Senin, 29 September 2025

Kasus Impor Gula

Kuasa Hukum Tom Lembong Sebut Putusan Hakim soal Ekonomi Kapitalis Fatal, Seret Nama Hakim Alfis

Kuasa hukum Tom Lembong mengatakan bahwa putusan hakim soal ekonomi kapitalis itu sangat fatal dan tidak pernah dibahas selama sidang.

Penulis: Rifqah
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
SIDANG TOM LEMBONG - Tom Lembong bersama kuasa hukumnya Zaid Mushafi jelang persidangan di PN Tipikor, Senin (23/6/2025). Kuasa hukum Tom Lembong mengatakan bahwa putusan hakim soal ekonomi kapitalis itu sangat fatal dan tidak pernah dibahas selama sidang. 

TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, mengatakan bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menyebut kebijakan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong, condong pada ekonomi kapitalis ketimbang kerakyatan, merupakan keputusan yang fatal.

Sebelum akhirnya mendapatkan abolisi atau penghapusan tuntutan pidana dari Presiden Prabowo Subianto, Tom Lembong dihukum 4,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula dan diminta membayar denda Rp750 juta.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim menilai perbuatan Tom Lembong yang menerbitkan 21 persetujuan impor (PI) gula kristal mentah untuk perusahaan gula swasta dan melibatkan koperasi dalam operasi pasar itu memenuhi unsur pasal yang didakwakan jaksa.

Majelis hakim tidak menghukum Tom Lembong untuk membayar uang pengganti karena tidak menerima aliran dana hasil korupsi.

Namun, hakim menilai Tom Lembong mengedepankan ekonomi kapitalis dalam kebijakan impor gulanya, bukan ekonomi Pancasila. 

Argumentasi soal “ekonomi kapitalis” inilah yang menjadi salah satu hal yang memberatkan hukuman Tom Lembong.

Atas hal tersebut, Zaid mengatakan bahwa putusan soal ekonomi kapitalis itu merupakan sesuatu yang sangat fatal.

Karena itu, meski sudah bebas, Tom Lembong tetap melaporkan 3 hakim yang memberikan vonis 4,5 tahun itu ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY), atas laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Mereka adalah Hakim Ketua, Dennie Arsan Fatrika dan dua Hakim Anggota yakni Purwanto S Abdullah serta Alfis Setyawan.

Tom Lembong ingin ada evaluasi terhadap proses peradilan yang dijalaninya.

"Kita melaporkan kode etik dan perilaku hakim ke Komisi Yudisial dan Pengawas Mahkamah Agung, dalam laporan tersebut kita lampirkan apa-apa saja yang menjadi dalil kita, termasuk salah satunya yang paling fatal adalah menyatakan ekonomi kapitalistik," kata Zaid dalam wawancara ekslusif bersama Tribunnews.com di program Overview, Rabu (6/8/2025).

Baca juga: Tom Lembong Laporkan 3 Hakim, Pakar Sebut Hakim Belum Tentu Salah: Bisa Saja dari Proses Awalnya

"Ini nggak sesimpel statement pertimbangan ada ekonomi kapitalistik, nggak sesimpel itu, tapi proses hukum itu proses yang harus dilalui melalui penyelidikan, penyidikan, pelimpahan, dakwaan, tuntutan, sampai putusan," sambung Zaid.

Zaid mengatakan, padahal selama proses persidangan berlangsung, tidak pernah ada pembahasan mengenai ekonomi kapitalis yang disebutkan hakim pada saat sidang vonis tersebut.

"Dari sepanjang proses penyelidikan sampai dengan penuntutan itu tidak ada ekonomi kapitalistik, tahu-tahu hakim mendapat wangsit dari mana kita nggak tahu, entah bisikan dari mana kita nggak tahu, dia putuskan putusan Pak Tom Lembong ini cenderung ekonomi kapitalistik, ini nggak boleh," ujarnya.

Dengan adanya putusan ekonomi kapitalis ini, Zaid pun mengklaim majelis hakim hanya ingin menghukum Tom Lembong saja dengan terus mencari-cari kesalahan kliennya itu.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan