Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Pakar Nilai Amnesti Hasto Tak Buat PDIP Gabung Koalisi: Tetap Jaga Jarak, Bak Teman, tapi Mesra
Pakar Politik, Adi Prayitno bicara soal kemungkinan PDIP bergabung ke Koalisi Prabowo-Gibran usai Hasto Kristiyanto bebas berkat amnesti dari Prabowo.
Penulis:
Faryyanida Putwiliani
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Analis Politik, Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno, menanggapi soal kemungkinan PDIP bergabung ke koalisi Prabowo-Gibran setelah Eks Sekretaris Jenderal (Sekjen). Hasto Kristiyanto, bebas dari kasus suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Hasto bisa bebas usai mendapat amnesti dari Presiden Prabowo Subianto dan resmi keluar dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK_ Jakarta, Jumat (1/8/2025) malam.
Amnesti merupakan bentuk pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Kemungkinan PDIP bergabung dengan koalisi Prabowo ini santer dipertanyakan, karena setelah adanya amnesti ini, hubungan Prabowo dengan Ketua Umum (Ketum) Megawati Soekarnoputri, serta hubungan PDIP dan Gerindra jadi semakin dekat.
Bahkan, muncul juga kecurigaan adanya aksi transaksional antara Prabowo dan Megawati di balik pemberian amnesti kepada Hasto ini.
Hal ini muncul buntut unggahan foto di Instagram pribadi Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco, pada Kamis (31/7/2025) malam.

Dasco mengunggah fotonya bersama Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, dan Prananda Prabowo.
Di sana ada juga Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi yang juga politisi Gerindra, turut mendampingi Dasco.
Dalam unggahannya, Dasco menuliskan caption "Merajut Tali Kebangsaan dan Persaudaraan".
Foto ini diunggah Dasco setelah DPR resmi mengumumkan persetujuannya atas pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto.
Lantas, apakah semakin dekatnya hubungan PDIP dan Gerindra akan berujung pada bergabungnya PDIP ke Koalisi Prabowo?
Baca juga: Isu Perombakan Kabinet Merah Putih Mencuat PDIP Dapat Jatah Menteri, Ini Kata Mensesneg
Menurut Adi Prayitno, untuk saat ini masih kecil kemungkinan untuk PDIP bergabung ke Koalisi Prabowo. Bahkan, ia tak yakin hal itu akan terjadi.
Sebab, yang Adi lihat saat ini, PDIP masih mencoba menjaga jarak dan berada di luar kekuasaan Prabowo.
Namun, PDIP tidak lantang menyebut mereka sebagai oposisi, tapi memilih menjadi mitra strategis di pemerintahan Prabowo.
"Kalau untuk saat ini saya termasuk yang tidak yakin bahwa PDIP itu akan bergabung dengan pemerintah, berkoalisi dengan Prabowo dengan cara misalnya ada kader-kader PDIP yang kemudian menjadi menteri. Saya tidak yakin dalam konteks itu."
"Yang ada saat ini adalah PDIP tetap menjaga jarak, berada di luar kekuasaan, tapi tidak menyebut dirinya sebagai oposisi, tapi menjadi mitra strategis dengan cara menjadi partai politik penyeimbang," kata Adi dalam Program 'Kompas Petang' Kompas TV, Senin (4/8/2025).
Lebih lanjut, Adi menuturkan, ketika PDIP memilih sebagai penyeimbang dalam pemerintahan Prabowo, maka dalam satu sisi PDIP akan mendukung penuh kebijakan pemerintahan Prabowo.
Namun, PDIP juga akan memberikan kritik secara terbuka kepada Prabowo jika menemukan hal-hal yang tidak sesuai ideologi Pancasila dan bertentangan dengan ketidakadilan.
"Nah, ini yang menarik menurut saya ketika bicara tentang PDIP sebagai penyimbang, suatu sisi akan mendukung secara penuh kebijakan-kebijakan politik strategis dari Prabowo."
"Tapi PDIP juga berkomitmen dan berjanji kalau ada kebijakan yang dinilai bertentangan dengan ideologi Pancasila menimbulkan ketidakadilan sosial termasuk juga misalnya ada perilaku hukum yang tidak berkeadilan, PDIP berjanji akan memberikan kritik secara terbuka," terang Adi.
Baca juga: Rocky Gerung Sebut Kasus Hasto Bentuk Dendam Politik Jokowi, tapi Diselamatkan Prabowo Lewat Amnesti
Singgung Masa-masa PDIP Jadi Oposisi di Pemerintahan SBY
Adi menyebut sikap PDIP yang memilih menjadi penyeimbang di pemerintahan Prabowo ini jauh berbeda dengan sikap PDIP kala Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menjabat.
Kala itu, PDIP lantang menyatakan dirinya sebagai partai oposisi dan selalu mengkritisi kebijakan SBY yang dinilai tak sesuai dengan ideologi PDIP.
"Bagi saya adalah salah satu sikap yang cukup moderat yang dipilih oleh PDIP hari ini jika dibandingkan dengan ketika di eranya Pak SBY."
"Kita tahu ketika SBY jadi presiden dua periode 2004-2009, 2009-2014, PDIP langsung menyatakan diri sebagai partai oposisi hampir setiap saat dan hampir setiap kebijakan-kebijakan politik SBY bagi PDIP itu dikritisi dan kemudian menimbulkan konfrontasi yang tidak berkesudahan."
Baca juga: Pengamat Duga Ada Barter Politik Antara Prabowo dan PDIP di Balik Amnesti Hasto Kristiyanto
"Karena memang kita tahu ada jarak psikologis memang antara SBY dengan Mega, antara Partai Demokrat dengan PDIP itu kan tidak akur," jelas Adi.
Sikap PDIP kala itu jelas berbeda dengan era Prabowo menjabat saat ini. Hubungan pribadi Prabowo dengan Megawati terjalin baik.
Hubungan PDIP dan Gerindra pun demikian. Bahkan Prabowo mengklaim PDIP dan Gerindra adalah kakak adik.
"Tapi ketika bicara dengan Prabowo Subianto saya kira semua persoalannya agak berbeda. Secara personal Prabowo dengan Megawati baik-baik saja, dan secara politik antara Gerindra dan PDIP bahkan diklaim sudah seperti kakak dan adik."
"Jadi di situ yang kemudian saya tafsirkan kalau kita bahasakan dengan bahasa anak muda saat ini, ini seperti teman tapi mesra. Diluar (koalisi), tapi bersahabat cukup mesra dengan kawan-kawan yang di pemerintahan," imbuh Adi.
Baca juga: Istana: Kasus Hasto dan Tom Lembong Nuansanya Lebih Banyak Politik
Gerindra Klaim Dukungan PDIP ke Prabowo Tak Terkait Amnesti Hasto

Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan tak ada kaitan pemberian amnesti Hasto Kristiyanto, dengan dukungan PDIP kepada pemerintah Presiden Prabowo Subianto.
Sebab menurut Hasto, jauh sebelum Prabowo memberi amnesti untuk Hasto, Megawati Soekarnoputri telah memberikan sinyal mendukung pemerintah saat ini.
"Saya pikir tidak ada kaitannya. Karena memang jauh dari sebelum acara di Bali (Kongres VI PDIP), dalam beberapa pertemuan, Bu Mega sudah menyampaikan juga bahwa program-program yang baik tentunya Akan didukung oleh PDIP," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/8/2025).
"Dan kemudian PDIP juga akan memberikan saran dan masukan untuk beberapa hal yang mungkin belum pas," imbuhnya.
Sebelumnya, Megawati Seokarnoputri menyampaikan secara resmi sikap partai terhadap pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto.
Megawati menegaskan, PDIP akan mengambil sikap sebagai penyeimbang dalam pemerintahan Prabowo.
Baca juga: Di Ruang Tertutup dan Isu Awut-awut, Momen Megawati Kembali Dikukuhkan Sebagai Ketua Umum PDIP
Hal itu disampaikan Megawati saat menyampaikan pidato politiknya dalam penutupan Kongres VI PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Sabtu (2/8/2025).
Megawati pun menjelaskan, PDIP akan menjaga arah pembangunan nasional demi kepentingan rakyat.
"Kita adalah partai ideologis, yang berdiri diatas kebenaran berpihak pada rakyat dan bersikap tegas sebagai penyeimbang demi menjaga arah pembangunan nasional, tetap berada rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak," kata Megawati.
Meski begitu, Presiden kelima RI ini pun mengatakan PDIP akan mendukung setiap kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat.
Namun, kata Megawati, PDIP akan bersuara lantang dan bertindak tegas terhadap setiap penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila, keadilan sosial dan amanat penderitaan, hukum yang berkeadilan.
"Sebab bagi kita keberpihakan bukan soal berada di dalam atau di luar pemerintahan tetapi soal setiap pada kebenaran dan berpihak pada moralitas politik yang diajarkan bapak bangsa kita Bung Karno," ujarnya.
Baca juga: Rocky Gerung: Amnesti Hasto Kristiyanto Penanda Prabowo Lebih Dekat ke Megawati daripada Jokowi
Amnesti Hasto Bukan Hasil Transaksional Prabowo dan Megawati

Politisi PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, tegas membantah tudingan amnesti Hasto merupakan hasil transaksional Megawati dengan Prabowo.
Said menyebut, pertemuan Dasco dengan Megawati sebelumnya tak ada sangkut-pautnya dengan amnesti Hasto.
Pertemuan itu juga prosesnya tidak dilakukan tiba-tiba.
"Enggak, enggak ada transaksional sama sekali. Sudahlah. Bahwa Pak Dasco hadir kemarin itu kan prosesnya tidak tiba-tiba Pak Dasco datang," kata Said, dilansir Kompas TV, Sabtu (2/8/2025).
Lebih lanjut, Said menekankan, amnesti Hasto yang diberikan Prabowo ini juga tak ada kaitannya dengan Kongres PDIP yang digelar di Bali sejak Jumat (1/8/2025) kemarin.
Terakhir Said menegaskan, aksi transaksional ini bukanlah karakter PDIP dan Megawati.
"Tapi marilah jangan kemudian karena Pak Dasco datang, ada amnesti kita hari ini kongres, seakan-akan isinya transaksional jauh dari itu."
"Itu bukan karakter PDI Perjuangan bukan karakter Ibu Megawati," tegasnya.
Baca juga: PDIP Ambil Posisi Penyeimbang Pemerintah, Golkar Beri Apresiasi
Hasto Dapat Amnesti dari Prabowo

Hasto Kristiyanto resmi mendapatkan amnesti usai DPR menyetujui surat Presiden Prabowo Subianto dalam rapat konsultasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (31/7/2025) kemarin.
Menurut Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, ada 1.116 permintaan amnesti yang disetujui oleh DPR.
Termasuk di antaranya ada permintaan amnesti yang diajukan Prabowo untuk terpidana kasus suap, Hasto Kristiyanto.
"Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas surat presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025."
"Tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto," kata Dasco, Rabu (31/7/2025).
Kasus Hasto
Sebelumnya, Hasto dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku.
Hakim pun menjatuhkan vonis penjara 3 tahun dan 6 bulan terhadap Hasto.
Tak hanya itu, Hasto juga dihukum untuk membayar pidana denda sebesar Rp 250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Ia dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Chaerul Umam)
Baca berita lainnya terkait Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.