Misbakhun Apresiasi Langkah Menteri Keuangan Terkait PPh Pembelian Emas Batangan
Mukhamad Misbakhun menilai kebijakan ini merupakan upaya tepat dalam menjaga daya saing sektor emas di dalam negeri di tengah tantangan pasar global.
Editor:
Content Writer
TRIBUNNEWS.COM – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyampaikan apresiasinya terhadap langkah strategis pemerintah yang telah menerbitkan dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru guna memperkuat ekosistem emas nasional.
Meskipun demikian, ia menekankan bahwa kedua peraturan tersebut masih memerlukan penguatan fundamental, khususnya dalam aspek pengawasan, untuk memastikan efektivitas kebijakan dan mengamankan potensi pendapatan negara secara optimal.
Pernyataan ini merujuk pada PMK No. 51 tahun 2025 dan PMK No. 52 tahun 2025 yang telah ditetapkan pada 25 Juli 2025 dan mulai berlaku efektif sejak 1 Agustus 2025.
Menurut Misbakhun, kebijakan yang mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas pembelian emas batangan oleh bullion bank, yang disertai berbagai pengecualian strategis, merupakan sebuah langkah positif.
Kebijakan ini dinilai sebagai terobosan yang dirancang secara cermat untuk mendorong efisiensi sistem, meningkatkan likuiditas, dan menjaga daya saing sektor emas di dalam negeri di tengah tantangan pasar global.
Langkah tersebut diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan industri emas yang lebih terstruktur dan transparan di Indonesia.
Namun, politisi senior Partai Golkar tersebut menggarisbawahi bahwa keberhasilan implementasi PMK ini sangat bergantung pada adanya penyempurnaan lebih lanjut.
Baca juga: Menkeu: Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan II 2025 Tetap Terjaga di Tengah Ketidakpastian Global
Menurutnya, peraturan tersebut perlu penguatan untuk menjamin kepastian hukum dan menutup celah yang berpotensi merugikan negara. Tanpa perbaikan yang solid, tujuan mulia dari penerbitan regulasi ini dikhawatirkan tidak akan tercapai sepenuhnya.
Lebih lanjut, secara spesifik, Misbakhun menyoroti beberapa area krusial yang harus segera ditindaklanjuti. Penguatan yang dimaksud mencakup perumusan definisi operasional yang lebih rigid dan tidak multi-tafsir di dalam batang tubuh peraturan, memperjelas perlakuan skema pajak untuk transaksi emas non fisik atau digital yang volumenya terus meningkat, sebuah aspek yang belum diatur secara eksplisit.
Di samping itu, Misbakhun menegaskan bahwa elemen terpenting yang menjadi kunci sukses kebijakan ini adalah pembangunan sistem pengawasan terpadu yang efektif. Ia memandang perlu adanya sebuah mekanisme pengawasan yang terintegrasi antar lembaga terkait untuk memantau seluruh rantai transaksi emas.
Sistem ini dirancang untuk memastikan tidak ada potensi penerimaan negara yang hilang akibat praktik penghindaran pajak atau aktivitas ilegal lainnya, sehingga manfaat ekonomi dari sektor emas dapat dirasakan secara maksimal oleh negara dan masyarakat.
"Pemerintah telah mengambil langkah awal yang sangat baik dengan kedua PMK ini. Kami di Komisi XI mengapresiasi visi tersebut. Namun, pekerjaan rumah kita belum selesai. Regulasi ini harus menjadi benteng yang kokoh. Oleh karena itu, perumusan definisi yang presisi, kejelasan pajak transaksi digital, dan terutama sistem pengawasan yang terintegrasi adalah kunci mutlak agar tujuan besar kita untuk efisiensi sistem dan optimalisasi penerimaan negara benar-benar tercapai tanpa ada kebocoran," pungkas Misbakhun.
Baca juga: Ahmad Muzani Sebut Abolisi & Amnesti Tom Lembong-Hasto Upaya Prabowo Meneguhkan Persatuan
Perkuat Pertumbuhan Ekonomi, Ketua Komisi XI DPR Dorong Hilirisasi dan Industrialisasi |
![]() |
---|
Komisi XI DPR Setujui RKAP 2025 Danantara, Rosan Ngaku Bisa Langsung Geber Investasi |
![]() |
---|
Bahas Sejumlah Proyek, Komisi XI DPR dan Danantara Gelar Rapat Tertutup |
![]() |
---|
Ketua Komisi XI DPR RI Dorong Perbaikan Pelayanan Publik: Penting untuk Tingkatkan PAD |
![]() |
---|
Komisi XI DPR Minta BI Kaji Ulang Rencana Penerapan Payment ID |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.