Sabtu, 4 Oktober 2025

Komisi Kejaksaan Tak Tahu soal Silfester Matutina Belum Ditahan dalam Kasus Fitnah JK

Komisi Kejaksaan mengaku tidak mengetahui terkait belum ditahannya Silfester Matutina meski sudah divonis sejak tahun 2019 lalu.

Ist
EKSEKUSI SILFESTER MATUTINA - Wakil Ketua Tim Kemenangan Nasional (TKN) Prabowo-Gibran sekaligus Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina. Komisi Kejaksaan mengaku tidak mengetahui terkait belum ditahannya Silfester Matutina meski sudah divonis sejak tahun 2019 lalu. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Komisi Kejaksaan, Dahlena, Rabu (6/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Kejaksaan mengaku tidak menahu terkait belum ditahannya Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, yang dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara terkait perkara fitnah kepada Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK).

Sekretaris Komisi Kejaksaan, Dahlena, mengatakan pihaknya baru mengetahui hal tersebut setelah ramai di publik.

Dia mengeklaim pihaknya tidak mengetahui hal ini karena tidak ada aduan dari masyarakat.

"Memang kalau dalam konteks ini, basis kami bisa dua. Pertama, kami cek di data kami memang tidak laporan pengaduan soal ini, sehingga bisa saja kami tidak tahu soal ini apakah memang ada kendala-kendala soal permasalahan ini," katany,  dikutip dari program Kompas Petang di YouTube Kompas TV, Rabu (6/8/2025).

Dahlena mengungkapkan, setelah peristiwa belum ditahannya Silfester muncul ke publik, hal itu akan menjadi koreksi terhadap Komisi Kejaksaan.

Baca juga: Silfester Matutina Ngaku Sudah Berdamai dengan JK, Mahfud MD: Tidak Ada Damai Dalam Hukum Pidana

Ia menegaskan pihaknya akan memastikan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), terkait apakah ada masalah atau alasan lain sehingga Silfester tidak kunjung ditahan meski sudah divonis sejak 2019 lalu.

"Ketika ini muncul di publik, ini menjadi input bagi kami. Untuk memastikan apa sebetulnya menjadi hambatan sehingga tidak kunjung dilaksanakannya eksekusi. Dan posisi kami tentu mendorong agar dilaksanakan," ujarnya.

Komisi Kejaksaan merupakan lembaga non-struktural yang bertugas melakukan pengawasan hingga menilai kinerja jaksa dan atau pegawai Kejaksaan.

Lembaga ini berdiri pada 7 Februari 2005 dengan ditandai diterbitnya Peraturan Presiedn (Perpres) Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan.

Namun, Dahlena menegaskan seluruh proses eksekusi terhadap Silfester diserahkan kepada Kejagung.

Kini, dia menuturkan Komisi Kejaksaan telah berkoordinasi dengan Kejagung terkait proses eksekusi terhadap Silfester.

"Kami tetap memonitor dan mendorong agar ini segera dilaksanakan dan hasilnya tentu kami belum bisa menyampaikan karena masih dalam proses. Kita tetap berkoordinasi agar tetap terlaksana dengan baik," ujarnya.

Kejagung Pastikan Segera Dilakukan Penahanan

Kejagung telah memastikan Silfester akan langsung segera dieksekusi. Pasalnya, vonis terhadapnya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Harus segera (ditahan) kan sudah inkrah. Kita nggak ada masalah semua," ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (4/8/2025).

Terpisah, Silfester mengaku kasus yang menjeratnya itu sudah berujung damai.

"Mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla. Itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla dan hubungan kami sangat baik," kata Silfester usai diperiksa di Polda Metro Jaya terkait kasus pencemaran nama baik Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Senin.

Soal proses hukum, Silfester juga mengklaim jika sudah menjalaninya dengan baik.

"Memang waktu itu tidak ada diberitakan karena waktu itu baik saya, walaupun yang Pak Jusuf Kalla, tidak pernah memberitakan di media," ucapnya.

Rincian Kasus yang Jerat Silfester Matutina

Kasus yang menjerat Silfester berawal dari orasinya pada 15 Mei 2017 ketika menyebut JK sebagai akar permasalahan bangsa.

Ia menganggap JK terlalu berambisi secara politik sehingga mau menjadi wakil dari Jokowi dalam Pilpres 2019. Hal itu diucapkan yang saat itu viral lewat sebuah video.

"Jangan kita dibenturkan dengan Presiden Joko Widodo. Akar permasalahan bangsa ini adalah ambis politik Jusuf Kalla," ujar Silfester.

Tak cuma itu, dirinya juga menuduh JK memakai isu rasis demi memenangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu.

Silfester turut menuding JK berkuasa di Indonesia demi memperkaya keluarganya .

"Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti JK. Mereka korupsi, nepotisme, hanya perkaya keluarganya saja," kata Silfester dalam orasi tersebut.

Setelah itu, Silfester pun dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/554/V/2017/Bareskrim tertanggal 29 Mei 2017.

Baca juga: Mahfud MD Tegaskan Kasus Silfester Matutina terhadap JK sudah Inkrah jadi Harus Segera Ditahan

Ia pun dilaporkan atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik dan dijerat Pasal 310 dan 311 KUHP.

Singkat cerita, Silfester pun disidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Lalu, dia pun divonis bersalah oleh majelis hakim dan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara berdasarkan sidang putusan yang digelar pada 30 Juli 2018.

"Menyatakan terdakwa Silfester Matutina terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memfitnah."

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama setahun," demikian bunyi vonis yang dikutip dari Direktori Mahkamah Agung (MA).

Lalu, Silfester mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan berujung ditolak. Adapun putusan itu diumumkan pada 17 Oktober 2018 lalu.

"Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tertanggal 30 Juli 2018 yang dimintakan banding tersebut," demikian isi putusan.

Baca juga: Silfester Matutina Tuding Roy Suryo Sok Intel dan Penuh Drama, Ungkit Kursi Roda dan Penopang Leher

Tak puas, Silfester pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan tetap ditolak. Bahkan, hukumannya diperberat oleh hakim agung menjadi 1,5 tahun penjara.

"Memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 297/Pid/2018/PT.DKI tanggal 29 Oktober 2018 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juli 2018 tersebut mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan," demikian isi dari putusan tersebut tertanggal 20 Mei 2019.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Abdi Ryanda Shakti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved