesimpel itu, tapi proses hukum itu proses yang harus dilalui melalui penyelidikan, penyidikan, pelimpahan, dakwaan, tuntutan, sampai putusan," sambung Zaid.

Zaid mengatakan padahal selama proses persidangan berlangsung, tidak pernah ada pembahasan mengenai ekonomi kapitalis yang disebutkan hakim pada saat sidang vonis tersebut.

"Dari sepanjang proses penyelidikan sampai dengan penuntutan itu tidak ada ekonomi kapitalistik, tahu-tahu hakim mendapat wangsit dari mana kita nggak tahu, entah bisikan dari mana kita nggak tahu, dia putuskan putusan Pak Tom Lembong ini cenderung ekonomi kapitalistik, ini nggak boleh," ujarnya.

Dengan adanya putusan ekonomi kapitalis ini, Zaid pun mengklaim majelis hakim hanya ingin menghukum Tom Lembong saja dengan terus mencari-cari kesalahan kliennya itu.

Bahkan, Zaid juga menyinggung nama Hakim Anggota Alfis yang menurutnya sangat ingin menghukum Tom Lembong dalam perkara dugaan korupsi impor gula tersebut.

Zaid sebelumnya menilai bahwa Hakim Alfis tidak netral atau cenderung memvonis sejak awal, bahkan tidak jarang hakim Alfis menyimpulkan dengan tidak mengedepankan sikap presumption of innocence (asas praduga tak bersalah), melainkan dengan sikap presumption of guilty (praduga bersalah).

"Ini kentara sekali dia ini, si hakim bernama Pak Alfis ini ingin menghukum Pak Tom dan mencari-cari kesalahan Pak Tom," tegasnya.

Sebelumnya, Zaid juga menegaskan bahwa laporan dilayangkan terhadap seluruh anggota majelis, tetapi sikap Alfis menjadi sorotan utama. 

Zaid pun sangat menyayangkan sikap majelis hakim tersebut sebab pada dasarnya persidangan itu untuk mencari kebenaran materil, bukan untuk mencari-cari kesalahan terdakwa atas kasus yang menjeratnya.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved